NURSALAM TERPIDANA NARKOBA
Manusia 30 Juta Pembawa Sabu 2
Kilogram
Deretan bangku-bangku
kayu yang berada di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Selor,
Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, sebagai saksi bisu, Nursalam
akan dijatuhi hukuman pidana penjara dan dena oleh majelis hakim.
KALA itu,
bercelana panjang berbahan jeans, Nursalam, yang juga mengenakan rompi orange, sebagai tanda dirinya adalah
terdakwa. Dia datang ke PN Tanjung Selor, pada Rabu, 30 November 2015,
menghadiri sidang yang beragendakan putusan hukum, terkait kasus narkoba jenis
sabu 2 Kilogram.
Persidangan
tersebut dipimpin langsung Jarot Widiyatmono yang didampingi hakim anggota
Sandi Aluyubi dan Tony Yoga Saksana. Sejak dimulainya sidang, pukul 13.00 Wita,
Nursalam terlihat tenang duduk di kursi terdakwa.
Cara duduknya
tampak serius, wajahnya selalu memandang ke majelis hakim yang sedang
membacakan cerita perkara yang membelitnya, disangkakan sebagai pembawa sabu 2
Kg dari Kota Tarakan.
Di kursi
terdakwa, terpantau, lipatan paha Nursalam dirapatkan dan kedua kakinya hanya
berlapis sandal karet. Pria asal Bone ini ditemani dua pengacara, Sagala Wilmar
dan Edward Sitanggang, yang berada persis di samping kanannya.
Sebelum
memberikan ‘surprise’ hukuman,
majelis hakim bercerita Nursalam di belantika barang haram tersebut. Memaparkan kisahnya, yang dimulai dari tertangkap
tangan oleh Polres Bulungan pada 15 Januari 2015 di depan rumah jabatan Bupati Bulungan, Jl Jelarai, Tanjung Selor hingga latar belakang peristiwa sebelumnya yang kemudian jaksa menuntut hukuman penjara seumur hidup.
Berkemeja merah tua IPDA Sugiharto SH Kasat Resnarkoba Polres Bulungan |
Dan singkat
cerita, putusan hukum yang dibacakan ketua sidang mengungkapkan, terdakwa telah
dinyatakan hanya sebagai pembawa, bukan pemilik barang dan belum sempat
diperjual-belikan. Terdakwa diberikan upah membawa sabu oleh Arman sebesar Rp
30 juta.
Mengacu pada
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, mengenai Narkotika, dirinya dikenakan pasal
pasal 115 ayat 2. Karena itulah, maka diputuskan, Nursalam kena hukuman penjara
selama 16 tahun dan denda Rp 800 juta. Jika tidak mampu membayar denda, maka
terdakwa wajib menjalani kurungan penjara selama tiga bulan.
Mendengar
keputusan itu, Nursalam yang lahir di Bone Sulawesi Selatan, pada 2 Februari 1971 ini, terlihat
penampilannya masih tetap konsisten sejak awal, dia tenang tidak bereaksi. Usai
hakim memukul palu penutupan sidang, Nursalam langsung berdiri menuju ke para
majelis hakim untuk berjabat tangan.
Usai sidang,
saat dijumpai, Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Tanjung Selor, Feza Reza,
mengatakan, atas putusan yang dikeluarkan majelis hakim Pengadilan Negeri
Tanjung Selor, jaksa sebagai penutut umum akan mengkaji lagi.
“Kami masih
pikir-pikir dahulu, apakah akan mengajukan banding, atau tidak. Kan masih ada
waktu tujuh hari lagi untuk menyatakan banding atau tidak. Saya nanti akan
berkoordinasi terlebih dahulu dengan pimpinan,” ungkapnya.
Jaksa dan Pengacara Ajukan Banding
Seminggu kemudian, putusan hukum yang dijatuhkan oleh
majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Selor, atas terpidana pembawa sabu,
Nursalam, dianggap tidak memuaskan oleh jaksa penuntut umum dan pengacara terpidana.
Dalam
persidangannya, Nursalam dianggap bersalah membawa sabu seberat 2 Kilogram.
Majelis hakim memberikan hukuman penjara selama 16 tahun dan denda Rp 800 juta
dengan menggunakan pasal 115 ayat 2, Undang-undang Narkotika Nomor 35 Tahun
2009.
Waktu itu,
usai hakim memberi vonis, jaksa penuntut umum dimintai keterangannya,
jawabannya masih pikir-pikir. “Apakah akan melanjutkan persidangan di
pengadilan tinggi atau tidak.” Sebab masih ada waktu tujuh hari ke depan, untuk
menyatakan banding atau ‘legowo’ menerima putusan tingkat pertama.
Dan jelang
ambang batas, melalui Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Tanjung Selor, Feza Reza,
menegaskan, jaksa penutut umum mengambil langkah banding. “Hari ini (Senin)
berkas-berkas (banding) kami masukkan ke pengadilan. Kami upaya banding,”
ujarnya, pada Senin 5 Oktober 2015 siang.
Alasan naik
banding, ujar Feza, karena Nursalam itu bukan dianggap sebagai pembawa sabu
seperti apa yang tertuang dalam isi putusannya. Bagi jaksa, Nursalam itu mesti
dikenakan pasal 114, bukan yang pasal 115 ayat 2.
Menurut dia,
penerapan hukumnya kurang tepat, apalagi jatuhan hukumannya pun terlalu ringan.
Padahal dalam fakta persidangan, jelas terbukti, Nursalam di Kota Tarakan
menerima dan mengetahui barang yang dibawanya itu merupakan sabu.
Mesti bedakan
antara membawa dan menerima barang. Semestinya, menerima dan mengetahui barang
dianggap sama-sama mengetahui, memiliki keaktifan untuk melakukan perbuatan
secara sengaja. “Aturan yang pas dikenai pasal 114,” ujarnya.
Selain itu,
tambah dia, perbuatan yang dilakukan oleh Nursalam pun sangat bertentangan
dengan program pemerintah Republik Indonesia yang secara tegas menyatakan
perang terhadap bahaya narkoba. “Negara kita sudah darurat narkoba. Perangi
sampai habis,” kata Feza.
Terpisah,
Sagala Wilmar, pengacara terdakwa, usai mengikuti sidang putusan pun menyatakan
hal senada. Pihaknya menegaskan juga mengajukan banding. Namun berbeda dengan
alasan si jaksa penutut umum.
Pengacara
berambut putih ini melayangkan banding karena jaksa dianggap salah menerapkan
aturan, tidak rasional dengan memasukan pasal-pasal yang memberikan hukuman
mati. “Terdakwa hanya membawa barang yang diiming-imingi uang jutaan saja.
Harusnya hakim memutuskan Nursalam dengan bebas,” ujarnya.
Nah, lalu
bagaimana kisah selanjutnya? Apakah kemudian Nursalam akan mendapat hukuman
ringan, atau lebih berat dari vonis yang ‘dinobatkan’ hakim. Kita nantikan saja
ceritanya Nursalam, si manusia 30 juta pembawa sabu 2 Kilogram di Pulau
Kalimantan. ( )
Komentar
Posting Komentar