WAJAH DESA GORONTALO 2

Desa Bubode Gorontalo Utara

Pohon Samama 

Surga Alam Desa Bubode 

Oleh: Budi Susilo


Gorontalo Indonesia Kita, gemah ripah loh jinawi, subur makmur alamnya, menghijau rindang bagai perhiasan ‘emas’ bagi bumi ini. Walau Gorontalo tanahnya yang subur, kekayaan alamnya yang melimpah, apakah mampu menggiring rakyatnya ke arah kesejahterahan sentosa?, tentu jawabanya adalah di orang-orangnya, pribadi masing-masing yang bertempat tinggal di Gorontalo.

Bagi seluruh rakyat, tentu menginginkan udara, air, beserta isi-isinya bumi Indonesia ini, membawa kemakmuran merata. Nah, provinsi Gorontalo, di bagian Desa Bubode Kecamatan Tomilito, Kabupaten Gorontalo Utara, warganya memanfaatkan alamnya untuk kegiatan perekonomian hutan kayu berbasis industri.

Medan lajur Desa Bubode yang menantang dan cadas_budisusilo
Meski pengembangannya atas nama Perusahaan Terbatas, berbasis kapitalisme, tentu warga setempat juga harus wajib, ikut menikmati hasil bumi tersebut. Tenaga-tenaga pekerjanya memang tidak mutlak 100 persen dari warga asli, tetapi perusahaanya mengkombinasikan dari sumber daya manusia dari luar Gorontalo agar ada inovasi, kreatifitas dan kompetitif yang berkualitas.

Desa Bubode disekelilingnya terdapat bukit-bukit rumput ilalang dan beberapa pepohonan. Tapi sekitar akhir tahun 2012, tempat ini, dibagian tertentu ada yang disulap jadi Hutan Tanam Industri, berupa pohon Samama, Sengon, Akasia, yang kesemuanya untuk pasokan kayu.

Jalan menuju Desa Bubode yang bertanah dan berkelok-kelok_budisusilo
Menuju ke tempat ini, memang butuh perjuangan ekstra, jalan yang tersedia tidak seperti pada umumnya, beraspal mulus dengan dihiasi marka jalan.

Masuk ke desa ini, bila berjalan kaki harus bersabar dan bermodal memendam tenaga besar, jaraknya jauh, butuh waktu satu jam setengah. Tetapi bila menggunakan kendaraan bermotor, hanya dapat ditempuh 30 menit. Jalannya masih bertanah liat bergelombang dan berlubang, bila hujan jalan berkondisi buruk, becek, berlumpur dan bercadas.

Gubuk yang berada di pinggir jalan menuju Desa Bubode_budisusilo
Belum lagi ada rintangan jembatan penghubung yang terbuat dari batang-batang pohon kelapa. Walau berasal dari batang kelapa, dijamin kuat untuk dilewati. Buktinya saat dilewati sebuah mobil x-trail bak terbuka bermuatan penumpang lebih dari lima, batang kelapa masih kuat menahan, setia menghubungkan jalan jurang, berjasa memperlancar perjalanan menuju Desa Bubode.

Karena berbukit, jalannya pun tidak rata layaknya di pusat-pusat kota Jakarta. Medan jalan naik turun, bergelombang. Perlu kewaspadaan tingkat tinggi, bila mau selamat dalam perjalanan. 

Apalagi lajur jalan hanya cukup untuk satu mobil. Bila kondisi berpapasan dari arah berlawanan maka yang terjadi kerepotan tingkat tinggi. Harus bersabar, harus bisa mengalah satu di antaranya.

Kebun jagung yang berada di pinggir jalan menuju Desa Bubode_budisusilo
Kalau pakai motor roda dua tentu akan sulit menjangkau, dan untuk kendaraan roda empat di anjurkan memakai mobil tipe berbadan kokoh, jarak antara badan mobil dan tanah harus tinggi. Model mobil begini kelasnya adalah Jeep, mobil Off Road.

Dalam perjalanan menuju desa ini, tentu tidak membosankan, Jumat (11/1/2013). Sebab suguhan alam asri hamparan hijau rindang menjadi menu utama perjalanan. 

Juga ada satu dua rumah gubuk kayu yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan dan gudang petani di pinggir jalan, menambah atmosfir pedesaan semakin eksotis, perjalanan semakin berkesan.

Jalan menuju Desa Bubode dihubungkan oleh jembatan kayu kelapa_budisusilo
Setiba di lokasi tujuan, di punggung bukit desa bertemulah petani buruh, Harianto (40), sedang menata bibit pohon jabon. Secara bahasa ilmiah jenis pohon ini disebut Samama, kalau jabon itu bahasa lokal dari daerah Maluku.

“Ya saya bekerja disini, tugasnya tanam pohon. Tiap harinya saya diberi upah sama perusahaan PT Gema Nusantara Jaya, dibayar sebesar Rp 40 ribu per hari,” ujar Harianto yang sudah tekuni hal ini selama lima bulan.

Tiap harinya, Harianto bersahabat dengan bibit-bibit pohon dan tanah. Jika tidak, maka dirinya tidak peroleh upah kerja. Maklumlah, pria berkulit sawo matang ini bukan pemilik lahan, hanya sebagai buruh penggarap. “Paling kalau hujan saja tidak kerja. Hanya absen masuk kerja,” tuturnya.

Harianto buruh tani Desa Bubode memegang pohon Samama_budisusilo
Ia berbagi cerita soal pekerjaannya di perusahaan agrobisnis itu. Katanya, menanam pohon Samama itu tidak asal-asalan. Harus pakai sistematika, ada aturan prosedural bila ingin menghasilkan panen yang maksimal.

