MIE AYAMNYA HABIS 70 MANGKUK

Mie Ayamnya Habis 70 Mangkuk
Oleh: Budi Susilo

CERITA bisnis kuliner tak ada habis-habisnya. Beragam media masa pun telah mengemasnya di program-program liputan. Tak kecuali di blog ini, yang sesekali untuk mencoba bercerita mengenai dunia bisnis kuliner dari kalangan masyarakat kecil menengah. Alasannya sih sederhana, karena bahas dunia bisnis kuliner itu selain menarik dan asik, semua orang pun suka.

Berbicara kuliner, lebih pasnya harus dimulai perut lapar terlebih dahulu. Supaya mudah menyimak dan masuk meresap di pikiran. Ini hanya pendapat pribadi penulis blog loh, mungkin saja akan beda dengan pandangan anda, silahkan saja tidak apa-apa berbeda pendapat, toh inikan sudah jamannya demokrasi, gak perlu gengsi-gengsi hati, bahwa opininya itu harus yang paling benar.

Nah, sekarang. Andaikata perut anda terasa lapar, jangan bingung, coba sekali-kali kunjungi alamat Lapangan Sepak Bola Kampung Ternate, Kota Manado, Sulawesi Utara. Pergi ke tempat ini bukan untuk berolahraga, apalagi menonton sepak bola, karena semua ini, tentu bukan jawaban pemecah solusi perut lapar anda.

Lokasi yang berdekatan dengan Mesjid Nurul Huda ini, ternyata ada tempat jajanan murah meriah, dan pastinya mengenyangkan perut orang dewasa. Cukup satu porsi, takaran mangkuk putih, perut anda akan terpuaskan, terasa kenyang oleh hidangan lezatnya.

Yah, inilah jajanan mie ayam Sukabumi ala pak Sumarna (56), yang biasa mangkal di lapangan sepak bola Kampung Ternate, lokasinya mudah dicari, strategis dan mudah dijangkau karena berada di pusat keramaian penduduk. "Pangsit Sukabumi buatan saya beda, belum ada ditempat lain di seluruh Manado," tuturnya, Selasa (3/4/2012).

Sejak mangkal ditempat tersebut, berdasarkan pantauan, mie ayam buatan pak Sumarna terbilang laris, banyak orang yang menyukainya. Tiap menit, berganti pembeli pangsit. Ada konsumen pergi usai membeli dilanjutkan konsumen lain datang lagi untuk membeli. Begitulah atmosfir pelanggan yang dimiliki pak Sumarna. Tua, muda, pria dan wanita menyukai mie ayam buatannya.

"Pelanggan saya itu dari mana-mana. Tidak hanya daerah seputaran Kampung Ternate. Banyak juga orang-orang yang bekerja sebagai pedagang, pejabat, siswa yang bungkus mie saya, untuk dibawa pulang, makan di rumah," tutur pria yang setiap harinya berjualan memakai kopiah ini.

FOTO: Pak Sumarna di posisi kiri berpose di depan kamera foto bersama budisusilo_rizkiadriansyah

Merintis bisnis mie ayam Sukabumi bukanlah persoalan sepele, butuh perjuangan keras, banting-tulang untuk peroleh keberhasilannya, karena menurut Sumarna, prinsip inilah yang terpenting, dan modal dasar dalam menggarap jualan mie pangsit Sukabuminya. "Saya mulai berdagang itu jam 6 sore, selesainya sampai tengah malam, sampai habis mie-nya. Ya kadang- kadang selesai sampai jam 12 malam," tutur pria kelahiran Sukabumi 17 Agustus 1960 ini.

Bagi dirinya, berjualan mie pangsit Sukabumi itu sebenarnya sudah makan asam garam. Pasalnya di tanah kelahirannya di Jawa Barat, ia sudah berdagang mie sejak tahun 1990-an, bahkan ilmunya pun telah ia tulari ke orang-orang Sukabumi lainnya. Dan kini, terhitung di awal 2011, ia mencoba peruntungannya dagang mie Sukabumi di Kota Manado.

"Datang ke Manado cari tempat baru. Mie jualan khas saya belum ada di Manado, jadinya saya buka saja disini, apalagi kebetulan anak saya juga sudah lama tinggal di Manado, bekerja di sebuah perusahaan elektronik," kata warga asal Desa Sukasirna Kecamatan Cibadak, Kampung Bangkuwong ini.

Seperti berlayar ke tengah laut, diterpa ombak dan dihempas tiupan angin kencang, beginilah yang dirasakan oleh pak Sumarna dalam menekuni bisnis kuliner mie ayam Sukabumi, banyak tantangan rintangan yang mesti dihadapi tanpa kenal lelah. Misalnya, menghadapi ketidakpastian harga-harga bahan baku yang terkadang terus naik. Belum lagi, ancaman perilaku kriminal saat ia mendorong gerobaknya pulang ke rumah pada tengah malam.

"Saya pernah dikerjai orang tidak dikenal, yang niatnya mau memeras saya, tapi untungnya niat orang itu tidak jadi, karena saat itu ada orang-orang yang membela, membantu mengamankan saya," ungkapnya, yang memimpikan di tahun kedepan sudah bisa membuka toko mie ayam Sukabumi.

Lalu rintangan lainnya adalah saat cuaca hujan turun deras. Namun ia pun tetap berkomitmen jualan, mangkal di lapangan sepak bola Kampung Ternate. Bermodalkan terpal plastik biru, ia jadikan sebagai pelindung curahan air hujan agar tetap bisa berjualan.

"Nasib kalau hujan deras, hujannya lama berhenti, pasti pembelinya sepi. Tapi kalau cuma hujan rintik, lalu hanya turun sebentar, orang banyak yang ke luar untuk jajan mie," katanya, diakhiri dengan senyum simpulnya.

Menurutnya, pilihan sebagai pedagang mie ayam Sukabumi itu sudah jodohnya. Walau di usianya yang setengah baya, tidak ada kata menyerah. Tetap semangat, apalagi bermalas-malasan di usai tua. "Saya berjulan mie sampai saya tidak mampu lagi berjualan, tidak bisa lagi berjalan, tidak bisa bergerak saya akan berhenti. Ya mungkin akan diteruskan ke anak-anak saya kalau memang mereka ada yang berminat meneruskan dagangan saya," ungkapnya.

Pastinya, merasakan mie pangsit pak Sumarna serasa akan berumur panjang, seperti mie kuningnya yang panjang itu loh. Sebab kenapa, karena racikan masakan pak Sumarna memakai bumbu teristimewa, khas gaya masakan ala Jawa Barat Sukabumi, yang tak ada di Kota Manado sehingga membuat kita akan terus berusaha untuk kembali datang, menemui gerobak pak Sumarna untuk memesan dan berlama-lama untuk menikmati masakan mie pangsit pak Sumarna.

Hal ini sesuai sejarah penamaan daerah Sukabumi, yang namanya diambil dari bahasa Sunda, yaitu Suka-Bumen, yang bermakna bahwa kawasan yang memiliki udara sejuk dan nyaman, membuat orang-orang suka bumen-bumen atau menetap.

Ketika mencoba merasakan mie ayam buatannya, serasa gurih, sedap, dan rasanya membuat selera makan, hati mengungkapkan selalu ketagihan, saat mie pangsitnya yang beraroma kari ayam tersebut mendarat di lidah kita.

Mie ayam Sukabumi pak Sumarna lebih nikmat disantap dalam kondisi hangat, lebih tepat dalam kondisi iklim dingin dan di malam hari. Karena jenis masakan ini, memang terlahir dari kondisi geografis Sukabumi yang berkarakteristik iklim tropis basah dengan curah hujan yang dipengaruhi oleh angin muson yang bertiup dari daratan Australia dan Asia, serta berada di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang bersuhu sejuk dingin.

Kesibukannya melayani pembeli, bapak berumuran 52 tahun ini dibantu oleh seorang istrinya, bernama Mu'aa (40). Meski begitu, pak Sumarna pun tetap sibuk, meracik menyajikan santapan mie pangsit sedangkan istrinya itu bagian memungut piring kotor bekas makan konsumennya untuk dicuci bersih. Pak Sumarna itu tak henti bekerja, berkejaran dengan waktu untuk mencapai hasil penjualan mie secara maksimal.

"Kalau ramai-ramainya itu jam sore. Banyak sekali yang datang, sampai tidak berkesempatan duduk, harus berdiri meracik mie ayamnya," katanya yang saat itu akan menutup jualannya di pukul 22.00 Wita.

Gerobaknya yang hijau tua beroda tiga dan bercampur seng silver, tentu berikan ingatan para pengunjung penikmat mie ayamnya. Pasalnya, di deratan itu, ada juga beberapa pedagang kaki lima yang menjual kuliner, misalnya tukang gorengan yang bergerobak warna silver dan pedagang nasi goreng bergerobak hijau. Jadi mau cari jualan mie pangsit pak Sumarna dijamin mudah.

"Harga yang saya tawarkan Rp 9 ribu. Sudah saya naikan di awal Maret, karena semua barang- barang bahan bakunya saat itu juga ikut naik. Dulu sebelum ada isu kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) saya kenakan Rp 8 ribu," ungkap pria beranak enam ini.

Namun peristiwa strategi penarikan subsidi BBM oleh pemerintah pusat untuk hindari jebolnya anggaran negara itu, agak membuat jumlah konsumen pak Sumarna berkurang. Ia mengungkapkan ada sekitar 20 pembeli yang tidak lagi jajan pangsit Sukabuminya. Tapi penurunan penjualan ini, jelasnya, dirasakan hanya berlangsung selama seminggu, ketika dihitung dari jadwal kenaikan harga mie pangsitnya di awal Maret. "Mungkin orang-orang sempat kecewa saya naikan, tapi lama-kelamaan para konsumen bisa memaklumi pangsitnya naik harga," ujarnya.

Terbukti, tidak berlangsung lama, di pertengahan Maret 2012, mie pangsit pak Sumarna kembali masuk jajaran kuliner favorit warga Kota Manado. Kegiatan penjualannya kembali bergairah, roda bisnisnya berputar kencang, bagai jamur yang tumbuh banyak dimusim penghujan, gerobak pangsitnya dikerumuni banyak pembeli. "Tidak lama kemudian mie saya kembali banyak yang beli. Jualan saya itu sudah bisa capai 60 mangkuk dalam seharinya, tapi kalau ramai-ramainya bisa menghabiskan sampai 70 mangkuk," urainya. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN