HAK BERPOLITIK PNS

Hak Berpolitik PNS
Oleh: Budi Susilo

BAGI Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintah Kota (Pemko) Bitung Sulawesi Utara mungkin melewati libur panjang Idul Fitri 1432 Hijriah, menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran terpusat di kegiatan keluarga, kerabat dan para sahabat. Dan sekarang, usai masa liburan, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun kembali berangsur normal jalani aktivitas kerja.

Memulai hari baru jadwal kerja, dalam penampilan perdana Walikota Bitung Hanny Sondakh mempimpin Apel masuk kerja PNS di lapangan Gedung kantor Wali Kota Bitung, Senin (5/9/2011). Pada kesempatan tersebut, sang nahkoda Bitung memberikan pengarahan kepada seluruh PNS yang hadir dalam apel tersebut.

Wali Kota berlatar belakang pengusaha ikan itu menganjurkan kepada PNS Kota Bitung agar bekerja dengan baik dan benar, jangan terlibat dengan dunia politik. Karena saat ini banyak sekali kepentingan politik mengalahkan hal-hal yang benar. Sebab dalam pandangannya, politik itu bisa mengubah apa saja seperti hitam jadi abu-abu dan abu-abu jadi hitam.

Ada benarnya pola pikir yang dilempar oleh Hanny Sondakh untuk jaman sekarang, namun rasanya itu terlalu berlebihan, seorang pemimpin itu harusnya tak boleh paranoid terhadap dunia politik. Padahal ia sendiri pun memakai haknya untuk berpolitik namun kenapa PNS lain yang notabene bawahannya tak diperbolehkan berpikir politik, aneh rasanya melarang orang untuk berpolitik. Ingat PNS itu juga manusia.

Sebagai seorang pemimpin sejati seharusnya ia menekankan PNS untuk gunakan hak politiknya pada tempat yang benar, jangan mengambil sikap untuk melarangnya. Harusnya ia melakukan pengajaran, menebarkan pendidikan etika politik yang mapan.

Hanny Sondkah idealnya harus menganjurkan dan menilai politik itu sebagai asosiasi tindakan-tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai moral. Imbauan ke PNS, gunakan hak berpolitik untuk melakukan segala tindakan sesuai budi pekerti, moral dan akhlak mulia. Jangan anggap selalu fakta ironi bidang politik itu menjadi konotasi yang tidak terhormat.

Dalam pengetahuan ilmu politik bila disandingkan dengan kinerja sebuah pemerintahan adalah dua mata sisi uang yg tak terpisahkan, satu sama lain saling kebergantungan. Politik itu sebagai kendaraan untuk capai kemampuan pemerintahan kuat dan baik.

Sebab politik itu, dalam teori murni yang disinggung Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik (1977), politik bertujuan untuk mencapai cita-cita bersama. Keadilan dan kesejahterahan bagi seluruh rakyat, bukan segelintir kelompok, golongan apalagi pribadi.

Namun harus diingat secara mendalam, bukan berarti para PNS itu memiliki hak mutlak berpolitik, tetapi tak diimbangi dengan pola pikir politik yang suci dan berbudipekerti. Pegang teguh politik idealis yang beradab agar tujuan bermasyarakat berbangsa dan bernegara mampu dicapai bersama demi Kejayaan Indonesia.

Kita tentu berharap kepada mereka para PNS sebagai penyelenggara negara yang berpikir politik tidak semestinya pula melakukan politik yang sebagaimana digambarkan oleh Frederic Bastiat, negara yang dalam prakteknya terdiri dari para menteri kabinet, birokrat, orang-orang seperti umumnya orang menyimpan hasrat untuk memperbesar kekayaan dan pengaruh.

Bagaimana cara berpolitik yang dijalankan sesuai alur. Hal ini dapat dilakukan andaikata telah memiliki modal utama berupa kemapanan intelektual dan moral, sebagaimana disinggung oleh William Bluhm (1981) dalam Theories of The Political System: Classics of Political Thought and Modern Political Analysis, bahwa kebaikan manusia itu ditentukan dalam fungsinya dengan menggunakan aktivitas rasio berbasis intelektual dan moral.

Andaikata para PNS Pemko Bitung bergairah dalam politik itu menandakan sebuah langkah kemajuan, bagian dari gejala pertumbuhan ekonomi sebab menurut analisis Muhammad Chatib Basri dari CReco Research Institute, pertumbuhan ekonomi mendorong kemunculan kelas konsumen baru yang memberi dampak di bidang ekonomi dan politik. Hal ini membentuk sikap kritis tuntutan tingkatkan kualitas pelayanan jasa publik, kondisi ini menjadikan pemerintah tidak hanya berfokus pada akses tapi juga kualitas.

Dan kualitas pelayan publiklah yang diharapkan oleh rakyat secara keseluruhan. Selama ini birokrasi kita dikenal menyulitkan, membingungkan, dan lamban meski melimpah para tenaga birokratnya. Dalam pandangan Armen Alchian, di karyanya Uncertainty, Evolution and Economic Theory (1950), sebagai pelaksana sektor publik diperlukan pandangan ke depan dan pertimbangan rasional menyangkut model-model administratif alternatif. Semoga hal ini terwujud dalam para jongsrakyat kita, agar dapat menuju kejayaan Republik Indonesia. ()

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN