BUS TRANS BALIKPAPAN
Angkutan
Andalan Pelajar
Matahari
tepat berada di atas kepala. Sebuah Bus Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM),
yang dikemudikan Sutriadi, 55 tahun, melaju dari arah Pelabuhan Kapal Ferry
Kariangau di kecepatan sekitar 50 Kilometer.
Bus
hijau yang bertuliskan Trans Balikpapan ini tiba-tiba berhenti di Jalan Sultan
Hasanudin, Sabtu 6 Agustus 2016. Ternyata Sutriadi sengaja memberhentikan
busnya untuk mengangkut penumpang pelajar Sekolah Menengah Pertama Negeri 16,
yang akan pulang ke arah Kota Balikpapan.
Pelajar
serbu bus, langsung naik ke dalam bus. Kontan, akibat kondisi ini Sadariyah,
kondektur bus sampai kewalahan melayaninya. "Tolong masuk ke dalam lagi
supaya temannya bisa masuk semua. Duduk di bangku yang kosong. Jangan
rebutan," ujarnya.
Berdasarkan
hitungan daya tampung, bus ini hanya diperbolehkan menampung penumpang maksimal
38 orang, sudah termasuk supir dan kondektur. Jika melebihi angka 38 orang,
tentu saja bus tidak diperbolehkan melayani demi keselamatan dalam perjalanan.
"Kalau
dipaksa bisa bahaya Bisa membuat rem blong. Lebih baik saya suruh tunggu
giliran saja," kata Sutriadi, sopir bus ini.
Pelajar kesulitan naik Bus Trans Balikpapan dikarenakan tidak naik pada tempatnya di sebuah halte yang sudah disediakan di depan gedung sekolahannya pada Sabtu 6 Agustus 2016. (Photo by budi susilo) |
Selama
dua tahun menjadi sopir, Sutriadi merasa, penumpang yang paling sering banyak
menggunakan bus SAUM ialah para pelajar sekolah, yang jumlahnya bisa mencapai
puluhan orang dalam sehari.
Sementara
orang umum jauh lebih sedikit, hanya satu sampai lima orang saja. "Paling
ramai itu siang. Kalau pagi atau sore sepi sekali," ungkapnya.
Pengamatan
Tribun, yang ikut bersama, bus SAUM ini menjadi armada favorit. Saat jam
pulang sekolah banyak pelajar yang memanfaatkan bus berukuran Metromini ini.
Saking penuhnya ketika jam pulang, masih saja ada penumpang umum juga kepincut
fasilitas ini.
Satu
di antaranya, Nurhayati, 52 tahun, warga Kampung Baru ini, merasa terbantu
dengan adanya bus SAUM. Setiap berkunjung ke kediaman anaknya di Kariangau bisa
peroleh tumpangan gratis. "Terbantu sekali. Apalagi gratis. Saya senang.
Kalau bisa sampai selamanya," katanya.
Ibu
rumah tangga itu membandingkan, pernah kejadian di sore hari dirinya tidak
mendapat tumpangan Bus SAUM. Terpaksa Nur memilih angkutan ojeg sepeda motor
dengan tarif yang sangat mahal dikenakan Rp 30 ribu, dari Jalan Sultan
Hasanudin, Kariangau, menuju terminal Batu Ampar.
Bahkan
parahnya lagi, dirinya pernah naik mobil angkutan 'taxi' plat hitam dengan
tarif Rp 10 ribu dengan syarat mobil harus terisi penuh. Jika belum penuh,
ditawarkan untuk menyewa dengan harga tarif satu mobil.
Karena
itu, tutur Nur, sebaiknya armada Bus SAUM ditambah lagi supaya masyarakat bisa
bebas berpergian kapan saja. Dirinya mengaku tidak masalah jika dikenakan tarif
asalkan harganya terjangkau dan jam operasionalnya juga panjang. "Kasihan
warga yang di daerah Kariangau susah cari angkutan umum," ungkapnya.
Senada,
Marto Suwito, 52 tahun, warga Balikpapan Timur ini merasa terbantu dengan
keberadaan Bus SAUM saat dirinya akan pergi mudik ke kampung halaman istri di
Tana Toraja Sulawesi Selatan.
Apalagi
naik bus SAUM gratis, meringankan beban ekonominya yang hidup berkecukupan.
"Pergi ke Sulawesi naik kapal di Pelabuhan Kariangau. Naik Ferry
murah," tutur pria bertubuh gempal ini.[1]
Pintu
Bus Rusak AC Tidak Berfungsi
Kemunculan
bus SAUM sekitar dua tahun yang lalu di kota minyak Balikpapan, sudah banyak
berperan bagi kalangan pelajar dan masyarakat yang menuju ke arah Pelabuhan
Kariangau.
Awalnya,
bus ini berjumlah empat unit. Waktu bergulir, ketersediaan bus ini kemudian
eksistensinya semakin berkurang, dari empat unit sekarang hanya tinggal satu
unit yang beroperasi. Sedangkan total sopirnya ada tiga orang dengan sistem
kerja paruh waktu, atau jam tugas bergilir, tugas pagi, siang dan sore.
Menurut
Sutriadi, sopir bus SAUM, sisa mobilnya dicadangkan alias diistirahatkan.
"Satu bus saja yang diandalkan. Nanti kalau ini rusak, bus yang lain masuk
beroperasi," ungkap pria beranak tiga ini yang hanya berpendidikan
terakhir Sekolah Menengah Pertama ini.
Ketika
Tribun ikut perjalanan bus ini, tampak alat Air Conditioner atau
pendingin ruangan dalam bus tidak berfungsi. Akibat ini, saat bus berhenti
lama, hawa di dalam bus begitu panas pengap.
Namun
saat bus melaju, hawanya terkena udara dari luar karena sengaja pintu bus
dibuka lebar-lebar. Bila situasi bus penuh penumpang hingga ada yang berdiri,
maka pintu bus itu dijaga oleh sang kondektur untuk mengindari adanya penumpang
yang terjatuh.
"AC
sudah tidak jalan sekitar akhir tahun yang lalu. Sudah rusak. Dahulu waktu
pertama kali AC berfungsi. Penumpang merasa nyaman. Tidak kepanasan kalau lagi
di dalam bus," tutur Sutriadi.
Dia
sengaja selalu membuka pintu bus agar hawa di dalam bus tidak panas pengap.
Sebenarnya, kata Sutriadi, idealnya pintu bus selalu tertutup otomatis agar
aman dan terlihat tertib dan indah. Kurangnya fasilitas pendingin udara,
membuat dirinya mengambil cara yang tidak bagus.
Hal
yang mencolok lainnya ialah soal kekurangan halte bus di Pelabuhan Ferry
Kariangau. Kata Sutriadi, bus SAUM tiba dipelabuhan. Kendalanya tidak
disediakan halte, akibatnya ada beberapa penumpang terutama kaum wanita dan
orang lansia, kesulitan saat turun sebab tidak disediakan anak tangga.
"Harusnya
ada halte. Kalau mau turun atau naik ke bus penumpang gampang. Ini kalau tidak
hati-hati atau terburu-buru bisa jatuh. Lumayan tinggi. Kalau kepeleset jatuh
bisa sakit sekali," ujar Sutriadi yang hanya digaji Rp 1.750.000 per
bulan. [2]
Sedih
Lihat Penumpang tak Tahu Diri
Transportasi
bus Sarana Angkutan Umum Massal (SAUM) Kota Balikpapan jurusan Terminal Batu
Ampar-Pelabuhan Kariangau eksistensinya begitu dibutuhkan masyarakat, satu di
antaranya kalangan pelajar. Namun dibalik kesuksesan pelayanan publik ini,
tidak terlepas dari peran kondekturnya yang mengatur dan menjaga keselamatan
penumpang.
SIANG
yang terik, hempasan angin mengenai wajah Sadriyah, 30 tahun, kondektur bus
SAUM, yang tanpa dilapisi bedak kosmetik. Wanita kelahiran Balikpapan ini
berdiri di mulut pintu bus SAUM, menghadang penumpang agar tidak terperosok
jatuh ke luar, sesekali juga sambil memberikan aba-aba kepada sopir jika ada
penumpang yang akan naik atau turun dari bus.
Dahulu
kala, Sadriyah itu hanyalah pedagang asongan di kapal ferry, yang sampai
berhari-hari sampai tidak bisa pulang ke rumah. Namun sekitar tahun 2015, dia
banting setir, memilih profesi sebagai kondektur bus SAUM.
"Saya
dikasih tahu sama teman ada lowongan kerja kondektur bus. Saya coba akhirnya diterima,"
ujarnya kepada Tribun di halte
bus Terminal Batu Ampar, usai tunaikan tugasnya selama setengah hari, pada
Sabtu 6 Agustus 2016 siang.
Bagi
kebanyakan orang, profesi yang dilakoni Sadariyah dianggap pekerjaan selera
lelaki. Tetapi bagi Sadriyah, tidak masalah sebab dirinya merasa menjalani
pekerjaanya lancar dan tiada kendala. "Orang tua saya mengizinkan. Suami
juga merestui," tuturnya.
Sudah
dua tahun jadi kondektur, Sadriyah merasa menikmati dan tubuhnya tetap merasa
prima, tidak ada keluhan sakit pegal-pegal dan masuk angin meski dalam
bertugasnya mesti butuh banyak bergerak.
Tidak
ada tips khusus yang dilakukan Sadariyah sebagai kondektur bus. Makan dan minum
seperti biasanya tanpa ada pantangan. "Yang penting makan dan minum
teratur. Tidur yang cukup," ungkap istri dari Nasrun ini.
Dia
membandingkan, ketika dirinya menjadi pedagang asongan, tidak punya waktu
banyak dengan keluarga dan anak. Sementara kerja di bus SAUM, dirinya bisa
punya waktu luang bertemu anak dan keluarga. "Saya kerjanya hanya setengah
hari. Berangkat pagi, pulang siang jam dua," kata Sadariyah.
Pengalaman
yang pahit yang dialami pada saat penumpang yang tidak tahu diri membuang
sampah sembarangan di dalam bus. Kadang ada beberapa penumpang yang kurang
sadar menjaga kebersihan bus. Jika kondisi ini terjadi, Sadariyah bertambah
capek kerja, karena juga diberitanggungjawab membersihkan bus.
"Saya
imbau jangan buang sampah sembarangan di pojok-pojok kursi. Kan sudah saya
kasih tempat sampah. Buang di keranjang sampah. Jangan merokok. Jangan membuang
puntung rokok sembarangan," tegas wanita kelahiran 8 Desember 1986 ini.[3]
( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Angkutan Andalan
Pelajar,” terbit pada Minggu 7 Agustus 2016 di halaman depan bersambung ke
halaman 11 Tribun line.
[2]
Koran Tribunkaltim, “Baru Melayani Jalur
Kariangau-Batu Ampar; Pintu Bus SAUM Rusak AC Tidak Berfungsi,” terbit pada
Minggu 7 Agustus 2016 di halaman depan bersambung ke halaman 11 Tribun line.
[3]
Koran Tribunkaltim, ”Sadariyah Wanita
Kondektur Bus Trans Balikppapan; Sedih Lihat Penumpang tak Tahu Diri,” terbit
pada Minggu 7 Agustus 2016 pada halaman depan bersambung ke halaman 11 Tribunline
Komentar
Posting Komentar