PAKTA INTEGRITAS HANYA POPULARITAS

Pakta Integritas hanya Popularitas
Oleh: Budi Susilo

BICARA korupsi di negari ini tidak ada habisnya. Upaya pencegahan, penindakan sampai penumpasan korupsi selalu mewarnai dapur redaksi media massa, masyarakat terus disuguhi konsumsi berita korupsi. Apakah ini buah dari hasil reformasi, sebuah titik masa berakhirnya pemerintahan rezim orde baru.

Ribut-ribut korupsi, ramainya tak kalah dengan kabar tentang penarikan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) dan kenaikan tarif dasar listrik oleh pemerintah. Apakah memang korpusi itu bagai makanan sehari-hari di negeri ini, hal yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan. Rasanya tidaklah tepat, tapi inilah realitas yang telah terjadi.

Tujuan suci memasuki era reformasi itu memerangi korupsi, sebagaimana yang banyak didengungkan kalangan aktivis reformis, biang kerok korupsi itu digawangi saat di jaman pemerintahan Orde Baru, tetapi fakta sampai kini 2012, masalah penyakit korupsi tidak terobati, perilaku berkorupsi sekolah tak henti-henti tanpa jeda dan mati. Apakah ini bagian bentuk perwujudan wajah munafik negeri ini.

FOTO: Penandatanganan pakta integritas pejabat_rizkiadriansyah

Para penyelenggara negeri ini rajin mencitrakan langkah dan sikap tegas melawan korupsi. Berkomitmen untuk membenci penyelanggaraan yang melandaskan pada tindak pidana korupsi. Apa betul ? tentu jawabannya ada di seluruh rakyat Indonesia, sejauhmana mau bertekad menjauhi korupsi yang seolah telah membudaya di negeri ini.

Kartini Kartono, dalam bukunya yang berjudul Pathologi Sosial, terbitan 1983,memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan
formal, misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata untuk memperkaya diri sendiri.

Upaya mengganyang virus korupsi di Sulawesi Utara, misalnya. Wali kota dan bupati se‑Sulawesi Utara telah menandatangani pakta integritas. Pakta integritas ini berupa dokumen yang berisi tujuh poin pernyataan atau janji kepada diri sendiri dan tentang komitmen untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawab, wewenang, dan peran sesuai dengan perundang‑undangan .

Pakta integritas ini juga merupakan komitmen para penyelenggara negara mengenai kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, serta komitmen menjaga integritas moral sebagai penyelenggara pemerintahan. Antara lain, menarik uang kas daerah tanpa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), penyelenggara pemerintahan juga tidak boleh menggunakan uang persediaan di bendahara untuk kepentingan pribadi, menggunakan uang retribusi pajak secara langsung.

Kebijakan Gubernur Sulut SH Sarundajang tersebut mengacu pada program pemerintah pusat berdasar Inpres nomor 17 tahun 2011 tentang Pemberantasan Korupsi dan Inpres nomor 19 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI nomor 49 tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta Integritas di lingkungan Kementrian, Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Perlu diapresiasi, atas upaya positif yang dilakukan pemda Sulut itu. Tentu butuh bukti, bukan janji di atas kertas, apalagi sekedar mengejar popularitas pemerintahan semata. Ada banyak pekerjaan rumah yang masih belum teratasi. Nilai keadilan dan mewujudkan pemerintahan yang bersih serta transparan masih sebatas penantian dan berarti penilaiannya, pakta integritas itu hanya sebatas popularitas, tak berisi seperti tong kosong nyaring bunyinya.

Misalnya berkaca dari pembentukan Komisi Informasi Publik Sulut sampai sejauh ini belum dipastikan eksistensinya, padahal lembaga ini adalah bagian bentuk perwujudan pemerintahan yang baik dan demokratis, bersih dari unsur korupsi, serta transparan sesuai amanah konstitusi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Tapi fakta yang terjadi Pemda Sulut beralasan masih sibuk, memiliki banyak pekerjaan yang belum tertuntaskan, akhirnya sampai pertengahan Maret 2012 ini komisi tersebut belum juga ada. Inikah yang namanya rasa bijak dari para penyelenggara negeri ini.

Baru-baru ini ada mantan pejabat di pemerintahan Kota Manado yang terseret kasus korupsi Rusunawa, merugikan keuangan negara sampai Rp 290 juta tetapi hukuman yang diperoleh hanya penjara 1,5 tahun, dengan denda Rp 50 juta. Orang ini telah terbukti melanggar pasar 55 ayat 1 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Coba bandingkan dengan kasus seorang bapak tiri dari Kampung Ternate Kota Manado yang terbukti secara sah menyetubuhi anaknya yang masih di bawah umur dengan hukuman penjara 6 tahun penjara. Berkaca dari ini, ternyata mereka yang melakukan pidana korupsi bagai besi, kuat dan berpengaruh. Hukum itu menyerupai sarang laba-laba, yang terjerat hanya mereka yang kecil-kecil dan tak memiliki kekuatan.

Lalu kembali pada benang merah pakta integritas di Sulut, apakah akan bagai macan ompong, manis di atas kertas dan menjadi sisi kenyataan kehidupan yang pernah diungkapkan oleh Habib-ur-Rahman Khan di buku Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, tahun 2000, bahwa "Dunia modern sepenuhnya menyadari akan problema yang akut. Orang demikian sibuk melakukan penelitian, seminar-seminar, konferensi-konferensi internasional dan menulis buku-buku untuk mencoba memahami masalah kejahatan dan sebab-sebabnya agar dapat mengendalikannya. Tetapi hasil bersih dari semua usaha ini adalah sebaliknya, kejahatan bergerak terus."

Dalam pandangan Wertheim, di dalam buku Mochtar Lubis 1977, berjudul Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri, menyatakan, "Seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi."

Ditambahkan oleh Wertheim disitu, "Balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya dan kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi." Jadi jelaslah, ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.

Sementara oleh Nyoman Serikat Putra Jaya, 2005, dibukunya Tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia, dikatakan, "Tindak pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tidak hanya dilakukan oleh Penyelenggara Negara, antar Penyelenggara Negara, melainkan juga Penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara."

Karena itu, keberadaan pakta integritas sebagai alat untuk melawan musuh korupsi itu, dikembalikan lagi ke diri masing-masing individu penyelenggara pemerintahan Sulut ini. Sebagaimana dikemukakan oleh Hermien Hadiati Koeswadji, dalam bukunya 1994, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi bahwa, "Setiap tindakan atau perbuatan manusia ditentukan oleh kepribadian dan sikap kejiwaan dari mereka yang melahirkan tindakan/atau perbuatan tersebut dan juga oleh efek dari tindakan di alam lahir atau dunia luar." Dan bila ternyata individunya tetap bermental busuk, maka hasilnya pun pahit, pakta integritas cuma ajang cari popularitas, dimungkinkan republik ini tentu akan bubar.

Sebenarnya ada hal sederhana bila ingin pakta integritas itu efektif, syaratnya adalah, sebagaimana yang dikumandangkan oleh Baharudin Lopa, di buku R. Dyatmiko Soemodihardjo, 2008, Mencegah dan Memberantas Korupsi, Mencermati Dinamikanya di Indonesia, bahwa, "Mencegah kolusi dan korupsi tidak begitu sulit, kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan golongan." Sebagai penutup, mewakili seluruh rakyat Indonesia ucapkan salam grak tuk kebaikan. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN