KETEDUHAN URBAN PESISIR BITUNG SIRNA

Keteduhan Urban Pesisir Bitung Sirna
Oleh: Budi Susilo

ATMOSFIR perkotaan pinggiran pantai Kota Bitung seolah padang pasir yang tandus. Di daerah titik-titik tertentu kesan yang ada kurang memberikan pencerahan perjalanan. Satu contoh di sepanjang jalan utama Wangurer sampai Madidir berdebu serta dipenuhi asap polusi kendaraan bermotor yang belalu-lalang.


Saat melintas, Sabtu (9/7/2011), sekitar pukul 11.00 Wita jalan dilokasi Madidir diramaikan puluhan mobil, motor bahkan truk besar pengangkut barang. Geliat aktivitas warga mencolok seolah kota itu selalu berdinamisasi tanpa mati seperti komplek pemakaman pada umumnya.

Terik matahari yang panas menambah suasana semakin gersang dilokasi tersebut. Tentu mereka yang merupakan pejalan kaki merasa terganggu dan tidak menyehatkan karena debu pasir berterbangan akibat dari beberapa proyek pengerukan tanah disekitar daerah Madidir itu. Mau nggak mau, harus tutup hidung kalau lewat. Jalan berdebu bisa ganggu kesehatan. Inilah pengalaman pertama singgah di urban pesisir pantai Bitung, kurang menggoda untuk menempatinya.

Terlebih, baru-baru ini, Jumat (8/7/2011), Procaster Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Sam Ratulangi meramalkan Sulawesi Utara (Sulut) memasuki musim kemarau karena adanya pola tekanan rendah di Filipina. Sehingga massa udara di utara Australia, bergerak dari selatan menuju utara.

Berdasarkan penjelasan ramalan itu, musim kemarau yang terjadi di Sulut karena mundur dari jadwal normalnya. Seharusnya musim kemarau terjadi pada Mei, namun saat ini baru terjadi pada Juli. Hal ini terjadi karena beberapa bulan lalu pengaruh La nina masih cukup kuat. Coba bisa dibayangkan saja nanti, ketika Bitung diselimuti musim kemarau rasa panas membaranya minta ampun tersiksanya bukan kepalang.

Selain itu terpisah, saat pagi menjelang siang, sekitar pukul 10.30 Wita jalanan yang berada di bilangan Jalan Walanda Maramis Kota Bitung, sempat dikebuli asap buangan mesin penggarap proyek aspal jalan, Selasa (12/7/2011). Padahal di lokasi tersebut, berdekatan dengan papan reklame jalan yang bertuliskan. "Mari Kita Raih Adipura Kelima di Kota Bitung," dengan tampilan warna dasar reklame biru.

Di reklame yang memuat foto Wali Kota Bitung Hanny Sondakh dan Wakil Wali Kota Max J Lomban tersebut pun berisi tulisan imbauan agar memelihara kebersihan lingkungan, meningkatkan kegiatan pengomposan, melakukan pemilahan sampah daur ulang, memelihara pohon-pohon.


Adanya keberadaan mesin yang biasa disebut spleir, mengeluarkan asap hitam. Mesin tersebut merupakan pengolah cairan aspal hitam. "Sebelum aspal di tumpahkan ke jalan, aspal terlebih dahulu dipanaskan di spleir supaya cair," ujar petugas pengaspal jalan yang saat itu mengenakan kaus t-shirt hitam.

Benda itu diletakan dipinggir jalan yang beralamat di Kelurahan Madidir Weru, Kecamatan Bitung Tengah Kota Bitung provinsi Sulawesi Utara. Namun sesekali ada tiupan angin, asap buangan dari cerobong mesin tersebut lari ke arah jalan yang dapat mempengaruhi pandangan dan pernapasan pengguna jalan

Berbeda dengan kondisi Kota Tomohon, berada dilokasi dataran tinggi, berimbun pepohonan masih rindang berdiri kokoh dan tidak menjamurnya pabrik industrialisasi memberikan atmosfir kenyamanan bagi penghuninya, terutama saat berjalan kaki.

Bitung yang konon namanya diambil dari sebuah pohon yang tumbuh di daerah utara Jazirah Pulau Sulawesi berada di geografis di antara 1o23'23"-1o35'39"LU dan 125o1'43"-125o18'13"BT dan luas wilayah daratan 304 km2.

Khusus di bagian timur mulai dari pesisir pantai Aertembaga sampai dengan Tanjung Merah di bagian barat, termasuk daerah Madidir dan Wangurer merupakan daratan yang relatif cukup datar dengan kemiringan 0 sampai 150, sehingga secara fisik dapat dikembangkan sebagai wilayah perkotaan, industri, perdagangan dan jasa

Belakangan ini Kota Bitung telah dikenal sebagai wilayah yang kedepannya akan dikembangkan sebagai kota berbasis Industri di kawasan provinsi Sulawesi Utara. Resikonya tentu akan dibanjiri bangunan beton pabrik dan akan dilewati banyak kendaraan truk pengangkut besar. Semakin lengkaplah sumpeknya udara pesisir Bitung, polusi gas buang emisi truk berkombinasi dengan limbah buang cerobong asap mengancam keteduhan pemukiman warga setempat.

Kota berpuluh pabrik sumpek pengap, menguap asap cerobong industri, seolah mencekik leher hirup buruk, mual rasanya ingin meledak layaknya bom waktu. Belum lagi ketambah debu kotoran bebas berterbangan. Terik mentari menerpa raga rapuh. Polusi hampiri datang dari kanan dan kiri seolah berada di neraka jahanam.

Apalagi telah ada konsep perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus, Bitung jadi primadona bagi para investor untuk mendirikan pabrik. Beberapa lahan kosong yang ditumbuhi berbagai tanaman hijau otomatis akan disulap menjadi beton bangunan sebuah simbol kebanggaan kaum kapitalisme.

Menurut Hengkie Wowor, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung, belum lama ini menuturkan, beberapa lahan di pesisir pantai dijadikan kawasan pabriksasi perikanan. "Nantinya daerah pesisir jadi kawasan khusus industri ikan. Tidak cocok untuk pemukiman penduduk sebab kami akan arahkan ke dataran tinggi," ujarnya belum lama ini.

Melihat kondisi itu tentunya pengamat Tata Kota Sulut, Novianti menuturkan, di tataran nasional Kota Bitung sudah menjadi kota kepentingan nasional, segala hal berkaitan program nasional Bitung menjadi lokasi ideal, sebagai pusat kawasan ekonomi khusus. "Arahnya sebagai kota industri. Di tingkat pemerintah pusat telah didukung," ujarnya.

Namun bukan berarti sebagai kota industri mengabaikan faktor kelestarian lingkungan alam. Semuanya harus mengacu pada konsep ramah lingkungan agar tetap memberikan kenyamanan dan keteduhan. "Pemko Bitung harus sediakan lahan 30 persen untuk lahan terbuka hijau," tutur Novianti yang juga Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia ini.

Perempuan asal tanah Jawa ini menambahkan, langkah tepat yang diambil pemko Bitung harusnya membuat perangkat hukum dalam bentuk peraturan daerah (perda) mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). "Di dalam rancangan perda RTRW harus masukan konsep 30 persen untuk terbuka hijau," tegas Novianti.

Semoga saja hal itu jadi pertimbangan dan masukan yang positif bagi perkembangan Kota Bitung kedepan. Terpenting ada kemauan dan komitmen dari pemerintah kota, swasta dan masyarakatnya untuk menciptakan kota Bitung yang maju dalam hal ekonominya maupun kelestarian alamnya agar merindangi perlindungan warga masyarakatnya. ()

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN