OBATNYA ITU REVOLUSI MENTAL
Obatnya Itu Revolusi Mental
JUTAAN lebih mata
rakyat Indonesia saksikan debat Calon Presiden (Capres) Republik Indonesia yang
digelar pada Senin 9 Juni 2014 malam, antara pasangan Prabowo Subianto dengan
pasangan Jokowidodo.
Acara yang berkaitan
dengan pesta demokrasi ini dapat dilihat di layar kaca beberapa stasiun
televisi swasta, yang disiarkan secara langsung dari Balai Sarbini, Jakarta.
Di pertengahan debat
Capres, pasangan nomor urut satu yakni Prabowo Subianto menyampaikan gagasan
yang menurut saya dirasa kurang tepat[1].
Pria yang berlatar belakang militer ini berkeinginan, kedepannya gaji para
pejabat negara di tingkatkan.
Alasan ditingkatkan
kesejahteraan para pejabat negara, kata dia, agar virus tindak pidana korupsi
tidak menyerang para pejabat negara. Gaji naik, pejabat tak tergoda untuk
berkorupsi. Logika dia, bila pejabat negara hidup tak berkecukupan, maka
dorongan untuk berkorupsi tentu sangat besar.
(sketsa by budi susilo) |
Ah, apa benar demikian ? Menurut
saya, rasanya pendapat Capres yang berpasangan dengan Hatta Rajasa tersebut
tidaklah masuk akal. Terbukti, sudah ada beberapa pejabat negara yang diberi
gaji super tinggi namun tetap saja tak tahan nafsu terhadap korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
Yang pasti, buat
mereka yang belum menemukan hakikat kehidupan, harta atau materi itu menjadi
kepuasan yang maksimal. Mereka yang masih tunamoral, atau buta akan nilai-nilai
kehidupan menganggap puncak kesempurnaan sesorang diukur dari harta benda dan
jabatan.
Maka dari itu,
tipe-tipe orang seperti demikian akan merasa bahwa apa yang namanya korupsi,
kolusi dan nepotisme adalah sesuatu yang dibenarkan. Mereka tak merasa berdosa
mengumpulkan harta benda melalui jalan korupsi.
Perlu disadari, yang
namanya pegawai negeri atau sebagai pejabat negara, adalah profesi panggilan yang
bertujuan untuk mengabdi bagi bumi pertiwi, menyerahkan jiwa raga untuk
kemajuan negara dan bangsa Indonesia.
Ibaratnya, profesi
ini bukanlah menjadikan seseorang sebagai hartawan. Tetapi profesi ini
merupakan tempatnya lumbung pahala, tempat pencarian amal kebaikan yang bisa
menjadi bekal modal pertolongan di kehidupan akhirat kelak .
Bila ingin hidup kaya
bergelimpang harta, maka jadilah pengusaha, berdagang yang halal dengan cara
yang benar, bukan sebaliknya ingin menumpuk harta yang sebanyak-banyaknya tapi
memilih menjadi pejabat, tentu ini cara yang dapat membuat celaka.
Karena itu, melihat
fenomena korupsi yang telah merambah ke semua lini, saya pun akan sangat setuju
dengan apa yang pernah dilontarkan oleh Jokowi (Jokowidodo) mengenai konsep
Revolusi Mental.
Indonesia memang
perlu adanya revolusi mental. Sebab lewat revolusi mental pada tiap
masing-masing rakyat Indonesia, maka bangsa dan negara ini akan berubah menjadi
hidup lebih baik.
Keganasan korupsi,
kerakusan akan kekuasaan, dan nafsu untuk berkolusi nepotisme, penyebab
utamanya adalah moral yang rendah dan ego yang super tinggi, tak lagi punya
nurani pada kehidupan warga miskin, warga minoritas, dan warga yang tertindas.
Seharusnya diperlukan
kesadaran pada setiap warga negara Indonesia agar dapat melakukan revolusi
mental, sehingga menjadi manusia yang luhur dan bermartabat, serta tak akan
lagi tergoda oleh kemolekan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dan karenanya,
selamat mencoba, melakukan revolusi mental. ( )
[1] Selain saya, juga ada pendapat yang serupa, yakni berikut ini, Pengamat: Gagasan Prabowo Naikkan Gaji
Pejabat Tak Tepat http://nasional.kompas.com/read/2014/06/10/1114305/Pengamat.Gagasan.Prabowo.Naikkan.Gaji.Pejabat.Tak.Tepat
Komentar
Posting Komentar