CANDI TERSISIH ZAMAN KAPITALISTIK

Candi Tersisih Zaman Kapitalistik
Oleh: Budi Susilo

TIUPAN angin sore Pantai Candi Kota Bitung kala itu menjadi pelengkap menunggu waktu malam. Ombak memecah di pesisiran pantai, duduk di pinggiran pantai memandangi beberapa orang bermain ditepian pantai, ceria canda di perairan pinggir pantai Candi.

Atmosfir ini yang dirasakan ketika berada di kampung gusuran ex Candi, Minggu 4 Desember 2011. Anak-anak, remaja bahkan orang tua menyatu dalam kebersamaan menikmati hiburan renang di pinggir Pantai Candi.

Berenang di pantai itu dapat sedikit melunturkan rasa kesedihan rakyat atas persoalan carut marutnya konversi energi minyak tanah ke gas yang belakangan terjadi, atau pula derita atas polemik gusuran wilayah Candi oleh seorang kapitalis yang mampu meleburkan kekuatan pemerintah daerah setempat.

Sebagian besar di lingkungan Candi banyak yang bekerja sebagai nelayan. Walau sebagian besar warga sudah tergusur mengungsi ke Wangurer Barat dan Girian Indah masih ada segelintir orang berdiam di gusuran ex Candi, bertahan demi memudahkan mengais rezeki.

Kacang tidak lupa akan kulitnya, hal inilah yang dipegang warga ex Candi yang telah bermigrasi di Wangurer Barat dan Girian Indah, setiap waktu luang mengunjungi pantai Candi entah itu sekedar berwisata mandi pantai atau pun berkomit menekuni sebagai pekerja nelayan.

Karenanya, harapan ke depan andaikan lahan telah disulap menjadi daratan bangunan, para nelayan Candi yang merupakan nelayan kelas teri diberikan wadah dalam bentuk dermaga sebagai tambatan perahu, masih bebas kunjungi pesisiran Pantai Candi.

Lokasi komunitas nelayan di Candi sangat berarti bagi kelanjutan kegiatan nelayan. Hal ini jangan dibiarkan bila Kota Bitung tidak ingin terjadi ledakan pengangguran yang ujungnya menelurkan tingginya kriminalitas.

Apalagi sebagian besar, banyak generasi yang lahir ditempat ini berakses pendidikan rendah. Lengkaplah sudah ketimpangan sistem kehidupan di Bitung. Pemerintah dan kaum kapital semestinya sadar, mulailah berpikir dan niatkan tekat majukan mereka, lihatlah bagaimana kehidupan kaum nelayan Candi sekarang ini.

Ada banyak anak-anak nelayan Candi terhenti mengenyam pendidikan formal. Paling tinggi para anak nelayan Candi mampu sekolah hanya sampai di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ini pun hanya sebagian kecil bahwa mayoritasnya itu adalah putus sekolah pada tingkat dasar dengan alasan rendahnya kemampuan ekonomi.

Persoalan krisis akses pendidikan akan menjadi ancaman Kota Bitung. Pasalnya ke depan persaingan sudah mengglobal, Kota Bitung membutuhkan sumber daya manusia yang kompetitif dan andal, mampu berperan dalam proses pembangunan kemajuan daerah Bitung.
Kedepan generasi nelayan Candi diharapkan tidak menjadi sekedar penonton di rumahnya sendiri, tetapi dapat menjadi aktor pemain pengisi kegiatan perekonomian. Bekerja cerdas, hasilkan torehan prestasi gemilang kejayaan Indonesia terkhusus Bitung dengan pra syarat sedari dini dipupuk bekal ilmu pendidikan yang memadai serta berkualitas.

Pendidikan itu hal penting dalam membangun sebuah peradaban bangsa. Karena itulah setiap warga negara tanpa terkecuali pun dirasa wajib menutut ilmu, negara melalui fungsi dan peran pemerintah harus mamu berikan kemudahan warganya memperoleh pengetahuan melalui pendidikan formal.

Angin sejuk yang ditunjukkan pemerintah Kota Bitung dengan memberikan porsi anggaran pendidikan 35 persen sesuatu langkah yang baik, patut di apresiasi dan karena itu syarat mutlak penyalurannya pun oleh pemerintah harus sesuai prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tetapi andaikata amanah ini ternyata dicederai dengan gerakan koruptif dan nepotisme oleh lingkungan birokrat maka Kota Bitung dijamin sulit menemui pintu gerbang pencerahan yang gemilang. Selalu tertinggal, jadi daerah yang murka yang selalu dihantui drakula birokrat penghamba kapitalistik kikir. ()

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN