PONDOK PESANTREN AL MUKHLISHIN BALIKAPAN
Membuang
Sebulir Nasi Bisa Kena Sanksi
Pola pendidikan yang diterapkan Pondok Pesantren
(Ponpes) Al Mukhlishin Ma'had Tahfizul Quran dan Hadis Kota Balikpapan,
membentuk santri-santrinya hidup dalam balutan keberadaban dan akhlak Islam.
USAI
tunaikan salat Ashar, puluhan santri Ponpes Al Mukhlishin tidak langsung
membubarkan diri, tetapi membentuk lingkaran untuk melakukan seremonial
pembacaan kitab suci Al Quran secara jamaah, Minggu 12 Juni 2016 sore.
Satu
di antara santri itu, Lutfhi Al Bachri, menuturkan, sudah bisa beradaptasi
belajar di Ponpes Al Mukhlishin. "Sudah dua tahun saya mendalami limu
Agama disini. Sekarang saya sudah hafal 10 juz Al Quran, saya mau terus tambah
hafalannya,"ujarnya kepada Tribun.
Itulah
atmosfir ponpes saat menyongsong berbuka puasa Ramadhan, yang kini santrinya
berjumlah 16 orang. Ketika Tribun menemui Pimpinan Ponpes Al Mukhlishin,
Ustaz Imamuddin, menjelaskan, kurikulum yang dipakai ialah dirasah islamiyah,
ilmu yang berbasiskan Quran dan hadis.
Mereka
yang belajar di ponpes tersebut santri berumur sekitar 12 hingga 15 tahun, atau
usia siswa pendidikan menengah pertama. Alasan ponpes hanya mau menampung
puluhan anak, tidak sampai ratusan orang agar ada efektifitas pengajaran.
"Kami
bisa mengawasi dengan baik selama 24 jam. Kami pengajar juga bisa fokus,
mendidik secara maksimal dengan keteladanan dan hati," tutur Imam yang
lulusan Ponpes As Surkati Salatiga, Jawa Tengah ini.
Sejak
didirikan tahun 2013, ponpes ini sudah berhasil mencetak kader tahfizul
sebanyak tiga orang. Awal masuk ada puluhan orang, namun yang berhasil melewati
pendidikan hanya segelintir santri saja.
"Ada
yang tidak betah dengan pola pendidikan lingkungan pesantren. Yang niatnya
ingin mendalami keislaman tentu bisa selesai tempuh pendidikan pondok,"
kata Imam yang lahir di Samarinda 26 Juli 1986 ini.
Dia
menjelaskan, di pondok itu santri tidak diperbolehkan berhubungan dengan dunia
eletronik seperti televisi, gawai (smart phone), dan radio. Soalnya perangkat
elektronik ini bisa menganggu hafalan Quran dan hadis para santri.
Lagi
pula, televisi yang ditayangkan sekarang ini juga akan rawan timbulkan dampak
negatif seperti membentuk pola pikir hedonis. "Kalau mau nonton televisi
kami yang mengadakan. Kami sensor dahulu. Kami buat tayangan televisi yang
mengedukasi tentang kajian-kajian keislaman," ungkap Imam.
Selain
itu, etika Islam di Ponpes diterapkan secara menyeluruh, termasuk aturan ketika
sedang berada di kamar mandi yang tidak diperbolehkan menggantung baju dan
menaruh sembarangan alat-alat mandi. Jika melarang akan dikenakan sanksi
membayar denda Rp 5 ribu. "Mau masuk dan keluar dari kamar mandi mesti
berdoa," ujarnya.
Kemudian, aturan adab makan dan minum di ponpes pun ketat. Setiap santri jika terlihat mengambil makanan kemudian tidak menghabiskannya maka akan kena hukuman. Ponpes yang bangunannya berlantai empat ini mengajarkan santrinya untuk tidak berbuat mubazir.
"Kami
tidak melarang santri untuk makan banyak. Kami ajarkan etika saja. Jika perlu
sesuatu barang harus sesuai kebutuhan, jangan sampai berlebihan. Kalau kami
lihat sampai ada yang tercecer satu biji nasi di meja, akan dikenakan hukuman push
up sampai puluhan kali," tegas Imam.
Hal-hal
aturan seperti itulah yang kadang membuat beberapa santri ada yang tidak tahan
lalu mengundurkan diri dari ponpes. Sebenarnya tujuan dari Ponpes Al Muklishin
ini bukan untuk membentuk seorang ulama atau ustaz, tetapi ingin mencetak
generasi yang dalam kehidupannya berpondasi pada nilai-nilai Islam supaya
selamat dunia dan akhirat.
Soal
nanti santrinya mau jadi apa profesinya, Imam membebaskan sebab Islam tidak
mengatur ketat cita-cita profesi seseorang, sebagaimana tertuang dalam Al Quran
surat Al Lail ayat 4, "Sesungguhnya usaha kamu itu bermacam‑macam."
Usaha itu berdasar pembawaan, bakat dan menurut yang dipusakai dari lingkungan
orang tua atau iklim tempat tinggal.
"Mau
jadi apa saja boleh yang penting agama tidak dilupakan supaya selamat. Agama
tetap dinomor satukan, kalau waktunya sholat ya sholat. Zakat ya zakat. Infak
ya infak," kata Imam yang suka dengan makanan lapapan.[1]
( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Pondok Pesantren
Al Mukhlisin Balikpapan; Buang Sebutir Nasi Bisa Dapat Sanksi,” terbit pada
Senin 13 Juni 2016 tulisan kaki di halaman depan bersambung ke halaman 11.
Komentar
Posting Komentar