PENJAJAH BARU PEMUDA INDONESIA


Penjajah Baru Pemuda Indonesia
Oleh: Budi Susilo

Riwayat kalangan pemuda dalam perjalanan bangsa ini punya cerita yang berdaya. Ingatlah periodesisasi tahun 1928, ruh kebangsaan menuju negara nasional Indonesia didorong oleh semangat pemuda. Pekikan kata ‘merdeka’ dari negara kolonial Hindia Belanda, itu juga berkat dari gaya-gaya para pemuda. Semangat untuk bernegara daulat dari kekuasaan penjajah Jepang itu juga disponsori oleh para pemuda Indonesia. 

Itulah pemuda, dengan segala dinamisasinya. Mereka tokoh-tokoh sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia sebagian besar dari kaum muda. Masa muda masanya bertumbuh, pembawa gong perubahan. Saking saktinya, pejuang revolusioner Tan Malaka pun dalam buah karyanya di Januari 1926 memakai kata muda, diberi judul Semangat Muda. 

Personal pejuang Indonesia lainnya, dimulai dari umuran muda. Misalnya, Semaoen aktivis nasionalis Sarekat Islam Semarang memulai pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia dimulai umur 14 tahun. Ia pun kala memimpin Sarekat Islam Semarang, di umur 18 tahun. 

Patung Naniwartabone pejuang kemerdekaan Republik Indonesia asal Gorontalo_budisusilo

Contoh lainnya, karir politik pergerakan antikolonial oleh Ki Hajar Dewantara, atau yang bernama lengkap Soewardi Serjaningrat dulu ikut singsingkan lengan baju dikala usia 19 tahun. Sebagai berjiwa muda, ia pun tulus ikhlas mencurahkan dirinya, turut sumbangsih untuk perjalanan bangsa Indonesia yang merdeka dengan berjuang  melalui Indische Partij bersama Tjipto Mangoenkoesoemo yang saat itu berumur 26 tahun. 

Tokoh pemuda lainnya ialah Indonesianis keturunan Belanda bernama Dowues Dekker. Pemuda yang berumur 24 tahun ini pernah menjalani hukuman karena tulisan satir, mengejek perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda berjudul Als In Nederlander Was

Kemudian, seorang wartawan dan tokoh politik muda Indonesia, Liem Koen Hian yang lahir pada tahun 1897 di Banjarmasin pada tahun 1934, mengeluarkan kalimat semangat nasionalisme Indonesia. Sebagaimana dikutip oleh Daniel S Lev, Becoming an Orang Indonesia Sejati: The Political Journey of Yap Thiam Hien, special issue 1991, “Djikaloe pranakan Tionghoa dengan mendengar soeara hatinja maoe lengketken nasibnja bersama-sama orang indonesier pada tana Indonesia ini, ia poen moesti dianggap Indonesier sedjati.”  

Berkaca pada hal itu, kesimpulannya pemuda Indonesia kini dan akan datang, lihatlah sejarah masa silam. Jadi sebuah kewajiban, bahwa pemuda Indonesia tak boleh melihat masa lampau bangsa dengan mata gelap. Sebab masa lampau itu menyimpan segudang pengetahuan bagi bekal perjalanan masa depan bangsa dan negara Indonesia.

Pokok persoalannya adalah, pemuda Indonesia memasuki abad globalisasi ini akan mulai terancam dengan apa yang namanya penyakit-penyakit penghancur bangsa, sebagai musuh besar dan bentuk gaya penjajahan baru. Penyakit itu ialah pragmatisme politik, korupsi, hedonisme, dan kapitalisme. 

Pragmatisme politik, kaum muda terseret dalam dunia politik demi mengejar kekuasaan untuk kepentingan sesaat dan terbatas. Berpolitik menghilangkan etika dan nilai, asal mampu merebut kekuasaan demi mengejar kekayaan diri.  Pragmatisme politik itu mencari kebutuhan hidup di kancah politik, agar dapat bergelimang harta benda. Oleh karenanya, kaum muda terjebak oleh lembah gengsi, pragmatisme menghilangkan semangat perjuangan untuk seluruh rakyat.  Ambilah jalan pilihan yang sebagaimana didengungkan oleh Tan Malaka, bahwa Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda.

Korupsi, menanggalkan nilai-nilai keadilan. Kaum muda terjajah korupsi, mau kaya tanpa perjuangan keras. Mau sukses lewat jalan pintas, melabrak semua moralitas. Pemuda dan pemudi  Indonesia mesti waspada akan virus penjajah baru bernama korupsi. Saksikanlah di layar kaca berita nasional, dari kasus dugaan korupsi pajak, infrastruktur wisma atlet Hambalang, menyeret nama-nama yang masih berumuran muda. 

Apa mereka pikir, usia muda itu sebuah jenjang kesempatan umur panjang, punya rentang kesempatan hidup yang banyak, kapan pun nantinya bisa bertobat, akibatnya ada anggapan wajar berbuat kurang ajar?. Tapi apa pun itu, berkorupsi adalah berdosa, perbuatan tercela yang tidak perlu dibela untuk mereka yang berkorup. Apalagi Muhammad SAW, pernah berpesan, tidak halal bagi seseorang mengambil harta saudara-saudaranya kecuali dengan kerelaan saudaranya itu. (HR Imam Ahmad).  

Pemuda Indonesia mesti ramah penuh senyum optimisme_rizkiadriansyah

Berikutnya, perilaku hedonisme, menutut orang untuk bergaya hidup mewah-mewahan. Faktor inilah yang dapat menjerumus pada perilaku korupsi. Hedonisme begitu mudahnya melanda kaum muda, karena memang dikeseharian itu, serangan hedonisme  bisa kita mudah temukan di layar kaca televisi, internet, juga gedung-gedung pusat perbelanjaan. 

Memiliki uang melimpah ruah, menghabiskannya dalam waktu sekejap. Penggunaan uang hanya sebatas untuk hal-hal yang tidak penting, lebih mengejar kesan gengsi. Hedonisme seakan membutakan hati nurani, merasa ia hidup di dunia sendiri, orang lain mengalami susah bencana tak dihiraukan, asalkan kesenangan dan kemewahan pribadinya dicapai. 

Selanjutnya, kapitalisme, kaum muda bergerak sebatas mengejar dan mengumpulkan nilai-nilai materialistik. Ruh akan sosialisme tanpa jadi kamus hidup, hidup bersama berbagi tak ada lagi. Mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya walau melalui cara menindas itu sah dalam pola gerakan kapitalisme.  

Oleh Tan Malaka, dalam bukunya Semangat Muda (1926) digambarkan, sifat kapitalisme di jajahan, seperti Indonesia dan Asia lain, adalah berlainan sekali dengan kapitalisme di Belanda dan Eropa lain. Disana lahir dan majunya kapitalisme itu terbawa oleh keperluan negeri sendiri, sedangkan di sini lahir dan majunya kemodalan itu terbawa oleh keperluan bangsa asing.

Sebab itu di Eropa majunya kapitalisme itu dengan jalan menurut alam atau Organisch, sedangkan di Indonesia kunstamatig atau bikinan. Berpadan dengan hal itu, Kapitalisme di Eropa ada sehat dan sempurna, sedangkan yang di Indonesia verkracht atau terperkosa, seolah-olah sepokok kayu yang kena kelindungan.

Ironi, bila Indonesia terjadi demikian. Sia-sia perjuangan para pahlawan pendahulu bangsa. Sosiolog Iwan Gardono Sujatmiko mengibaratkan, pembentukan bangsa melalui dua fase, pertama melalui pernyataan Sumpah Pemuda 1928 bagaikan roh bangsa Indonesia yang sudah terbentuk, namun belum ada tempatnya. Kedua, saat proklamasi dikumandangkan 17 Agustus 1945 roh itu memasuki tubuh menjadi sosok yang utuh.  Kedua proses ini, terbentuk tidak sesederhana seperti yang dibayangkan.  

Mari pemuda, kita membangun bersama Indonesia yang jaya, menjadikan negara Indonesia terdepan dalam warga masyarakat global. Kuncinya tetap komitmen menerapkan Risalah Sidang BPUPKI, 1945, “Kebangsaan Indonesia yang bulat !. Bukan kebangsaan jawa, bukan kebangsaan Sumatra, bukan kebangsaan Borneo, Selebes, Bali dan yang lain-lain. Tapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat.”  

Tugas sekarang adalah, pemuda merawat Indonesia dengan mencoba melawan penjajah gaya baru seperti pragmatisme politik, korupsi, hedonisme, dan kapitalisme.  Karena, siapa lagi kalau bukan pemuda, sebagai generasi penerus bangsa. Apalagi Indonesia itu, proses pembentukannya penuh dinamika sejarah yang panjang, berproses, juga perjuangan yang mengorbankan banyak harta dan raga. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN