PERNIKAHAN MURAH MERIAH TANPA PACARAN
Pernikahan
Murah Meriah tanpa Pacaran
Sebanyak
38 lelaki berpakaian baju koko putih berdiri berjejer di depan dalam ruangan
Masjid Ar Riyadh untuk bersalaman dengan para tamu undangan, sahabat dan sanak
famili, yang hadir di momen sakral, Minggu 7 Agustus 2016 siang.
ITU
merupakan momen pernikahan massal santri Pondok Pesantren (Ponpes) Hidayatullah yang
diberi tajuk "Walimatul Ursy Pernikahan Mubarok Mujahid Dakwah
Hidayatullah," yang pelaksanaannya di ponpes ini, Jalan Mulawarman, Gunung
Tembak, Kelurahan Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Pengamatan
Tribun, mereka ini ada 38 pasangan pria dan wanita, yang dinikahkan
secara sederhana dan menurut ajaran agama Islam. Para pasangan ini, sebelum
masuk prosesi akad pernikahan mesti melalui tahapan ujian dari sesepuh Ponpes
Hidayatullah sekitar beberapa bulan yang lalu.
Seleksi
dilakukan secara ketat dengan masing-masing pria dan wanita menyerahkan
biografi lengkap serta diuji kemahiran dalam penguasaan agama, di antaranya
membaca dan hafalan Al Quran serta kedewasaan dalam berpikir dan bertindak.
Saat
ditemui Tribun, Ketua Pantia Nikah Massal, Abdurrohim, menjelaskan,
mereka yang menikah itu dinilai oleh senior dan pendiri Hidayatullah.
"Sudah cocok apa belum. Kalau sudah cocok barulah kemudian keduanya untuk
memutuskan. Diperkenalkan hanya melalui data pribadi saja, tidak kami
pertemukan," katanya.
Selama
seleksi berkas calon mempelai, untuk bulan ini ada dua pria yang tidak lolos
untuk menikah, disebabkan tidak mampu membaca Al Quran dan beberapa hafalan
ayat suci.
Pokok
penting dalam pernikahan itu penguatan nilai-nilai agama Islam, sebab agama
menjadi bekal yang mantap untuk membangun sebuah rumah tangga yang indah, yang
memiliki cita-cita sama, bisa hidup bersama lagi di surganya Allah.
"Pria
yang lolos kami wajibkan kenakan uang Rp 3.500.000 untuk biaya mahar, pakaian
istri dan suami, dan untuk biaya penghulu. Ini pernikahan murah meriah tanpa
pakai pacaran. Kalau makan-makannya, nasi kotak, kami pakai dana swadaya
anggota keluarga Hidayatullah," ungkap Abdurrohim, yang juga sebagai Ketua
Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Hidayatullah Balikpapan ini.
Seremonial
akad pernikahannya tidak menghadirkan mempelai wanita. Sebab prosesi akad hanya
dihadiri mempelai pria, wali atau orang tua dari pihak mempelai wanita serta
penghulu.
Pelaksanaan
akad tidak menghadirkan wanita karena aturan Islam memang sebelum ada akad
sebaiknya pasangan tidak bertemu terlebih dahulu sebab sudah diwakilkan oleh
orangtua wanita.
Menurut
Abdurrohim, adat pernikahan di Ponpes Hidayatullah mempertemukan pasangan
setelah ada akad nikah. Setelah akad nikah, tepatnya usai habis sholat zuhur,
barulah dipertemukan mempelai pria dengan mempelai wanitanya.
"Kami
pertemukan di rumah-rumah yang ada di lingkungan ponpes, atau rumah
masing-masing keluarganya yang ada di Balikpapan," ujar pria kelahiran
Berau 2 Juni 1981 ini.
Dia
menjamin, melalui pernikahan seperti itu, tiap-tiap pasangan akan membentuk
rumah tangga yang sakinah, ma wadah, wa rahmah. Pondasi agama sebagai pengikat
hubungan cinta mereka. Menikah dengan alasan untuk tunaikan ibadah dan
berdakwah, bukan sekedar untuk menyalurkan nafsu biologis semata.
"Alhamdulillah,
mereka yang menikah dengan cara ini sampai tidak ada yang bermasalah dalam
rumah tangganya, tidak berujung pada perceraian. Soalnya sudah dimatangkan para
seniornya dan dibekali ilmu agama Islam yang kuat," tuturnya.
Terpisah,
Ahmad Wahidin, mempelai pria yang masih muda, menjelaskan, pilihan hidupnya menikah
di usia 24 tahun karena sudah merasa mampu dan ingin menghindari dosa sebab
mereka yang belum menikah itu akan banyak godaan hawa nafsu yang bersifat
mengandung dosa. "Menikah bisa buat jaga diri saya," kata pria
kelahiran Subang, 5 Mei 1992 ini.
Untuk
menghindari hal-hal negatif, maka menikah itu menurut Wahidin adalah satu di
antara jalan mencapai rido Allah. "Alhamdulliah saya sudah sangat siap.
Saya sebelum akad sudah diuji, diseleksi hingga di karantina sampai dua minggu
oleh guru-guru Hidayatullah," ujarnya.
Setelah
menikah ini, Wahidin sudah memiliki gambaran visi misi rumah tangganya. Dirinya
dan istrinya yang bernama Mustabsyiroh, akan mengabdi menjadi pengajar di Ponpes Hidayatullah.[1]
( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Pernikahan
Massal Santri Ponpes Hidayatullah Kota Balikpapan; Pernikahan Murah Meriah
tanpa Pacaran,” terbit pada Senin 8 Agustus 2016 pada halaman 13 bersambung ke
halaman 19 di rubrik Tribun Etam.
Komentar
Posting Komentar