OWA KELEMPIAU MONYET TAK BEREKOR
Penghuni
Hutan Sungai Wain Balikpapan
Satu
lagi satwa yang unik dari Pulau Kalimantan. Primata ini sekilas dilihat
bentuknya menyerupai monyet. Spesialnya, primata ini tidak memiliki ekor.
Inilah yang disebut Owa Kelempiau, yang dalam bahasa ilmiahnya Hylobates
muelleri. Orang luar negeri menamai satwa ini dengan sebutan Borneo Gibbon.
Disebut
Owa Kelempiau atau Kalawet, diambil dari bahasa suku setempat, Dayak Ngaju.
Disinggung oleh W.C Martin, dalam A Natural History of Quadrupeds and Other
Mammiferous Animals: Comprising a Description of the Class Mammalia (1841),
Owa ini dikenal masyarakat setempat sebagai Kelempiau atau Kalawet yang mengandung
makna monyet yang tak mempunyai ekor seperti primata pada umumnya.
Keberadaan
satwa ini tersebar di beberapa provinsi Indonesia yang ada di Pulau Kalimantan.
Seperti halnya Kalimantan di wilayah Timur dan bagian Utara. Keberadaan Owa
sulit ditemukan, jumlah populasinya sudah terbatas.
Biasanya,
Owa ini menempati wilayah vegetasi yang rindang di luasan daratan yang luas.
Ini dikatakan Hery Saputro, inisator Borneo Wildlife Education and
Conservation, mengatakan, Owa-owa ini tidak seperti primata Bekantan yang
menempati kawasan hijau yang basah dekat perairan mangrove.
(Jongfajar Kelana) |
Owa
Kelempiau lebih memilih kondisi geografis yang berkarakteristik hutan tropis,
hutan hujan yang persebaran di Kalimantan bagian Timur dan Utara. Seandainya
dipindahkan ke tempat yang berbeda seperti hutan sabana, tentunya akan sulit
untuk bertahan hidup lama sebab hutan sabana musim kemaraunya sangat panjang.
Sangat bertolak-belakang dengan hutan tropis atau hutan hujan.
Walau
bertempat tinggal di hutan belantara, bukan berarti satwa Owa Kelempiau
dianggap primata yang berbahaya bagi manusia. "Owa bukan binatang beracun.
Tidak bisa keluarkan racun. Sebaliknya, Owa yang merasa sedang dalam keadaan
bahaya. Habitatnya banyak terancam," teags Hery.
Perkembangan
terkini, sudah ada kesadaran untuk melestarikan Owa Kelempiau. Primata ini
dipayungi Undang-undang perlindungan satwa, dilarang keras untuk dibunuh atau
diburu untuk diperjual-belikan. Barang siapa yang mengancam dan merusak
populasi Owa Kelempiau tentu saja bakal berhadapan dengan meja hijau.
Khusus
di Indonesia, Owa Kelempiau ini masih bisa mudah ditemui di lokasi konservasi.
Owa‑owa dilindungi dalam wilayah taman nasional, seperti Taman Nasional Bukit
Baka‑Bukit Raya, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Betung Kerihun, Taman
Nasional Kayan Mentarang.
"Di
Balikpapan juga ada. Ditempatkan di Hutan Lindung Sungai Wain di Indonesia.
Pernah ada Owa yang diselamatkan, diamankan oleh Balai Konservasi Sumber Daya
Alam ditempatkan di Hutan Lindung Sungai Wain," ungkap Hery yang aktif di
Balikpapan Scuba Diver.
Owa
Paling Setia dengan Pasangan
Gaya
hidup Owa Kelempiau atau Hylobates muelleri bisa diketahui dari ciri-cirinya
yang suka bergelantungan di pohon-pohon tinggi dan lebat. Owa sangat tidak
berselera untuk banyak menghabiskan waktu di lapisan tanah atau pinggiran
sungai atau pesisir laut.
Lokasi
favorit Owa Kelempiau di hutan hujan,
yang hidupnya bergelantungan dari satu pohon ke pohon yang lain. Lintasan jalan
Owa Kelempiau adalah pohon-pohon. Vegetasi hijau dianggap sebagai jalur yang
sangat tepat, asyik.
Menurut
Maslim Asingkly peneliti The Wildlife Conservation Society Indonesia wilayah
Kalimantan Timur, primata yang sering berada di pepohonan sering diistilahkan
arboreal atau lebih banyak hidup di atas pohon. Selain owa, ada yang sama
seperti ini yakni bekantan dan orangutan.
Ciri
yang mencolok dari satwa arboreal ini adalah dari kedua lengannya. Ukuran
lengannya panjang, yang secara lahir alamiah ini tercipta karena untuk
memudahkan meraih satu pohon ke pohon lainnya.
Binatang
arboreal biasanya memang ukuran tangannya panjang. "Kalau pindah dari satu
pohon ke pohon lain bisa cekatan. Bisa cepat raih ranting pohon. Bisa cepat
berjalan di pohon-pohon," katanya.
Ada istilah evolusi atau perubahan, morfologi dan fungsi tubuh setiap makhluk hidup ada yang mengikuti tempat hidupnya atau habitat pilihan, termasuk Owa yang banyak menghabiskan hidup di pepohonan maka fisik tubuhnya pun mendukung.
"Fisik seperti tangan dan kaki menyesuaikan. Sangat mendukung untuk kehidupan dia (Owa) di pepohonan," tutur Maslim, pria asal Aceh ini.
Ada istilah evolusi atau perubahan, morfologi dan fungsi tubuh setiap makhluk hidup ada yang mengikuti tempat hidupnya atau habitat pilihan, termasuk Owa yang banyak menghabiskan hidup di pepohonan maka fisik tubuhnya pun mendukung.
"Fisik seperti tangan dan kaki menyesuaikan. Sangat mendukung untuk kehidupan dia (Owa) di pepohonan," tutur Maslim, pria asal Aceh ini.
Karena
itu, waktu hidupnya banyak di pohon-pohon, maka owa mengandalkan konsumsinya
dari apa yang tersedia di atas pohon. Seperti halnya adalah buah. Maka tidak
heran, Owa Kelempiau sangat menyukai makanan buah.
Dijelaskan
pula oleh J Payne dalam Mamalia Di Kalimantan, Sabah, Sarawak, dan Brunei
Darussalam (2000), bahwa Owa kalawat bagian primata Diurnal dan
condong ke sifat Arboreal. Owa ini dapat menghentikan kegiatannya sekitar 2 jam
sebelum petang.
Biasanya,
jelas dia, ditemukan dalam jumlah kelompok kecil yang terdiri dari satu jantan
dewasa dan satu betina dewasa serta 1 sampai 3 anakan. Setiap kelompok ini
dapat mempertahankan wilayahnya sekitar 20 sampai 30 hektar.
Dilihat
dari sisi seksualitas, satwa owa ini masuk kategori binatang yang paling setia
terhadap pasangan lawan jenisnya. Maslim menyebut owa binatang monogami, yang
hanya kawin hanya pada satu pasangan saja.
Sifatnya
yang monogami, bukan berarti tidak bisa kawin lagi mencari pasangan yang lain. "Jadi kalau terpisah dengan pasangannya biasanya masih ada kemungkinan kawin dengan yang lainnya," katanya.
Satwa
Kebanggan Kaltim
Populasi
Owa Kelempiau atau Owa Kalimantan ini dari ke hari jumlahnya semakin
memprihatinkan. Lembaga yang mengatasnamakan The International Union for
Conservation of Nature telah menobatkan Owa Kelempiau sebagai satwa yang
berstatus genting, atau endangered.
Penilaian
ini mengindikasikan, Owa Kelempiau berada di jurang kepunangan, yang wajib
untuk segera dilestarikan, tidak boleh lagi ada yang menghilangkan nyawanya.
Hery Saputro, menjelaskan, Owa Kelempiau merupakan binantang khas Kalimantan,
termasuk Kalimantan Timur.
"Fauna
yang ada di Kalimantan Ini kebanggan bagi kita warga masyarakat Kalimantan
Timur. Owa ada di Kalimantan Timur," ujarnya.
Selain
Bekantan, burung Enggang dan Beruang madu, Owa Kelempiau merupakan satu satwa
yang masih bagian dari 'keluarga' Kalimantan.
Jumlah Populasi Owa diperkirakan hanya tersisa 19 ribu ekor dan terus mengalami tren penurunan yang diperkirakan hingga mencapai 50 persen dalam 30 tahun terakhir.
Jumlah Populasi Owa diperkirakan hanya tersisa 19 ribu ekor dan terus mengalami tren penurunan yang diperkirakan hingga mencapai 50 persen dalam 30 tahun terakhir.
Menurut
dia, keberadaan Owa Kelempiau wajib dilindungi. Siapa pun dia harus ikut
bertanggungjawab, wajib sadar untuk melestarikan. "Kalau bukan kita yang
melindungi, lalu siapa lagi yang bisa diharapkan," tegasnya.
Ancaman
kepunahan yang dialami Owa Kelempiau tidak terlepas dari beberapa faktor, di
antaranya rusaknya hutan. Aksi-aksi penebangan pohon secara liar, menjadikan
hutan sebagai ladang perkebunan dan industri akan mempercepat memusnahkan Owa
Kelempiau.
Dahulu
kala, selain Burung Enggang dan Macan Dahan, Owa Kelempiau sebagai bagian dari
ritual adat masyarakat pedalaman. Proses ritual adat inilah yang kemudian
mengancam populasi Owa. Namun masyarakat kini, tidak lagi memasukkan Owa
Kelempiau dalam ritual-ritual adat etnik.
Belum
lagi, tambah Hery, masih ada beberapa masyarakat yang menerapkan cara ladang
dengan menggunakan sistem bakar hutan. Ketika memasuki musim tanam, cara untuk
mengolah lahan perkebunan melalui membakar hutan. Akhirnya berujung hutan
gundul, berhawa panas dan muncul asap bakaran.
Tindakan
ini berdampak bagi eksistensi Owa Kelempiau. "Bakar ladang. Api membesar
tidak terkendali merembet ke area hutan lainnya. Terjadilah kebakaran besar,
dan kemudian ciptakan perluasan kebakaran ke beberapa tempat sampai menyasar ke
hunian owa," katanya.
Menurut
dia, kehidupan bumi yang sudah berumur sangat tua perlu nyaman dan aman bagi
siapa saja, termasuk satwa fauna. Planet bumi bukan sekedar asyik bagi manusia
sendiri, namun kehidupan makhluk lainnya perlu juga dijamin. Mengusik kehidupan
satwa sama saja itu mengusik kehidupan lainnya.
Sebab
kehidupan di bumi ini terangkai dalam satu lingkaran, ada mata rantai yang
saling berkaitan. Jika satu di antaranya musnah, akan sangat mungkin terjadi
ketidakseimbangan kehidupan. "Kita lestarikan owa supaya anak cucu kita
bisa melihat binantang kebanggaan asal Kalimantan Timur," ujarnya.
Owa
Terancam Punah
Hery
masih ingat betul kala itu, sekitar tahun 2013 di Kota Balikpapan di sebuah
rumah dinas pejabat teras sempat memelihara Owa Kalimantan. Pemeliharaan ini
Owa ini sebenarnya bukan dilatar-belakangi untuk kegiatan komersil jual-beli satwa.
Tetapi
saat itu karena adanya niat untuk menjaga dan merawatnya. "Ditemukan sama
warga, lalu dikasih ke pejabat ini. Lalu dipelihara," katanya.
Seiring
berjalan, diberikan pemahaman tidak boleh memelihara Owa yang bukan di habitat
aslinya. Kemudian secara sukarela, peliharaan owa ini diserahkan ke Balai
Konservasi yang kemudian dilepasliarkan ke Hutan Lindung Sungai Wain.
"Kita
sekarang kalau mau hanya untuk melihat owa bisa di daerah Balikpapan. Bisa
lihat di Hutan Lindung Sungai Wain," ungkapnya.
Menurut
dia, keberadaan Owa Kelempiau di Hutan Lindung Sungai Wain dalam kondisi baik.
Sempat Hery melakukan perjalanan, menyusuri dan menapak hutan belantara Sungai
Wain, situasinya masih sangat layak. Tentu saja, hasilnya owa merasa akan
nyaman dan pas untuk tetap tinggal di hutan lindung ini.
"Hutan
Sungai Wain masih bagus. Masih layak. Tidak tandus, tidak ada kerusakan hutan
gundul. Vegetasinya masih mencapai sempurna," kata Hery.
Namun
yang dia khawatirkan, belakangan ini yang berdekatan dengan Hutan Lindung
Sungai Wain telah dibangun beberapa infrastruktur jalan dan jembatan. Yakni
pembangunan jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Balikpapan dengan Penajam
Paser Utara.
"Takutnya
akan berikan pengaruh, ada pembuatan jembatan akan terjadi pembukaan lahan di
kawasan hutan lindung. Semoga saja tidak terjadi, yang tidak-tidak,"
katanya.
Apalagi,
tambahnya, saat membangun jalan dan jembatan penghubung antara Balikpapan dan
Penajam Paser Utara belum ada kemajuan untuk menggarap jalur koridor untuk
satwa.
Ditakutkan,
jika tidak ada koridor satwa maka akan mengancam keselamatan satwa owa.
"Jangan karena hanya demi alasan pembangunan ekonomi tetapi nanti lupa
akan keramahan pada lingkungan," tegas Hery.[1]
( )
Owa
Kelempiau
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Mammalia
Ordo: Primates
Famili: Hylobatidae
Genus: Hylobates
Spesies: H. muelleri
Ukuran
Badan Owa
‑Kepala
dan tubuh antara 420 sampai 470 mm;
‑kaki
belakang 128 sampai 150 mm
‑Beratnya
5,0 hingga 6,4 kg
Karakteristik
Fisik Owa
‑Bulu
Abu‑abu
‑Bulu
cokelat abu‑abu atau kehitaman
‑Alis
berwarna terang keputihan
‑Di
atas kepala warna gelap
‑Bola
mata hitam bulat
Habitat: Hutan hujan
persebaran di Kalimantan bagian Timur dan Utara
Konsumsi: Herbivora hanya makan jenis buah‑buahan. Ciri lain Hidup Monogami dan hidup di siang hari
Jumlah
Populasi:
Diperkirakan sisa 19 ribu ekor dan terus mengalami tren penurunan yang
diperkirakan hingga mencapai 50 persen dalam 30 tahun terakhir. (2016)
Ancaman
Hidup:
‑Perburuan
oleh manusia
‑Kebakaran
hutan
‑Perkebunan
rambah hutan
‑Pengeringan
rawa gambut
[1]
Koran Tribunkaltim, “Owa Kelempiau
Monyet Khas Kalimantan Tak Berekor; Penghuni Hutan Sungai Wain,” terbit pada
Minggu 10 September 2017 di halaman depan bersambung ke halaman tujuh rubrik
Tribun Line.
Komentar
Posting Komentar