CERITA DESA PERBATASAN KALTARA
Adik Ipar Firman Memilih Malaysia
Kehidupan masyarakat perdesaan yang ada di perbatasan seperti Kabupaten
Nunukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) masih mengalami keterbatasan.
Ketersediaan fasilitas publik dinilai masih minim. Hal ini membuat beberapa
warga desa menggantungkan diri pada fasilitas yang tersedia di negara tetangga.
SEPERTI halnya, Firman Latif, Kepala Desa Balan Siku, Kecamatan Sebatik,
Kabupaten Nunukan belum lama ini mengantar adik iparnya ke rumah sakit yang ada
di Malaysia karena dianggap terdekat dan terlengkap.
“Sebulan lalu adik saya patah tangan. Puskesmas di desa kami tidak bisa
tangani. Lalu puskesmas merujuk ke rumah sakit yang ada di pusat kota Nunukan,”
ungkapnya di aula Serba Guna kantor Gubernur Kaltara, Jalan Kolonel Soetadji, Tanjung Selor, Selasa 19 Januari 2016
malam.
Namun apa daya, setelah adiknya itu dirujuk ke rumah sakit daerah
Kabupaten Nunukan, ternyata juga tidak membuahkan hasil. Rumah sakit merasa
tidak mampu menanganinya, karena patah tangannya sudah dianggap sangat parah.
“Rumah sakit merujuk kami ke Makassar atau ke Jakarta. Rumah sakit
beralasan tidak memiliki daya dukung alatnya,” ujarnya yang saat itu mengenakan
busana jas hitam.
Kontan, dirinya tidak mengindahkan anjuran pihak rumah sakit kabupaten. Firman membawa adiknya itu ke negeri seberang, ke Malaysia. Alasannya, pergi ke Makassar atau Jakarta sangat jauh, sedangkan ke Malaysia lebih dekat hanya memakan waktu 15 menit melalui jalur air.
“Saya carter perahu, saya bawa saja ke Malaysia, yang jaraknya lebih dekat. Tidak perlu keluar
biaya banyak harus pergi ke Makassar atau Jakarta,” tutur Firman, yang memiliki
ciri tubuh berbadan gelap.
Karena itu, dia sangat berharap, kepada pemerintah pusat sebaiknya di
Sebatik dibangun rumah sakit yang berfasilitas lengkap supaya warga tidak perlu
lagi lari ke Malaysia.
“Saya menilai pemerintah pusat sudah mulai memperhatikan kami seperti
halnya dana desa dinaikan dua kali lipat yang sebelumnya Rp 313 juta tahun ini
akan dapat Rp 600 juta lebih,” ujar Kadir.
Cerita yang sama, Kadir, Kepala Desa Sei Nyamuk, Kecamatan Sebatik Timur,
Kabupaten Nunukan, mengungkapkan, sebagian besar warganya masih menggantungkan
pada barang-barang konsumsi dari Malaysia. “Harganya jauh lebih murah yang
buatan dari Malaysia,” katanya.
Sebenarnya, secara niat, warga desanya ingin mengkonsumsi barang-barang
buatan Indonesia. Namun berhubung produk dari Indonesia masih sedikit dan lebih
mahal, maka warga terpaksa memilih barang yang lebih murah dan banyak.
“Kebanyakan barang-barang sembako yang kami beli berasal dari Malaysia.
Seperti gula, telur, ayam daging sapi. Kecuali beras sudah mulai banyak dari
buatan Indonesia,” ungkap pria kelahiran Soppeng Sulawesi Selatan ini.
Kata dia, apabila ada barang-barang Indonesia yang lebih murah tentu
warga akan memilih produk buatan dalam negeri. Istilahnya, jiwa dan raga warga
Desa Sei Nyamuk masih berada dalam pelukan Republik Indonesia, tetapi soal
perutnya masih ada yang di Malaysia. ( )
Komentar
Posting Komentar