SERPIHAN KUNO GORONTALO 1

Ruko Djama Saksi 1960-an
Oleh: Budi Susilo

Penghujung tahun 2012 ini, empat meja bundar dan kursi yang terbuat dari kayu tetap bertahan, terpajang di dalam ruangan untuk dipakai para pengunjung jajanan kopi dan teh warung Djama. Jenis bisnis inilah yang sampai kini dipertahankan oleh pemiliknya, Pong Tiong Hian (51), anak dari Djama, sang pendiri warung kopi yang sejak tahun 1948 telah eksis melayani jasa racikan kopi dan teh di pusat Kota Gorontalo.

Warung kopi Djama berada dibilangan Jalan S Parman nomor 18 Kota Gorontalo, Kelurahan Biawo, Kecamatan Kota Selatan, yang kini model bangunannya terbilang tua di Kota Gorontalo. Gaya arsitektur bangunanya model tren gaya era eropa dahulu kala. “Kalau jualan kopi sudah sejak tahun 1948, tapi gedung dibangun bertingkat jadi besar, dilakukan pada 15 Desember 1962,” ujar Hian, sambil menunjukan surat Ijin Mendirikan Bangunan bangunannya, Selasa (9/10/2012).

Ruko Djama yang berdiri sejak tahun 1962 di Kota Gorontalo_budisusilo
Sejak awal pendirian rumah kopi masih sederhana. Tidak bertingkat dan berdinding beton besar. Saat itu, ungkap Hian, masih bentuk rumah kecil yang terbuat dari kayu, hanya mampu menampung pengunjung secara terbatas. “Dulu saya belum lahir tapi sudah dengar cerita dari Opa. Usaha maju lalu Opa dirikan bangunan lebih besar di tahun 1962,” tutur pria kelahiran 17 Maret 1961 ini.

Seingat Hian, ketika masih berjaya warung kopinya di era tahun 1960-an, banguanan rumahnya selalu padat oleh para konsumen. Tiap hari itu, pengunjung hampir memenuhi warung kopinya yang seluas 262,50 meter persegi. Dan sebenarnya tidak cocok disebut warung, mengingat luas bangunan capai ratusan meter maka layak kalau disebut Ruko (rumah toko).

“Saya ingat dulu masih kecil, parkiran sepeda di depan warung banyak sekali, sampai berderet penuh dihalaman parkir. Dulu itu alat trasportasi yang paling banyak dipakai baru sepeda dan bendi (kuda delman) saja,” ungkapnya.

Bangunan milik Hian kini seolah jadi saksi sejarah Kota Gorontalo era 1960-an. Lokasinya berada di perempatan Jalan S Parman atau persis berada di depan markas militer Minvetcad VII-05 yang bertembok warna hijau. Di daerah ini memang tidak pernah sepi aktivitas, selalu ramai lalu-lalang orang-orang dan kendaraan bermotor, sebab berdekatan dengan pasar Central. “Sekarang warung kopi saya sudah kecil ukurannya, tidak besar seperti dulu hanya sedia empat meja saja. Sudah sedikit pengunjung,” urainya.

Ruko kuno yang ada di Jalan S Parman Kota Gorontalo_budisusilo
Namun Hian tidak kehilangan akal, ia pun merambah bisnis air mineral isi ulang. Jadi sekarang di dalam bangunannya, selain jajanan kopi dan teh, juga ada dagangan air mineral isi ulang yang secara hitungan bisnis lebih menjanjikan penghasilannya. “Sudah tidak seperti dulu lagi jualan minuman kopinya. Tidak tahu kenapa tapi sekarang untuk tambah pengasilan lebih saya jualan air minum,” ungkap pria kelahiran Kota Gorontalo ini.

Desain bangunan milik Hian memiliki dua lantai. Yang di lantai dasar untuk tempat usaha sedangkan yang di lantai satu untuk tempat tinggal keluarganya, anak, istri dan saudara-saudaranya. Bangunannya memiliki lima jendela di lantai dasar dan tiga jendela di bagian lantai satu. Sementara untuk pintunya, memiliki tiga celah. Dan atap bangunan terbuat dari lempengan seng dan dindingnya, berasal dari batu bata yang berukuran besar-besar, tidak seperti ukuran batu bata jaman sekarang.  Makanya tidak aneh, bila diukur dari pinggir jendela ketebalan dinding hampir capai sekitar 30 centimeter.

Pong Tiong Hian pewaris ruko Djama di Kota Gorontalo_budisusilo
“Dulu Kota Gorontalo itu pernah terjadi gempa di tahun 1989, tapi syukur tidak rubuh dan rusak. Juga walau di depan pernah tergenang air banjir, tidak pernah sampai masuk ke dalam,” katanya.

Model bangunannya indah, karena sebagian bangunan melengkung, mengikuti lekukan jalan yang lokasinya persis di pinggir perempatan jalan. Dinding lantai satu berwarna putih, sedangkan di lantai dasarnya berdinding lantai keramik coklat.  “Dulu itu warna dinding bangunan aslinya berwarna putih. Karena dulu itu, baru ada jenis cat dari kapur, belum  ada yang warna,” ujar Hian.

Bangunan yang dihuni Hian itu surat resmi Ijin Mendirikan Bangunannya ditandatangani oleh Wali Kota Gorontalo, Atje Slamet. Diketerangan surat itu berisi penjelasan mengenai ijin mendiami toko. Selain itu, juga ada persetujuan mendirikan banguanan dari G Nento, yang kala itu merupakan pejabat pimpinan di Badan Pengawas Bangunan Djawatan Pemukiman Kota Gorontalo. 

Lokasi ruko Djama berada di titik keramaian Kota Gorontalo_budisusilo
Dahulu cerita Hian, nama jalan belum S Parman. Waktu masih jaman Wali Kota Gorontalo Atje Slamet di tahun 1962, nama jalannya adalah Panggulo. Dan meski nama jalannya sudah berubah tetapi Hian mengaku, belum ada rencana untuk mengubah bangunannya. Tetap dipertahankan, hingga batas waktu yang belum bisa ditentukan.

“Mau diubah bagaimana ? kan merenovasi dan mengubah bangunan itu perlu dana besar, saya belum ada uang banyak untuk melakukannya. Jadi sampai sekarang masih begini-begini saja dulu,” ungkap pria keturunan tionghoa ini menutup pembicaraan. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN