MANADO DIGERTAK SAMBAL TSUNAMI

Manado
Digert
ak Sambal Tsunami
Oleh: Budi Susilo

GETAR mendebar ketika mendengar kabar dari negeri Sakura, Jepang. Negara yang berlokasi di belahan Asia Timur tersebut ditelan gelombang Tsunami setinggi 10 meter, saat sebelumnya digunjang gempa bumi berkekuatan 8,9 SR, Jumat (11/3/2011). Sontak, ini kembali membangunkan ingatan penduduk Indonesia 26 Desember 2004 silam, ketika gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR yang berpusat di Samudra India membuahkan Tsunami, menyapu bumi pertiwi bagian Aceh dan Sumatera Utara.

Ibarat halilintar menggelegar di siang hari bolong. Tiba-tiba ini membuat sebagian orang cemas, gelisah, gundah gulana sebab akibat bencana di Jepang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia memprediksi Tsunami akan mendatangi kepulauan Maluku Utara, Papua dan Sulawesi Utara (Sulut) di pukul 18.00 WIB. Bukan ramal, bukan sihir, namun tetap sebagian penduduk Indonesia menyikapi dengan rasa waspada, semisal mereka yang bertempat tinggal di Manado, Sulut.

Menyikapi kabar bencana alam Tsunami yang akan menerjang perairan Asia Pasifik termasuk Sulawesi Utara, aktifitas di pelabuhan Manado untuk sementara menunda arus pemberangkatan transportasi kapal laut. Hubungan Masyarakat Administrator Pelabuhan Manado Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Noh Rumondor ketika ditemui bahwa, informasi Tsunami yang disebar luas secara nasional, membuat kawasan pelabuhan Manado menyikapinya dengan seksama. "Kami hentikan sementara pemberangkatan kapal. Kami lakukan sosialisasi dari MBKG melalui pengeras suara ke seluruh komplek pelabuhan," ujarnya, di ruang kerjanya kompleks Pelabuhan Manado.

Menurutnya, pelabuhan Manado belum bisa memastikan kapan kegiatan pemberangkatan transportasi kapal laut kembali normal seperti biasanya, sebab, pelabuhan Manado masih menunggu kepastian dari BMKG Pusat. "Peringatan sampai jam 6 sampai jam 7 sore. Kami masih ikuti informasi selanjutnya, kalau sudah ada kepastian aman, kami akan perbolehkan lagi pelayarannya," tutur Noh.

Ia mengungkapkan, terkait isu Tsunami, pihak pelabuhan seperti biasa menerjukan personil penjagaan yang bertugas khusus mengenai keselamatan pelayaran pelabuhan Manado, bukanlah personil penanggulangan bencana. "Petugas piket kami siapkan 10 petugas," ujarnya. Menurutnya, kesiapan dan kehati-hatian mesti perlu diterapkan sebagai bagian upaya untuk mengurangi dan meminimalisir dampak negatif. "Rasa kewaspadaan tetap harus kita pegang," tegasnya.

Berdasar pengamatan, pukul 16.48 Wita, loket penjualan tiket kapal laut di pelabuhan laut Manado, PT Teratai Murni Lines masih melayani penumpang yang akan melakukan pelayaran dari Manado ke pulau Tahuna. "Kami masih melayani penjualan tiket," ujar sales tiket PT Teratai Murni Line. Menurutnya, sejak siang, loket penjualan kapal laut jurusan Manado ke Tahuna masih ada yang meminatinya. "Kami sediakan dua kapal yang akan melakukan pelayaran. Kapal yang akan berlayar Kapal Teratai," kata perempuan berambut panjang ini.

Namun, kabar terjangan Tsunami yang akan menghampiri perairan Sulut, tidak membuat sebagian warga Manado panik, cepat-cepat mengungsi ke daerah dataran tinggi. Berdasar pantauan ada yang mengisi kegiataan dengan memancing di pinggir pantai teluk Manado. Ini tampak, pukul 17.30 Wita, beberapa pemuda mengisi hari sore dengan mencari ikan laut dibibir pantai yang berada di kompleks Pelabuhan Manado.

Satu diantaranya, Indra Putra (20), menuturkan, mendengar kabarnya Tsunami sudah diketahui informasinya, yang diperoleh dari petugas patroli Pelabuhan Manado. "Saya anggap biasa saja. Tapi tetap sih perasaan hati-hati ada," ujarnya. Pemuda yang bertempat tinggal di daerah Komo Dalam ini menjelaskan, Tsunami itu biasanya dapat diketahui dari tanda-tanda air laut yang surut mendadak. "Selama saya mancing tidak tampak airnya surut. Jadi kenapa harus takut," ujar Indra, yang setiap sorenya memancing.

Senada, Kadir Kodah (30), warga Paal Empat, menjelaskan, sebelum pergi untuk memancing, kabar adanya Tsunami akan mendatangi perairan laut di Sulut, telah diketahui dari media masa di televisi. "Perasaan takut sih tidak ada, tapi saya juga tetap waspada," ujarnya, yang sejak pukul 15.00 Wita melakukan kegiatan memancing. Dan sampai di pukul 17.55 Wita, ada sekitar belasan orang lainnya melakukan mancing di pinggiran pantai komplek Pelabuhan Manado. Tampak para pemancing, tidak memancarkan wajah kecemasan dan panik di masing-masing mereka. Selebihnya, menyikapi dengan suasana rileks, menikmati udara sore dan kegiatan memancing.

Jelang detik-detik penghujung terpaan Tsunami versi BMKG, situasi kondisi Pelabuhan Manado masih ramai, dipadati penumpang kapal laut yang keberangkatanya tertunda dengan mengisi waktu dengan menyaksikan layar televisi, mencari kabar bencana alam Tsunami. Berdasar pengamatan, di pukul 18.51 Wita, penumpang kapal laut di Pelabuhan Manado menyemuti layar televisi yang dipajang di ruang tunggu penumpang Pelabuhan Manado. Parman Manderos, penumpang kapal laut menuturkan, akibat ada isu Tsunami akan menghampiri Sulawesi Utara, pemberangkatannya ke luar Manado ditunda. Padahal keberangkatan kapalnya terjadwal pukul 17.00 Wita, namun pihak jasa transportasi kapal laut menundanya. "Saya sikapi tenang saja dengan rasa percaya bencana itu tidak akan menerjang," ujarnya.

Ia menjelaskan, sambil menunggu kembali normalnya arus pemberangkatan, mengisi waktu mencari informasi terkini mengenai Tsunami. Sebab, dirinya akan menuju ke Siau melakukan kegiatan pelayanan ibadah Gereja, jadi memerlukan perkembangan kabar baru. "Yang penting jangan panik," tegas pria lulusan Sekolah Tinggi Injili Indonesia Yogyakarta ini.

Senada, Anugerah Manuwu, menjelaskan, pemberangkatan kapal jurusan yang ditumpangi jurusan Manado ke Siau tertunda sampai waktu yang belum bisa ditentukan, padahal rencanaya, kapal yang akan ditumpanginya berangkat di pukul 17.00 Wita. "Ada rasa takut sih. Tapi tidak masalah bagi saya keberangkatan kapalnya tertunda. Buat keselamatan," ungkap pria yang akan menaiki kapal laut Margareth ini. Sampai pukul 19.09 Wita, ruang tunggu penumpang di Pelabuhan Manado yang dipajangi televisi masih dikerumuti orang, penasaran untuk mengetahui informasi terjangan Tsunami, padahal prediksi BMKG Tsunami menghantam perairan laut Sulut di pukul 19.00 Wita.

Sementara di luar pelabuhan Manado, persis di seputaran Jalan Letjen Suprapto, aktifitas malam hari ketika itu tidak seperti biasanya. Semenjak ada kabar isu terjangan Tsunami di Sulawesi Utara, kawasan yang dikenal padat aktifitas tersebut mendadak sepi, ibarat kota mati. Pantauan di pukul 19.30 Wita, kawasan yang melintasi pusat perbelanjaan pasar Bersahati dan pasar swalayan Jumbo, pasar 45 serta pelabuhan Manado, tidak menampakan keramaian aktifitas transaksi jual beli. Biasanya, sepanjang jalan tersebut, di pukul 19.30 Wita masih diramaikan oleh lalu-lalang masyarakat dan padatnya arus lalu-lintas kendaraan bermotor, serta kegiatan perekonomian seperti pedagang asongan yang biasa turut meramaikan, namun aktifitasnya terhenti.

FOTO: Suasana perempatan di Zero Point Manado_dannypermana

Senada kondisi di Jalan Betesda Manado, kabar pengumuman adanya terjangan Tsunami yang akan menghampiri Sulawesi Utara (Sulut), membuat pesta perkawinan pasangan pengantin Joly dan Lidya sepi kunjungan undangan. Yunita Anti, Panitia Penerima Buku Tamu, menjelaskan, sejak dibukanya pesta perkawinan, pengunjung undangan tidak sesuai dengan jumlah yang diundang.

"Kami membuat undangan sebanyak 500 undangan. Tapi yang datang hanya 100 orang," ujarnya seusai resepsi perkawinan Joly dan Lidya di Aula Santo Joseph Jalan Betesda, tempat digelarnya pesta.

Ia menjelaskan, tidak penuhnya jumlah tamu undangan disebabkan oleh adanya kabar Tsunami yang akan melanda perairan Sulut, kemungkinan sibuk menyelamatkan diri ke daerah aman dan berdataran tinggi. "Bangku-bangku tamu undangan banyak yang kosong. Padahal acaranya dimulai jam 8-an malam," tutur Yunita, gadis berambut panjang lurus ini.

Heny Sartika, Tamu Undangan yang hadir menuturkan, saat sebelum menghadiri pesta perkawinan Joly dan Lidya, informasi ada Tsunami di Sulut saat sore hari sudah mengetahui, namun tidak ada rasa kuatir dan takut untuk keluar rumah mendatangi acara perkawinan Joly dan Lidya sebab percaya Tuhan yang mengatur semua. "Saya tadi hanya berdoa saja. Kebetulan yang menikah teman baik saya. Makanya harus datang," tutur wanita berkulit sawo matang ini.

Lokasi Aula Santo Joseph yang berada di Jalan Betesda merupakan bangunan yang berdekatan dengan kawasan pantai Bahu Mall. Dekatnya Aula Santo Joseph dengan pesisir pantai teluk Manado, sempat membuat cemas yang ada didalam bangunan tersebut, termasuk mempelai pengantinya. "Tadi sempat gelisah juga. Ada perasaan was-was. Tapi saya yakin kepada Tuhan akan lindungi kami," kata Joly Kaligis, mempelai pengantin pria.

Ia mengungkapkan, pesta perkawinanya tetap harus berjalan, apa pun itu yang terjadi. Sejak siang, telah mengetahui ada Tsunami, namun perencanaan pernikahan sudah ditetapkan, pastinya tidak bisa dibatalkan. "Waktu saya pemberkatan di gereja sudah ada tiga pasangan yang mengundurkan dari enam pasangan yang ada. Kami pribadi tetap jalan," ujarnya. Menurutnya, pesta perkawinan sudah berjalan lancar, aman meski tidak dihadiri banyak tamu undangan merupakan hal yang patut disyukuri dan harapannya, keberlangsungan pernikahannya telah diketahui banyak orang, bahwa dirinya telah sah menikah dengan pasangannya bernama Lidya Losu. "Kami sangat lega. Acara sakralnya lancar, pestanya berlangsung baik," tuturnya.

Denting jam pukul 21.00 Wib, BMKG pusat mencatut informasi hantaman Tsunami ke Maluku, Papua dan Sulut. Itulah faktanya, Tuhan berkata lain, Sulawesi Utara, terkhusus Manado bernasib lain. Aman tanpa ada gangguan hantaman besar bencana alam Tsunami karena gelombang yang sampai ke Sulut hanya setinggi 10 sentimeter sampai 20 sentimeter (0,2 meter). Ini sebagaimana menurut Kepala BMKG Sulut Slamet Riyadi, dengan mengutip dari sebuah media masa lokal di Sulut, bahwa Kota Manado secara geografis terletak di Pantai Barat pulau Sulawesi, tidak berhadapan langsung dengan laut Pasifik.

Dr Ignatius Rusyadi SH MH, Pengamat Kelautan dari Universitas Katolik De La Salle, menuturkan, kedatangan bencana alam dari laut itu pasti ada dan tidak dapat diduga-duga.Rasa waspada adalah pilihan yang ada dan berdaya guna. "Sudah tepat dilakukannya Asean Regional Forum Disaster Relife Exercise (pelatihan penanggulangan bencana)," katanya.

FOTO: Warga Manado berhamburan ke luar ketika ada isuTsunami akan menerjang_rizkiadriansyah

Menurutnya, provinsi Sulawesi Utara, dikelilingi oleh perairan laut yang luas, potensi bencana alam dari laut rentan. Semisal di daerah Talaud terdapat gunung berapi Karangetan, gunung yang aktif sewaktu-waktu menimbulkan gejolak. "Bisa gempa dan potensi Tsunami bisa terjadi," kata pria berkulit sawo matang ini.

Namun, tuturnya, bukan berarti laut itu harus dijauhi dan dimusuhi, tetap bersahabatlah dengan tetap mewaspadainya dengan terus melakukan menjaga ekologi kelautan, jangan melakukan pengrusakan, misal di lokasi konservasi laut. "Laut juga banyak manfaat bagi kita semua. Kita hanya tetap menjaga dan melestarikan," tutur Ignatius, yang juga lulusan Hukum Perikanan dan Kebijakan Kelautan Institut Pertanian Bogor ini.

Sebab itulah, sikapi alam laut secara bijak. Jangan jadikan laut itu menjadi penyulut rasa paranoid, membuat badan jadi gemetar, hati getir, lemas tak berdaya. Sikapi dengan sugesti santai, hanya ada satu senjata penyelamat, yakni doa pada Tuhan dengan amunisinya adalah rasa waspada. Bila ini dimiliki tentulah bukan persoalan. Terpenting selalu mengingat keberadaan dan kebesaran Tuhan, hidup selamat dunia akhirat, sebagaimana perkataan Iwan Fals dalam Keseimbangan 2010, doa adalah pengobat disaat penat dan situasi tak sehat. Pikiran dan hati gelisah. Menimbang masa depan dengan gamang. Sungguh hati tak tenang. Berdoalah, Tuhan berilah kemudahan, jauhkan kemungkaran, berilah kecerahan. ()




Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN