BOCAH SUMOMPO MENYULAP SAMPAH JADI UANG

Bocah Sumompo
Menyulap Sampa
h jadi Uang
Oleh: Budi Susilo

RIWAYAT sebuah sampah. Habis manis sepah dibuang. Usai digunakan berubah usang tak bernilai, berkisah jadi limbah yang dihindari nan membenci. Dan akhirnya, cerita nasib sampah pun akan menggunung mencemari dan mengotori lingkungan alam bumi yang asri.

Untungnya ada beberapa orang yang mau memperlakukan sampah sebagai sarana untuk meraih nasib keberuntungan. Menganggap sampah barang yang usai dibuang bisa jadi uang. Kendati menyengat baunya, timbunan sampah jadi lahan rezeki bagi Marcelino Tamansa lelaki berumur 10 tahun ini menghabiskan waktu luangnya dengan mengais sampah.

Bercelanakan pendek beralas sandal jepit, Marcel setiap siang hari menyatu dengan lingkungan Pembuangan Akhir Sampah Kilo Lima Sumompo Kota Manado. "Cari-cari sampah plastik, kardus buat ditukar uang," ujarnya ketika ditemui, Rabu (1/6/2011).

Sengatan terik matahari siang tak dihiraukan oleh bocah kelahiran Manado ini, kecuali saat hujan mengguyur Sumompo ia mengurungkan niat untuk beraksi memulung sampah. "Pagi sekolah. Habis selesai sekolah jam sebelas cari sampah," ujarnya yang kini masih duduk dibangku kelas 4 Sekolah Dasar Negeri 47 Sumompo ini.

Alasan Marcel mencari sampah sangatlah sederhana. Ia ingin mengumpulkan uang untuk dinikmati saat menjelang akhir tahun nanti. "Ditabung buat Natalan nanti. Biar bisa beli baju baru dan makanan enak," tutur bocah kelahiran 16 September 2000 ini.

Meski Marcel di usai belia berkecimpung sebagai pekerja pemulung sampah, di dalam sanubarinya menyimpan cita-cita besar. Keberadaan di lingkungan jorok, bau, tak membuatnya prustasi sebab ia terhadap lingkungan sampah Sumompo telah menyatu dalam jiwanya. Rasa optimisme yang dimiliki dalam hidupnya selalu memancar.

"Saya mau bercita-cita jadi tentara. Supaya bisa lawan orang-orang mabuk minuman keras yang sering buat keributan," tegas pria berambut lurus ini.

Senada Marcel, bocah lainnya Arfan Muharam (14) saat hendak akan pulang ke rumahnya karena mendung sore menyelimuti Sumompo menuturkan, setiap harinya seusai pulang sekolah pagi mengais sampah untuk ditukar dengan uang Rp 1000 per kilogramnya.

FOTO: Tempat pembuangan akhir sampah di Sumompo_rizkiadriansyah

"Kali ini saya dapat uang Rp 8 ribu. Uang saya kasih ke mama'k buat tambah beli beras," ungkap Arfan yang kini masih mengenyam ilmu di pendidikan Sekolah Dasar Negeri 47 Sumompo.

Kesibukannya memungut sampah tak membuat Arfan lupa memakan bangku sekolah. Ia luangkan waktu pagi untuk pergi mencari ilmu pendidikan formal. Meski pengalamannya sempat pernah putus sekolah selama 4 tahun, ia pun akhirnya bangkit untuk tetap menuntut pelajaran yang kini sedang berada di kelas empat sekolah dasar.

"Waktu itu sekolahnya istirahat dulu. Sambil kumpul-kumpul uang cari sampah tambah uang untuk biaya sekolah," ujarnya.

Sebenarnya bocah pemulung sampah di Sumompo tidak hanya didominasi kaum adam. Mereka yang berjenis kelamin perempuan pun tak ketinggalan menjajal sebagai pemulung sampah. Satu di antaranya Melani Senggetan (11), bocah perempuan kelahiran Manado ini ikut mengumpulkan sampah bernilai ekonomi. "Ada sampah plastik, kertas saya ambil. Ditukar jadi uang," katanya.

Bukan tanpa alasan Melani mencari barang bekas. Ia bergelut di dunia persampahan Sumompo terpanggil oleh rasa kepeduliannya untuk mengurangi beban kedua orang tuanya yang berporfesi juga sebagai pemulung sampah. "Bantu papa sama papa cari uang buat beli beras," katanya yang saat itu sedang berada dijalan menuju kediamannya yang berjarak sekitar 200 meter.

Sore itu, Melani peruntungan seharinya memperoleh 12 Kg sampah plastik. Bila dikonversikan ke mata uang ia berhasil meraup Rp 12 ribu. Andai saja ketika itu cuaca tak bersahabat, hujan dan angin kencang menerjang Sumompo, Melani pasti enggan memulung sampah.

"Daripada nanti sakit kena celaka mendingan di rumah. Tidak pergi cari sampah," ungkap perempuan yang masih belum memiliki cita-cita profesi sebagai apa ke depannya.

Sejak kecil, umuran 6 tahun Melani berkecimpung dilingkungan sampah. Kebiasaan ini membuat dirinya kebal terhadap lingkungan yang keseluruhan orang menganggap lokasi abnormal.

"Saya tidak pernah muntah, sakit-sakitan. Sudah terbiasa. Sudah jadi tempat bermain dan cari uang," tutur bocah yang memiliki satu adik bernama Nova Sanggetan ini. ()

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN