DEMI PRESIDEN JOKOWI
Demi Presiden
Demi Presiden
Republik Indonesia Joko Widodo yang akan lakukan kunjungan kerja di Kota
Tarakan, saya merapat juga ke daratan Kota Tarakan dari Tanjung Selor, ibukota
Provinsi Kalimantan Utara, pada Selasa 22 Maret 2016.
BERANGKAT
dari Tanjung Selor ke Tarakan menggunakan perahu motor di terimanl pelabuhan
Kayan II, Sabanar Lama. Saat itu hujan rintik mengiringi perjalanan dari
kediaman ke pelabuhan.
Setibanya,
saya langsung mendapatkan jadwal keberangkatan perahu motor pada pukul 08.30
Wita. Perahu motor melaju dengan lancar. Penumpang saat itu banyak, semua
bangku terisi penumpang. Maklum pagi hari memang selalu penuh, jam-jam sibuk.
Namun
kejadian ini bukanlah persoalan, perahu motor tetap melaju mengejar waktu
menerobos hujan deras, membelah air sungai yang coklat dan akhirnya, syukur alhamdulillah tibalah saya di pelabuhan
Tengkayu II Kota Tarakan pada pukul 09.49 Wita.
Kemudian dari
pelabuhan perahu motor inilah saya langsung ke arah Bandara Juwata untuk
melihat dan mengobservasi kesiapan bandara yang akan disinggahi presiden pada
esok harinya.
Saya
melakukan hal ini bukan kaitannya saya sebagai petugas protokoler kepresidenan
apalagi sebagai otoritas bandara, tetapi karena posisi saya sebagai jurnalis
Tribunkaltim yang sedang mendapat tugas peliputan.
Jutaan Pasang Mata Memandang
Pelaksanaan
kunjungan kerja presiden dan menteri perhubungan di Kota Tarakan berlangsung
pada Rabu 23 Maret 2016 sore, melakukan peresmian Bandara Udara Internasional
Juwata Kota Tarakan dan pembagian bantuan sosial di Masjid Nur Iman, Kampung
Nelayan Karang Anyar Pantai, Kecamatan Tarakan Barat.
Sebelum
presiden tiba di sore hari, pada siang harinya masyarakat sudah riuh. Banyak masyarakat
yang berdiri di pinggir jalan untuk melihat pemimpinnya datang ke Kota Trakan.
Terutama
anak-anak sekolah menengah pertama dan sekolah dasar rela berdiri di pinggir
jalan sambil membawa bendera kecil demi melihat presidennya. Keramaian ini tampak
di sepanjang Jalan Mulawarman dan Jalan Gajah Mada menuju lokasi pembagian
bantuan sosialnya.
Tidak hanya
itu, warga lainnya juga menanti kedatangan orang nomor satu di Indonsia
tersebut. Pantauan Tribun, saat presiden melintasi barisan warga masyarakat,
Presiden Jokowi membagikan buku tulis, warga pun antusias, sampai ada yang
berdesak-desakan untuk bersalaman dan mendapat hadiah buku tulis.
Mereka para
manula penerima bantuan sosial pun dihadirkan lebih awal. Padahal presiden
mungkin sedang di Kalimantan Barat. Ada seorang manula wanita merasa tidak
nyaman menunggu di sebuah ruangan yang sudah disiapkan Dinas Kesehatan Provinsi
Kaltara.
Wanita manula
itu ingin pulang ke rumahnya saja, ingin bersantai di kediamannya. Manula ini
merasa bosan menunggu hanya duduk santai meski disediakan makanan dan minuman
yang bisa disesuaikan seleranya. Apakah tidak kualat, ‘menekan’ orang tua yang
sudah lemah fisik itu ?
Petugas dari
dinas kesehatan itu tidak memperbolehkan penerima sumbangan keluar area. Wanita
manula itu dipaksa untuk tetap berada di ruangan tersebut, menunggu sampai
acara dilangsungkan, presiden hadir di lokasi.
Apakah ini
tidak melanggar hak asasi manusia ? Ada baiknya petugas itu yang menggiring
presiden ke rumah manula tersebut. Bukan sebaliknya, wanita manula yang harus
menunggu di tempat yang menurutnya bukan pilihannya.
Tidak hanya
mereka penerima sumbangan sosial, ini juga terjadi kepada para pelajar sekolah.
Sayangnya setelah berjam-jam menunggu, banyak pelajar yang kecewa, sebab ketika
presiden melintas tidak sangat puas melihat wajah presiden, hanya sekilas saja.
Padahal para
pelajar ini sudah menunggu lama sejak siang, sampai berpanas-panasan, keringat
bercucuran sampai badan bau matahari. Sungguh kasihan. Katanya mereka yang pulang
ke rumah, tidak ikut dalam barisan menyambut presiden, akan dikenakan hukuman
mengepel lantai ruangan kelas dan kena hukuman membayar denda sebesar Rp 20
ribu.
Sekedar untuk
menghilangkan rasa bosan menunggu, para pelajar ada yang duduk di pelataran pusat perbelanjaan sambil mengobrol
dengan teman-temannya atau jajan kuliner yang ditawarkan pedagang kaki lima
yang datang atas inisiatif pedagang sendiri.
Keberadaan
mereka ini tidak terlepas dari rancangan petugas protokoler kepresidenan.
Ketika ada iring-iringan mobil presiden mereka disuruh berdiri di trotoar
sambil melambai-lambaikan bendera kecil yang terbuat dari plastik.
Soal urusan
itu mungkin muncul kekecewaan pada diri anak-anak pelajar, namun yang penting
presiden jangan menimbulkan ketidakpuasan pada rakyat dalam mengelola negeri
ini. Harapan terbesar rakayat Indonesia, persiden harus bekerja melayani rakyat
tanpa ada diskriminasi.
Satu di
antaranya presiden mesti membuat kebijakan pendidikan yang tidak boleh
mengecewakan. Anggaran 20 persen untuk pendidikan adalah amanah konstitusi yang
mesti tetap dijalankan, jangan ditilep atau dikorupsi.
Presiden
mesti tegas jika ada kepala daerah yang melanggarnya, supaya pendidikan di
seluruh daerah yang ada di Indonesia bisa terbangun secara baik dan efeknya
mampu menelurkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. ( )
Komentar
Posting Komentar