“Tanam pohonnya mengikuti kontur tanah. Tidak ada pemerataan lahan, ikuti lekuk tanah. Supaya tidak terjadi erosi, kan ini lahannya berbukit-bukit bahaya bila kita ratakan,” ungkap Harianto.

Jarak satu pohon dengan pohon yang lain pun ada aturannya. Ada ketentuan jarak yang sudah terukur. Yakni jarak saf samping antara satu pohon dengan pohon yang lain adalah 3 meter, sedangkan berbanjarnya itu 4 meter.

Bibit pohon Samama dari Gorontalo di Desa Bubode_budisusilo
“Nanti jika tumbuh dewasa, pohon tidak akan rusak. Terlihat teratur, mudah untuk merawatnya,” kata pria kelahiran Limboto Kabupaten Gorontalo, Desember tahun 1969 ini.

Lahan di desa ini terbilang subur, pasalnya ada beberapa warga juga menanam pohon padi ladang yang perairannya bersumber dari guyuran hujan. Tumbuhan padi ladang mengandalkan air dari sistem tadah hujan, bila masuk masa panen, maka rumput menguning, gabah beras siap dinikmati.

Lalu bagaimana untuk proses penumbuhan pohon Sasama dari kecambah menjadi bibit ?. Yups, secara ilmiah, butuh waktu puluhan tahun untuk mendapatkan pohon yang siap dimanfaatkan. Perawatannya pun katanya butuh perlakuan khusus, jika tidak maka pohon tidak akan bisa hidup tinggi besar.

Lokasi pembenihan bibit pohon Samama Gorontalo_budisusilo
 Soal ini, ada seorang bernama Siswo Gimin (39), didatangkan langsung dari Solo, dipekerjakan di hutan tanam industri desa ini. Pria beranak dua ini diberi amanah untuk mengelola proses pertumbuhan pohon dari mulai kecambah sampai jadi bibit pohon.

Ada banyak macam pohon yang ia pertanggungjawabkan yakni, merawat kecambah Samama dari lokal bernama Buroko, Samama Una-una dari Maluku, Samama Lokal CPT Dua. 

“Walau secara kualitas masih kalah sama kayu Jati, tapi kayu Samama di pasaran sudah banyak yang meminati. Apalagi masa panen Samama lebih singkat ketimbang kayu Jati, harus tunggu lebih lama,” ungkap Siswo.

Siswo Gimin petani yang bertugas merawat benih pohon Samama_budisusilo
Nah, untuk memulai budidaya pohon Samama, Siswo menjelaskan, bahwa untuk memulai sediakan terlebih dahulu tanah merah yang sudah digoreng hingga masak. Tanah ini sebagai media menaruh kecambah Samama. 

“Kalau tanahnya sudah digoreng, ditaruh di wadah. Tanah di semprot pakai air hingga menjadi berkondisi lembab,” kata pria yang supel penuh senyum ini.

Untuk benihnya, ujar Siswo, diambil dari buah yang tumbuh dari pohon Samama. Teknisnya, buah diambil lalu direndam di air selama tiga hari. Bila sudah cukup tiga hari langkah selanjutnya diangkat dan dikeringkan di terik matahari. 

“Sudah kering buahnya diambil lalu di parut (dipotong-potong jadi serbuk). Parutannya ditaburi ke tanah,” urainya.

Bentuk benih pohon Samama asli Gorontalo_budisusilo
Berikutnya, bila sudah menyelesaikan itu, tanah yang sudah ditaburi buah diletakan di dalam karantina. Dibuat ruangan khusus, yang tidak boleh kena sinar matahari langsung. “Bisa kita bikin ruang yang ditutup pakai kain kelambu,” kata Siswo.

Usai itu ditunggu saja, sekitar dua bulan, di tanah yang telah ditaburi parutan buah Samama akan tumbuh kecambah. Di tanah itu nanti akan terlihat tumbuhan hijau brintik-brintik seperti lumut. 

Dan bila sudah mencapai umur tiga bulan, kecambah dipindah ke plastik tanam yang berukuran genggaman tangan orang dewasa.

Di plastik itu, biarkan dulu tanaman bibit itu tumbuh tinggi berdaun. Tunggu hingga meninggi jadi seperti bibit pohon yang kuat. 

Bila sudah terlihat ini maka bibit dapat dikeluarkan dari ruang karantina. Ditempatkan di luar, biar kena matahari secara langsung.

Bibit pohon Samama yang berdaun merah siap ditanam_budisusilo
“Cirinya kalau sudah bisa ditaruh diluar, bibitnya akan berdaun hijau. Dan ditunggu dulu, daunnya sampai ada pola-pola merah. Baru selanjutnya, bibit bisa di tanam di lahan bebas,” urai pria kelahiran 2 Juni 1973 ini.

Melihat aktivitas agrobisnis seperti itu, tentunya diharapkan mampu membawa kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang ditegaskan secara langsung oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di lokasi hutan tanam industri Gorontalo Utara kepada petani-petani dan pemilik modal hutan industri.

“Kalau kegiatan pertaniannya bawa keuntungan, pasti warga disini mau bantu perusahaan. Kalau ada warga yang dirugikan, maka perusahaan pasti tidak akan dibantu warga. Semoga bisa bawa manfaat bagi kita semua, untuk kesejahteraan ekonomi di tempat ini,” tegasnya disambut tepuk tangan petani dan seluruh para tamu yang datang. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN