ADA YANG MERINDING ADA YANG TEGANG
ADA
yang Merinding ADA yang Tegang
“Saya merinding, luar biasa. Sebagai
daerah otonomi baru, Provinsi Kaltara telah berhasil. Mendapat penilaian WTP
(Wajar Tanpa Pengecualian).”
Itulah ungkapan yang dilontarkan Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara), Triyono Budi Sasongko, kala
memberikan pidato pernyataan di Rapat Paripurna Istimewa ke 4, di ruang
sidang lantai dua gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kaltara,
Jalan Kolonel Soetadji, Tanjung Selor, pada Jumat 29 Mei 2015 lalu.
Hal itu dia ucapkan seusai mendengarkan
hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Pemprov Kaltara
tahun anggaran 2014 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia yang
diumumkan oleh Kepala Perwakilan BPK Provinsi Kaltara Ade Iwan Ruswana.
Kebahagiaan tersebut,
sebelumnya juga ada yang mengungkapkan kekesalan, menyulut darah tinggi. Ruang
rapat kala itu, hawanya bercampur aduk. Ada yang merinding bahagia dan emosi
yang menegangkan.
Atmosfir ‘panas’ itu nampak di bagian
paling belakang pintu masuk ruang rapat paripurna tersebut. Latarbelakangnya terjadi
perdebatan antara petugas protokoler dewan dan segilintir pengunjung paripurna.
Cerita bermula, ada beberapa pengunjung
yang hadir di rapat tersebut hanya mengenakan kaos oblong dan kaos berkerah
dengan corak garis warna-warni. Mereka yang bergaya ‘metal’ itu adalah seorang pria berkumis tipis yang berprofesi sebagai intelejen dari Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan beberapa jurnalis media lokal.
Pria pemakai kaos berdesain tulisan Berani Jujur Hebat (sketsa by Jongfajar Kelana) |
Mereka itu sudah masuk ke dalam ruangan rapat, telah lolos dari penjagaan pintu masuk gedung DPRD Provinsi Kaltara yang ada di lantai dasar. Selang berjalan sepuluh menit saat pembacaan laporan keuangan oleh BPK Perwakilan Kaltara, masuklah petugas protokoler berambut cepak.
“Kenapa memakai kaos. Tolong ditutup
kancing jaketnya supaya tidak terlihat kaosnya. Darimana anda,” tegur petugas
ke pengunjung di dalam ruang rapat. “Saya intel dari Polres,” jawab pengunjung
dengan berbisik di telinga pria itu.
Usai itu, dia membiarkannya. Tetapi aksi
tegurannya tidak sampai disitu saja. Dia mencoba menegur hadirin yang lain,
yang terlihat memakai kaos. Kali ini, seorang jurnalis lokal yang kena
operasinya.
“Kenapa pakai kaos? Tidak boleh masuk.
Ayo, silahkan keluar dari ruangan ini. Ganti baju dahulu. Pakai kemeja,”
tegasnya, yang memberi himbauan kepada jurnalis tersebut.
Yang ditegur berkelit, pelbagai macam
alasan dikeluarkan sebab memang belum ada pelarangan memakai kaos di dalam
ruang rapat. Aturan tertulis yang resmi tidak ada sama sekali. “Peraturannya
dari mana? Memang ada aturan yang melarang?,” tanya jurnalis itu.
Akhir cerita, mereka-mereka yang ditegur
mengenakan kaos tetap bersikukuh berada di dalam ruangan. Mereka masih pada
pendiriannya karena acuan pelarangan mengenakan kaos di ruang rapat belum
jelas. Selama ini berdasarkan pengalaman,
beberapa jurnalis yang melakukan tugas peliputan sering mengenakan kaos saat
menghadiri acara formal. Dan tidak pernah dipersoalkan, baik itu di gedung
lingkungan Pemprov Kaltara maupun DPRD Bulungan dan Pemkab Bulungan.
Di Kabupaten Bulungan seolah gaya
seperti itu sudah dianggap lumrah. Tak ayal ada beberapa jurnalis yang tak
sadar pergi meliput mengenakan baju kaos oblong, asal yang penting bajunya
bersih dan tidak bau buruk.
Jika menarik ke belakang, sejarah penggunaan
fashion kaos bermula di kalangan tentara-tentara di Amerika Serikat dan Inggris
dalam panggung Perang Dunia Pertama yang dramanya ‘berdarah-darah’.
Kaos saat itu dijadikan busana pelengkap,
pakaian dalam yang mampu memberi rasa nyaman, sangat manjur menyerap keringat. Saat
tentara turun di medan perang, kaos oblong selalu melekat di tubuh para
tentara.
Namun perkembangan selanjutnya, kaos
menjadi trend populer di kalangan para pemuda. Pasca perang dunia ke dua, baju
kaos di beberapa negara eropa dan benua amerika, dijadikan media alternatif
bagi perjuangan kaum-kaum terpinggirkan.
Kaos berfungsi sebagai corong penyalur
aspirasi rakyat, alat perjuangan yang efektif bagi kaula muda. Kaos dipercaya
mampu menyampaikan pesan praktik ketidakadilan ekonomi sosial politik yang
dilakukan oleh pemerintahan kala itu.
Sampai sekarang pun, di abad milenium
ini, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia lembaga independen yang
pernah ‘memenjarakan’ pejabat negara karena kasus korupsi, pun menggunakan kaos
sebagai satu di antara alat kampanye memerangi korupsi.
Komentar
Posting Komentar