'REFORMASI' BERKORUPSI

'Reformasi' Berkorupsi
Oleh Budi Susilo

PAGI hari, Jumat 9 Desember 2011, pada pukul 08.17 Wita sudah dapat kiriman pesan dari seorang teman yang ada di Jakarta melalui pesan singkat di telepon genggam, "Berikan kami polisi dan jaksa yang baik, maka dengan peraturan yang buruk pun hukum bisa ditegakan." 

Kutipan yang disampaikan ini mengutip pendapat dari seorang pakar hukum Prof Taverne. Maklumlah teman saya mengutip dan menjadikan pesan singkat karena memang bertepatan dengan peringatan Hari Anti Korupsi se-dunia 2011.

Kantor aparat penegak hukum kepolisian Polresta Manado (photo by budi susilo)

Mengangkat topik bahasan persoalan korupsi di negeri ini seolah tidak ada habisnya. Kala itu usai presiden Soeharto lengser dari kekuasaan pemerintahan orde baru di tahun 1998, didengkungkan banyak orang reformis sebagai rezim yang penuh korup dan nepotisme.

Tetapi anehnya, sampai melewati tahun 1998 ini, yang merasa mengaku sebagai periodesisasi reformasi, upaya penegakan hukum pidana korupsi masih jauh panggang dari api, sebab pemberantasan gejala penyakit korupsi di reformasi ini bagai halilintar menggelegar yang menghantam menara penangkal petir, di awal terlihat heboh bombastis melawan korupsi, usai itu hilang tanpa ada pengaruh berarti.

Belakangan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan stratifikasi lembaga terkorup di Indonesia yaitu diperingkat pertama Kementrian Agama, kedua Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta di posisi ketiga Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Belum lagi hebonya, virus korupsi pun telah merambah ke para generasi muda bangsa. Padahal golongan ini termasuk turunan yang digadang-gadangkan sebagai pewaris perjalanan bangsa Indonesia yang beradab, sejahterah dan sehat sentosa.

Sebab berdasarkan temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil (PNS) muda memiliki rekening miliaran dari luar gaji standar yang diterimanya.

Mahasiswa di Kota Manado berunjuk rasa (photo by budi susilo)

Munculnya fenomena ini di permukaan tentu sangat menampar reformasi birokrasi, mencederai nilai luhur perjuangan visi misi kaum reformis. Apakah ini memang yang dinamakan reformasi, mengubah keadaan untuk berkorupsi lebih ganas.

Di orde baru, berkorupsi itu di bawah meja tidak terlihat dilakukan secara diam-diam, tetapi di reformasi ini diperlihatkan secara vulgar di atas meja dan bahkan lebih rakusnya lagi, mejanya pun turut ikut ditilap juga, sungguh menyedihkan bukan, inilah panggung dari sebuah reformasi berkorupsi, banyak jalan dan cara baru melakukan tindak pidana korupsi.

Padahal secara jelas, di agama pun telah lama melantunkan dalil apa itu korupsi, yakni perbuatan yang berdosa karena merugikan banyak umat. Semisal disinggung dalam Al Quran "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (cara berbuat) dosa padahal kamu mengetahui." Al Baqarah 188.

Dan "Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu." An Nisa ayat 29.

Karena itulah dari Sabang sampai Marauke, mari kita sadari bersama, merenungkan kembali bahwa jangan jadikan Republik ini masyarakat yang bersistem busuk, tidaklah menjadikan korupsi sebagai satu-satunya hamba kehidupan.

Jangan memperkaya diri dan yang lain para orang miskin dan tertindas dianggap persetan. Tentu bila korupsi tetap sebagai industri yang menjanjikan, maka negeri ini akan tetap menjadi negara utopia kesejehateraan dan keadilan. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN