SERPIHAN KUNO GORONTALO

Serpihan Kuno Gorontalo

Minggu pagi, 7 Oktober 2012 di Kota Gorontalo berselimutkan cuaca cerah. Sinar sang fajar menghangatkan dan menerangi pagi Kota Gorontalo. Bangunan-bangunan tua yang berdiri di Kota Gorontalo tampak gagah dan cerah, kala pantulan sinar matahari menyentuhnya. Orang-orang pun merasakan enjoy berolah-raga pagi di Kota Gorontalo hingga seolah membuat jiwa raga kembali jongers (berjiwa muda), setelah hampir seminggu peroleh tekanan pekerjaan dan kejenuhan hidup.

Bangunan tua di Jalan Jendral Sutoyo Kota Gorontalo (photo by budisusilo)
 Memang, di abad ini, yang orang sering sebut jaman globalisasi, di titik-titik sudut pusat Kota Gorontalo masih terlihat beberapa warisan peradaban masa lampau, tempoe doeloe. Walau dari segi arsitektur berkesan ‘senjakala’, namun tetap saja mampu memancarkan aura eksotis, seakan dibawa ke alam romansa negeri yang dahulu masih bernama Hindia Belanda, bukan Indonesia.

Bangunan tua di Jalan Raja Eyato Kota Gorontalo (photo by budisusilo)
Bangunan tua gaya model Eropa, Cina, dan lokal Gorontalo itu unik, harusnya patut dijaga kelestariannya. Di beberapa negara seperti Malaysia, kota tua Melaka itu jadi aset terpenting dalam menyumbang pendapatan negara. Kota tua tidak dihancurkan dan diratakan, tetapi dipertahankan sebagai objek wisata kaum urban, memberikan tambahan devisa daerah.

Bangunan tua di Jalan Raja Eyato Kota Gorontalo (photo by budisusilo)
Atau juga seperti di Kota Tua yang ada di Cina bernama Chengdu yang berada di provinsi Sichuan. Oleh pemerintah setempat, Chengdu dijadikan tempat wisata kota tua andalan negeri tirai bambu tersebut. Peninggalan pernak-pernik jaman kuno di Chengdu dilesatarikan dari gempuran budaya modern pop global. Sampai kini, siapa yang datang menginjak tanah Chengdu, ia masih dapat melihat dan menikmati peradaban kerajaan Shu yang sudah berumur lebih dari 2000 tahun lalu atau 316 Sebelum Masehi. 

Bangunan tua di Jalan Pertiwi Kota Gorontalo (photo by budisusilo)
Lalu juga di Afrika Barat, sebagaimana dikupas dalam buku 101 Historic Hideaways, persis di negara Mali, Afrika Barat terdapat Masjid Djenne yang dibangun sejak tahun 1907, yang memiliki keunikan bahan baku bangunannya dari batu lumpur yang terbesar di dunia.  

Sekarang khusus di Kota Gorontalo, maukah Wali Kotanya melakukan hal itu ? Berkenankah pemerintah daerah menyulap bangunan tua itu jadi ikon kota agar bisa dikenal keseluruh Indonesia dan dunia. Asik rasanya, sebuah Kotamadya memiliki menu wisata kota tua, menandakan kotamadya tersebut mencintai budaya leluhur serta menjunjung tinggi peradaban dan nilai pendidikan luhur.    

Bangunan tua di Jalan 23 Januari Kota Gorontalo (photo by budisusilo)
Menjaga Kota Tua itu lain cerita dengan gagasan yang dilontarkan oleh Bill Gates, seorang creator Microsoft, yang secara tegas ia nyatakan bahwa “Siapa pun yang tidak mau berubah akan dijungkir-balikkan oleh perubahan itu sendiri karena memang demikianlah aturan dunia ini.” 

Menjaga serpihan kuno Kota Gorontalo itu sama halnya dengan logika yang didengungkan oleh pakar managemen asal Indonesia, Tantri Abeng (2003), bahwa “Yang kekal atau permanen adalah perubahan itu sendiri.” Jadi, siapa yang mampu pertahankan eksisensi kota tua ialah orang-orang yang gandrung akan perubahan.

Bangunan tua di Jalan Suprapto Kota Gorontalo (photo by budisusilo)
Jadi, saatnyalah pemerintah kota bersama masyarakat, melakukan gerakan mencintai dan menjaga serpihan kuno Kota Gorontalo. Segera eksekusi tanpa gerak mati, dan jangan sebatas rencana-rencana indah di atas kertas, lakukan dan buktikan. Sebab oleh Ram Charan dan Larry Bossidy dalam bukunya berjudul Execution: The Discipline of Getting Things Done, bahwa, betapa pentingnya eksekusi karena dapat menjadi kunci sukses jalannya kebijakan dan eksekusi itu lebih penting daripada strategi. 

Lagi-lagi, itu semua bergantung dari Wali Kotanya. Sejauh mana ia memiliki kepedulian dan mampu merancang kota yang terbaik bagi semua pihak. Termasuk kemampuan merancang tata kota berbasiskan budaya kota tua, sebab menurut John C Maxwell dalam karyanya Hak untuk Memimpin (2002), bahwa “Seorang pemimpin itu harus tahu jalannya, menjalankan dan menunjukan jalan.” 

Bangunan tua di Jalan Suprapto Kota Gorontalo (photo by budisusilo)
Namun yang terpenting adalah, dalam mengelola serpihan kuno Kota Gorontalo itu butuh modal optimisme, sebab menurut Helen Keller, “Optimisme itu sebuah keyakinan yang akan membawa pada pencapain hasil. Tidak ada yang bisa diperbuat tanpa harapan dan percaya diri.” Yakini, Gorontalo Indonesia Kita mampu melakukannya. Gorontalo maju dan beradab, Indonesia jadi negara berjaya. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN