TAXI GELAP BORNEO | KALIMANTAN TIMUR | INDONESIA
Bayar Mahal Duduk Bangku Belakang
MELANGLANG buana ke negeri
Borneo. Aduhai, ternyata luas sekali Kalimantan ini. Setiba di Bandara Sultan Aji Muhammad
Sulaiman, Sepinggan, Balikpapan, saya pun disuguhi tawaran jasa tumpangan mobil
atau istilah kasarnya adalah jasa taxi gelap.
Namun berhubung saya
memperlukan jasa transportasi untuk berpergian ke daerah Teluk Lingga, Sangata,
Kutai Timur, maka tawaran taxi gelap itu saya terima. Saya harus mengocek uang
Rp 200 ribu.
Harga ini merupakan yang
paling mahal dari penumpang yang lainnya. Soalnya, perjalanan saya yang paling
terjauh. Karena ini juga, saya pun ditaruh duduk di paling belakang.
Pengalaman yang saya rasakan
waktu naik model tranportasi taxi gelap di kawasan Sulawesi dengan Kalimantan
Timur sangat berbeda. Kalau di daerah Sulawesi, tarif angkutan taxi ditentukan
dari posisi duduk.
Buat mereka yang duduk dekat
supir paling mahal, sedangkan yang duduk dibangku bagian belakang paling murah
meriah. Ini yang saya rasakan waktu di tahun 2013, merasakan perjalanan
menggunakan taxi gelap dari Kota Manado provinsi Sulawesi Utara menuju Kota
Gorontalo, Provinsi Gorontalo yang memakan waktu kurang lebih sembilan jam.
Kembali ke cerita taxi gelap
Kalimantan Timur, waktu itu penumpangnya tidak hanya saya sendiri. Ada yang
lainnya juga. Satu mobil terisi penuh, tak ada satu pun bangku yang kosong,
sang supir seolah sedang mendapat rezeki berkah.
Saya sendiri mendapat bagian
duduk di bagian paling belakang. Posisi ini menurut saya sangat tidak nyaman,
sungguh melelahkan, tak mengenakan, liak-liuk mobilnya benar-benar sangat
terasa.
Pasalnya ketika mobil
berjalan cepat di tikungan tajam atau melaju di turunan dan tanjakan jalan,
perut seperti di kocok-kocok, pusing puyeng bak naik kereta halilintar di
wahana permainan.
Duduk di bangku belakang, harus
berhimpitan dengan penumpang yang lainnya, kaki tak bisa bergerak, apalagi
selonjoran. Tapi tak apa, yang penting bisa selamat dalam perjalanan.
Semua itu ada untungnya,
juga ada ruginya. Untungnya naik jasa taxi gelap, ketika saya keluar dari pintu
bandara, saya bisa langsung cepat peroleh jasa angkutan ini. Dijamin tiba
sampai tujuan, bisa diantar sampai di depan pintu rumah, janji penyedia jasa
taxi gelap.
Ruginya, kita tidak peroleh
jaminan asuransi keselamatan. Namanya juga taxi gelap, sifatnya tidak resmi. Semoga
saja, mereka yang terjun di bisnis ini memperhatikan ‘kesehatan’ mobilnya, agar
aman dan kenyamanan terjaga.
Laju taxi gelap di lintasan
Kalimantan ini terbilang gila, membawa mobilnya tak jauh beda dengan pembalap
sirkuit force one. Mungkin, supirnya
yang sudah menguasai medan Kalimantan Timur, tak masalah mengendarainya dengan
lincah super cepat.
Keluar dari bandara,
terjebak kemacetan Kota Balikpapan. Ternyata kemacetan lalu-lintas tak hanya
dimiliki Kota Jakarta saja. Kendaraan bermotor baik itu roda dua dan empat
menumpuk di titik-titik jalan raya.
Taxi gelap yang saya
tumpangi dari bandara tidak langsung terisi penuh. Supir taxi masih harus
berkeliling ke Kota Balikpapan, menjemput orang-orang yang sudah memesan untuk
berpergian ke arah kawasan Bontang dan Sangata.
Berhubung ini momen yang
pertama kali pergi ke pulau Kalimantan, maka saya memang merasakan perjalanan
yang penuh rasa bahagia. Dalam perjalanan dapat melihat suasana Kalimantan
Timur.
Di Kota Balikpapan, layaknya kota-kota besar lainnya, saya
melihat banyak berdiri bangunan-bangunan perkantoran pemerintahan daerah maupun
swasta, juga masjid-masjid agung megah, serta hiruk-pikuk aktivitas warga
masyarakat.
Sekitar masuk jam sebelas
siang lewat, mobil taxi gelap yang saya
tumpangi masuk ke wilayah Kota Samarinda. Tidak jauh berbeda dengan situasi di
Kota Balikpapan, daerah Samarinda juga padat, Samarinda menjadi sebuah kota
besar dan ramai.
Saya sempat melihat geliat
di Sungai Mahakam, Samarinda, yang luas dan panjang. Airnya yang coklat menjadi
semacam media jalur tranportasi air. Ini tampak terlihat kapal-kapal pengangkut
batu bara berukuran besar melintas bebas.
Senangnya saya, akhirnya
bisa melihat langsung Sungai Mahakam. Mengingat sungai ini merupakan sungai
terbesar di provinsi kalimantan Timur yang bermuara ke Selat Makassar. Dan
memiliki panjang sekitar 920 kilometer yang melewati Kutai Barat bagian hulu,
Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda bagian hilir.[1]
Tidak seperti di Kota
Balikpapan dan Kota Samarinda, jalanan saat saya masuk di kawasan Bontang dan
Kutai Timur bertabur panorama hutan pepohonan, bukit-bukit menghijau,
perkebunan, dan sesekali juga melihat binatang monyet menyebrang jalan.
Juga bisa melihat
rumah-rumah ciri khas Kalimantan yang terbuat dari kayu dengan model rumah
panggung, yang dibagian bawah rumahnya juga ada yang memberi kubangan air.
Nah, katanya, kubangan air
di bawah rumah itu semacam ada sebuah kepercayaan yang akan mendatangkan
rezeki, kesehatan dan kenyamanan, sebab air itu adalah simbol kehidupan.
Singkat cerita, berhubung
saya memakai jasa taxi gelap yang harus banyak berhenti dan mampir ke
daerah-daerah lain, maka saya tiba di tujuan Sangata, Kutai Timur, harus
memakan waktu sekitar 13 jam dari Kota Balikpapan.
Mungkin saja kalau saya membawa
kendaraan sendiri pastinya akan lain cerita. Andai saja membawa kendaraan tanpa harus mampir ke pelosok-pelosok desa dan berhenti di beberapa tempat dengan lama, paling akan memakan waktu paling
cepat tujuh jam saja. ( )
[1] Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, 2002. Master Plan
Sungai Mahakam. Dinas Pekerjaan Umum dan Pemukiman Prasarana Wilayah.
Komentar
Posting Komentar