PEREMPUAN PERSEKUSI

Perempuan Persekusi
Oleh: Budi Susilo

PEREMPUAN memiliki peran penting dalam pembangunan tiap bangsa-bangsa. Termasuk di Indonesia sebagai konkritnya telah menjaminnya di konstitusi dan dalam kehidupan berbangsa dan negara. Satu pembuktian antara lain, adanya pemberlakukan dalam penanggalan masehi, di tiap tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini, simbol pergerakan emansipasi dan peningkatan derajat kaum wanita.

Melihat spesifik di Sulawesi Utara (Sulut), sebuah provinsi yang oleh pemerintah pusat telah dimasukan sebagai daerah koridor percepatan pembangunan di kawasan Indonesia Timur adalah sesuatu hal yang bernilai positif. Namun rasanya akan hambar, jika pembangunan infrastruktur di Sulut bergairah, tetapi tidak diimbangi oleh kemapanan tatanan sosial masyarakatnya yang kokoh, terutama kalangan perempuannya.

Infrastruktur jalan ring road akan dibangun, jembatan Soekarno penghubung Manado Utara dan Selatan segera akan rampung. Pelabuhan laut bertaraf internasional di Bitung akan tersedia. Penyediaan lahan pedestarian bagi pejalan kaki di pusat-pusat kota telah ada, bangunan-bangunan pusat perbelanjaan, hotel dan tempat hiburan telah marak, tetapi sisi positif ini jangan sampai membuat lengah masyarakatnya dan akhirnya jatuh pada kubangan hitam.

FOTO: Gara-gara pembatasan kartu kredit_kontan images beny rachmadi

Lihatlah sajian di berbagai media massa lokal belakangan ini, masih saja ada kejadian kasus perdagangan perempuan dari Sulut, belum lagi perkara cabul yang ramai di Pengadilan Negeri Manado menandakan semakin merambahnya kegiatan sex bebas di bawah umur, apalagi kasus aborsi yang dilakukan remaja pun terhitung banyak, sampai mencapai angka ratusan dengan melihat dari kasus Dr Elisabeth Rumah Bersalin Bunda Maria di Kota Manado.

Baru-baru ini di Januari 2012, provinsi Sulut berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS Sulawesi Utara, masuk peringkat empat secara hitungan nasional. Berdasarkan statistiknya, jumlah pengidap HIV/AIDS sudah menyentuh angka 979. Melihat kondisi ini, pergaulan anak muda generasi penerus bangsa diambang membahayakan. Perlu ada bimbingan, pengawasan, dan perlindungan yang baik.

Sebenarnya, berkaca dari kasus-kasus itu, yang paling dirugikan itu adalah pihak perempuan. Menjamurnya kasus-kasus hitam itu, membuat kaum perempuan berada pada posisi yang tertindas, lemah dibuatnya dan tak berdaya, masa depan pun sirna. Lalu, kemana selama ini organisasi perempuan ?, dimana pula peran pemberdayaan perempuan bentukan pemerintah ?, dan apa pengawasan yang dilakukan oleh para orang tua terhadap anak perempuannnya ? sudahkah pada jalan yang benar.

Apakah para individu-individu, lembaga, atau pun organisasi tertentu dan pihak pemerintah telah menyadarinya akan hal ini. Atau memang apa yang dikatakan oleh Sujatin Kartowijono (1982), di dalam bukunya berjudul Perkembangan Pergerakan Wanita Indonesia, benar-benar tidak di praktekan, dimana ia menyinggung, bahwa, "Harusnya ada semacam kemandirian kepengurusan organisasi penting dan ditentukan secara kolektif oleh anggota sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing perempuan."

Atau sengajakah memperlakukan perempuan secara persekusi. Hingga pergerakan kaum perempuan pelariannya pada hal-hal yang negatif, tidak memiliki saluran dan ruang yang membawa pada titik pencerahan bagi kaum perempuan itu sendiri.

Masih adanya peristiwa kelam, seperti perdagangan manusia, aborsi, sex bebas, pelarangan peroleh pendidikan, menjamurnya pemakaian narkoba, berarti masih terdapat persekusi di kalangan perempuan. Secara definisi, persekusi itu adalah pengingkaran hak-hak dasar manusia atas dasar dikriminatif dalam beragama, etnis, ras, budaya, gender atau identitas politik. Bila persekusi masih membumi pada perempuan, tentu perempuan akan terus bertahan di 'lembah hitam'

Posisi perempuan dalam pembangunan negara dan bangsa adalah hal terpenting, sangat dibutuhkan. Sebagaimana presiden pertama Republik Indonesia Soekarno pun pernah menyinggungnya dalam bukunya berjudul Sarinah: Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia (1951), bahwa "Soal wanita adalah soal masyarakat." Makanya tidak heran karakter wong cilik pada diri Soekarno terinspiratif dari sosok perempuan yang identik dengan pengasuh, pemberi banyak cinta kasih.

Karena itu, harusnya di tanah air ini, tidak ada lagi kata 'perempuan persekusi'. Secara aturan, perangkat hukum negara dan dunia telah menjaminnya sejak lama, seperti di Indonesia tertuang di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1978 tentang Peranan Wanita dalam Pembangunan dan Pembinaan Bangsa, bahwa pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria dan wanita secara maksimal di segala bidang, dan peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi pernannya dalam pembinaan keluarga sejahtera umumnya dan pembinaan generasi muda khususnya dalam rangka pembinaan manusia indonesia seutuhnya. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN