FOOD ESTATE BULUNGAN
Ongkos Produksi Mahal Agroindustri Tak Jalan
Semenjak
dipilihnya daerah Bulungan sebagai satu di antara kabupaten yang menerapkan
Delta Kayan Food Estate pada tahun 2011, hingga kini baru ada satu perusahaan
yang mampu menjalankan agroindustrinya. Sisa lima perusahaan yang lain, tidak
jelas nasibnya.
MENGACU pada data Dinas Pertanian
Kabupaten Bulungan, perusahaan yang masih berjalan investasinya adalah PT Nusa
Agro Mandiri, yang melakukan usaha kedelai di lahan 1980 hektar.
Dahulu, PT Nusa Agro Mandiri
mengawali investasinya menanam padi. Tetapi kemudian diganti menjadi tanaman
kedelai. “Usai keluar izinnya, langsung action,” ujar Subuh Saptomo, Kepala
Bidang Bina Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan, Jumat 29 Januari
2016 saat ditemui di ruang kerjanya, Jalan Kolonel Soetadji Tanjung Selor.
Namun cerita lima perusahaan
lain, tidak sama. Seperti halnya, PT Agro Mandiri Sumber Kencana, awalnya sudah
mengantongi izin di tahun 2011. Saat sudah turun ke lapangan, mencoba menanam
jagung ternyata hasilnya tidak cocok.
Tidak menyerah sampai disitu,
perusahaan tersebut mengajukan izin lagi di tahun 2013 dan kemudian disetujui
oleh pemerintah daerah. Setelah keluar surat izin, di lapangan faktanya tidak
ada kegiatan. “Katanya mau menanam padi tapi sampai sekarang tidak jelas kemana
kegiatannya,” ungkap Subuh.
Semuanya bernasib sama. Mengurus izin di area Food Estate lalu tak lagi dilanjutkan, areal tanahnya masih kosong, hanya ditumbuhi semak belukar seperti lahan tidur. “Yang mengurus izin banyak. Tapi tidak ada yang jalan lancar,” ujarnya.
Secara peluang, daerah Food
Estate itu memiliki luas 50 ribu hektar. Kawasan pengembangan agroindustri ini
memiliki payung hukum yang sah, sudah dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati
Bulungan Nomor 490/K-VI/520/2011 mengenai Penetapan Kawasan Food Estate
Bulungan.
Subuh mengungkapkan, banyaknya
perusahaan yang terhenti melakukan agroindustri disebabkan berbagai hal. Satu
di antaranya adalah biaya produksi yang tinggi. Hasil tanam pangan yang
diperolehnya, tidak bisa menutup biaya modal produksi. “Modal tanamnya mahal
sekali. Keuntungannya tidak seberapa,” ujarnya.
Yang namanya perusahaan itu,
tambah Subuh, kegiatannya pasti mendasarkan pada hitung-hitungan untung dan
rugi. “Wajar saja. Kalau banyak ruginya, jelas tidak mau. Untungnya hanya
sedikit pasti tidak mau dilakukan,” kata pria berkumis ini.
Menurutnya, biaya produksi tinggi
bisa diterima secara logika. Sebab perusahaan-perusahaan ini saat akan
melakukan menanam mesti keluarkan biaya besar, karena tidak mendapat fasilitas
subsidi dari pemerintah.
Dimulai dari bensin sampai
pupuknya tidak boleh menggunakan yang bersubsidi. Apalagi harga bensin selalu
naik. “Harga pupuk yang non subsidi saja
sudah mencapai Rp 390 ribu, sementara pupuk yang subsisi paling hanya harga Rp
30 ribu saja,” urainya.
Kemudian soal ketersediaan tenaga
kerjanya masih dianggap sulit. Kalau pun ada, pasti mesti keluarkan biaya
mahal. Sebab perbandingan honor tenaga kerja yang di Jawa dengan yang ada di
Kabupaten Bulungan sangat berbeda, jauh lebih mahal biaya tenaga kerja di
Bulungan. “Kerja di Bulungan dibayar sama dengan pola di Jawa pasti tidak ada
yang mau,” ujarnya.
Berbeda halnya, ada dua
perusahaan di awal tahun 2016 ini, sudah mengajukan izin pembukaan pertanian di
Food Estate. Izin belum keluar masih diproses. Kedua perusahaan ini ialah PT
Gemari Bumi Pusaka rencananya akan menanam padi dan PT Bumi Perkebunan
Nusantara yang akan tanam padi di lahan 2397 hektar.
Terpisah, Penjabat Bupati
Bulungan Syaiful Herman mengaku, selama ini keberadaan food estate Delta Kayan
belum berjalan baik, karena belum terorganisasi secara baik, satu sama lain
masih berjalan sendiri-sendiri, belum ada kekompakan.
Kemudian yang ditanam hanya padi
saja. Kata Syaiful, yang namanya food estate itu harus beragam. Tidak hanya
tanam padi saja. Kalau hanya padi berarti namanya bukan food estate.
Tahun 2016 Cetak Sawah Ribuan Hektar
KEMENTRIAN Pertanian Republik Indonesia di
tahun 2016 mengucurkan bantuan dana sebesar Rp 24 miliar untuk program cetak
sawah di area Delta Kayan Food Estate Kabupaten Bulungan seluas 1500 hektar.
Demikian diungkapkan, Subuh
Saptomo, Kepala Bidang Bina Tanaman Pangan Dinas Kabupaten Bulungan, saat
ditemui Tribun, pada Jumat (29/1). Katanya, progam cetak sawah ini dukungan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Uang yang digelontorkan diambil
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebanyak Rp 24 miliar. “Nanti program
ini bukan bersifat aset pemerintah tetapi cetak sawah ini memang diperuntukan
bagi petani-petani transmigran,” ujarnya.
Lokasi Delata Kayan dipilih
karena cocok untuk pengembangan persawahan padi. Jenis sawahnya ialah padi pasang
surut, yang mengandalkan sumber air dari Sungai Kayan, yang berdasarkan
sejarahnya, sungai ini belum pernah mengalami kekeringan.
“Lahan tidur di food estate masih
luas. Kita gunakan untuk program ketahanan pangan. Kalau ini berjalan, lahan
food estate tinggal 30 ribu hektar. Semoga ini bisa segera kita lakukan di
tahun ini,” ungkap Subuh.
Secara teknis, cetak sawah seluas
1500 hektar tersebut akan dilakukan Tentara Nasional Indonesia. Sejauh ini,
lahannya masih semak belukar, belum membentuk menjadi sawah.
Biaya untuk cetak sawah, sudah
diperhitungkan biayanya yang mencapai Rp1,5 juta. Tindaklanjut penanaman
padinya akan dilakukan petani-petani transmigran. “Target kami Bulungan bisa
surplus beras,” ungkapnya.
Sebagai daya dukung kelancaran
program cetak sawah itu, nantinya juga akan melibatkan Dinas Pekerjaan Umum
yang akan bertugas membangun jalan usaha tani. Infrastruktur jalan ini
digunakan sebagai perlintasan kegiatan pertanian.
“Kalau sudah panen tidak
kesulitan lagi membawa panennya, sudah tersedia jalan, petani semakin
dimudahkan,” kata pria berkumis tebal ini.[1]
Perusahaan yang Belum Beraksi
PT Agro Mandiri Sumber Kencana
PT Sangyang Sri 3 Ribu Ha
PT Agro Bumi Mandiri 1205 Ha
PT Subuh Cahaya Abadi 1073 Ha
PT Sinergi Nature Resource 1886
Ha
SUMBER Dinas
Pertanian Bulungan 2015
[1]
Koran Tribunkaltim, “Keuntungan
Perusahaan Tidak Seberapa: Ongkos Produksi Mahal Agroindustri Tak Maksimal,”
terbit pada Senin 1 Februari 2016, di halaman 23, rubrik Tribunline.
Komentar
Posting Komentar