KORBAN SELAMAT PENYANDERAAN ABU SAYYAF
Empat ABK
Tugboat Henry Pulang ke Rumah
Empat
Anak Buah Kapal (ABK) Tugboat Henry yang selamat dari penyanderaan kelompok
bajak laut Abu Sayyaf di perairan Tawi-tawi Filipina akhirnya pulang ke rumah keluarganya
masing-masing.
Pengamatan Tribun, sekitar pukul 09.42 Wita,
sebanyak tiga orang ABK sudah memasuki Bandara Udara Juwata Kota Tarakan
Provinsi Kalimantan Utara, Minggu 24 April 2016.
Ketika
menuju ke Bandara Udara Juwata, para ABK yang selamat ini diantar menggunakan
mobil perusahaan tempat mereka bekerja, PT Global Trans Energy Internasional.
Mereka
yang akan berangkat di siang hari adalah Sembara Oktafian yang posisinya sebagai
Second Enginer, Leonard Bastian yang menjabat third enginer, dan Rohaidi
sebagai juru mudi. Ketiga orang ini berangkat menuju Kota Jakarta.
Sedangkan
satu orangnya bernama Royke Fransy Montolalu yang menjabat sebagai juru kemudi
akan pulang pada sore harinya, menggunakan pesawat Garuda Indonesia, menuju
Kota Manado Sulawesi Utara.
Sebelum
pulang ke kampung halaman, para ABK ini bertolak dari Lahat Datu Malaysia sejak
Kamis (21/4) menuju wilayah perairan perbatasan Malaysia-Indonesia.
Selama
di negeri jiran Malaysia, para ABK diberi perlindungan dan kenyamanan setelah
mengalami tindakan kriminalisasi dari kelompok Abu Sayyaf di perairan Tawi-tawi
Filipina.
Kemudian,
pada Jumat (22/4) sekitar pukul 09.20 Wita, dari garis perbatasan para ABK yang
naik Tugboat Henry dengan tongkangnya Christy melanjutkan ke tanah air,
Indonesia, Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.
Dan
singkat cerita, pada Sabtu (23/4) dini hari, akhirnya para ABK ini tiba di
perairan Mamburungan Kota Tarakan dan bersandar di Dermaga Lantamal XIII
Mamburungan sekitar pukul 08.00 Wita.
Saat
ditemui Tribun, Sembara Oktafian
enggan berkomentar banyak terkait pengalamannya beberapa hari di Kapal Tugboat
Henry mengarungi perairan laut Tawi-tawi, Filipina. “Saya tidak mau ngomong
dulu,” ujarnya di bandara.
Dia
terlihat bugar. Sambil menggendong tasnya, Sembara sejak turun dari mobil terus
melangkahkan kakinya menuju ke dalam bandara. “Kabar saya baik-baik saja. Sudah
enak,” katanya yang menggenakan kaos.
Dua
rekan lainnya pun sama, Bastian dan Rohaidi tidak mau bercerita banyak kepada Tribun ketika ditanyakan mengenai
pengalamannya saat selamat dari pembajakkan Abu Sayyaf.
Beralaskan
sepatu, langkah kaki kedua pria itu begitu cepat, mengarah masuk ke dalam
bandara untuk melakukan check in
tiket pesawat. “Saya mau cepat-cepat. Mau check
in. Sudah mau terlambat,” tutur Bastian.
Ketika
ditemui, Syahrul, Pimpinan Cabang PT Global Trans Energy Internasional Kota
Tarakan, yang mendampingi di Bandara Juwata mengatakan, kesemua ABK yang
selamat dari pembajakan Abu Sayyaf dipulangkan ke keluarganya.
“Kami
memfasilitasi tiket pesawat. Kami pulangkan para ABK. Kami belikan tiket
pesawat Garuda Indonesia. Ada yang pulang ke Jakarta juga ada yang ke Kota
Manado,” ungkapnya.[1]
Bukan
Dipecat Tetapi Diberi Libur
Pasca
pemulangan lima ABK Tugboat Henry dari Malaysia ke Kota Tarakan Indonesia,
perusahaan tempat mereka bekerja memberikan kebijakan memulangkan ke kampung
halamannya.
Demikian
diungkapkan Syahrul, Pimpinan Cabang PT Global Trans Energy Internasional Kota
Tarakan, saat ditemui di Bandara Juwata Kota Tarakan pada Minggu (24/4).
Ia
menjelaskan, pemulangan ke rumahnya bukan berarti di pecat atau diberhentikan
selamanya. Alasan pemulangan, perusahaan memberikan kesempatan para ABK yang
selamat dari penyanderaan untuk bertemu dengan keluarga di kampung halamannya.
“Tunggu
sampai stabil baru kami akan mempekerjakannya lagi. Kami fasilitasi pulangkan
ABK supaya bisa lega bertemu keluarga, anak istri. Mereka butuh dukungan
orang-orang dekat supaya tidak ada lagi trauma yang membakas,” ujar Syahrul.
Semua
tiket pesawat pulang ke kampung halaman ditanggung perusahaan, kecuali ABK yang
rumahnya di Kota Tarakan, atas nama Yohanis Serang. Mereka yang terbang ke
Jakarta adalah Sembara Oktafian, Leonard Bastian dan Rohaidi. Sedangkan Royke
Fransy Montolalu ke Kota Manado.
Menurut
Syahrul, para ABK ini tidak dipekerjakan untuk sementara sampai menunggu
kondisi stabil dan masih mendapat gaji bulanan. “Nanti dipertimbangkan lagi
sama perusahaan, bagaimana nanti mereka akan ditempatkan di pelayaran yang mana,”
katanya.
Soal
pelarangan berlayar ke Filipina pihaknya masih menerima kebijakan dari
pemerintah. Kata Syahrul, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah niatnya untuk
kebaikan.
“Kami
terima saja, buat keuntungan perusahaan kami juga. Daripada memaksa berlayar
ruginnya pasti akan tambah banyak. Lebih baik kami hentikan saja seperti
imbauan pemerintah,” ungkapnya.
Berdasarkan
riwayatnya, pelayaran tugboat batu bara milik PT Global Trans Enery
Internasional hanya satu saja. Jadi dia menganggap tidak terlalu merugi jika
ada penghentian pelayaran ke batu bara. “Sebulan kami paling rata-rata hanya
satu kali saja kirimnya (ke Filipina),” kata Syahrul.
Karena
itu, dia berharap, bagi para ABK yang masih disandera supaya bisa dibebaskan,
bisa pulang ke tanah air dengan selamat. Soal memenuhi uang tebusan, Syahrul
enggan berkomentar mengingat kebijakannnya ada di pusat, Kota Jakarta. “Kami
masih membahasnya, di pusat,” tutur Syahrul menutup pembicaraan.
Perahu Abu
Sayyaf Penuh Royke Selamat Tak Disandera
Mengenakan
topi abu-abu, Royke Fransy Montolalu (41), terlihat sedang bersantai duduk di
dalam mobil pada bangku bagian tengah mobil perusahaan tempat kerjanya, PT
Global Trans Energy Internasional.
Pria
kelahiran Tomohon itu lagi menunggu jadwal penerbangannya di Bandara Juwata
Kota Tarakan yang menuju ke Kota Manado. “Saya mau pulang ke Tomohon. Sore hari
saya terbang langsung ke Manado,” ujarnya saat bersua dengan Tribun, pada Minggu (24/4).
Lalu
tidak lama kemudian, Royke menyempatkan diri keluar dari mobilnya. Dia berkisah
saat dirinya bertatap muka dengan seorang pembajak kapalnya, Tugboat Henry saat
akan menuju ke perairan Kota Tarakan. “Saya takut juga. Kapal dibajak,”
katanya.
Waktu
kejadian pembajakan, pada Jumat (15/4) malam, dia merasa merinding. Panik
campur rasa takut. Bagi Royke, pengalaman dibajak oleh sekelompok bersenjata
api merupakan pengalaman pertama kalinya.
“Saya
sempat bingung mau berbuat apa. Saya kehabisan akal. Mereka yang membajak kami
semuanya memakai senjata laras panjang. Kami ditodong senjata. Mereka pakai
baju loreng,” ungkap pria berambut gondrong ini.
Ia
menjelaskan, cerita bermula waktu kejadian, dirinya sedang duduk bersantai
menikmati kopi di anjungan kapal bagian depan Tugboat Henry.
Namun
disela-sela menikmati suasana santainya itu, Royke tidak sengaja melihat ada
perahu cepat berbadan panjang mengarah ke tugboat Henry.
“Saya
langsung bangun. Lalu saya langsung bergegas naik ke atas kapal. Saya pilih
bersembunyi ke ruangan kapten (nakhoda kapal). Saya bilang ke kapten ada Abu
Sayyaf,” ungkapnya.
Gerakan
Abu Sayyaf yang sebanyak lima orang lebih tidak kalah cepat dengan Royke.
Begitu perahu Abu Sayyaf menempel ke tugboat, personel pembajak langsung
mengacungkan senjata dan sempat menembakkan ke permukaan kapal.
“Saya
sempat lihat dari atas. Saya melihat dari ruang kapten. Saya dengar sampai
berulang kali ada suara tembakan yang dilepaskan,” ujar bapak beranak dua
ini.
Tidak
berselang lama, ada orang bersenjata laras panjang naik ke atas, masuk ke ruang
nakhoda. Royke dan kaptennya Mochammad Ariyanto Misnan diacungkan senjata api.
“Kami
disuruh menyerah. Tidak pakai bahasa Inggris atau Indoensia. Pembajak kasih
kode saja, kalau kapten saya di suruh tiarap. Saya juga disuruh angkat tangan,
sambil disuruh berjongkok,” katanya.
Selama
penyanderaan di ruang kemudi tugboat Henry, pembajak dari Abu Sayyaf sama
sekali tidak melakukan penyiksaan atau berbuat kekerasan fisik. Royke dan
kaptennya hanya diberikan perintah untuk menyerah tidak melakukan perlawanan.
Hanya
saja, gawai miliknya dan kaptennya dirampas Abu Sayyaf. Sedangkan barang-barang
yang lain di ruang kemudi tugboat tidak ada yang diambil. “Handphone saya di
kantung diambil,” kata Royke.
Kemudian
tidak sampai 25 menit, pembajak memerintahkan kapten tugboat ke luar ruangan
kemudi. Sedangkan Royke sendiri masih dibiarkan tetap berada di ruang kemudi.
“Saya jongkok saja. Saya tidak berani melawan,” tutur suami dari Ririn
Handayani ini.
Setelah
situasi sudah hening, Royke mencoba memberanikan diri berdiri melihat situasi
ke bawah. “Saya lihat kelompok Abu Sayyaf sudah pergi tinggalkan tugboat kami,”
katanya.
Lantas,
saat dianggap sudah aman, Royke memberanikan diri turun ke bawah untuk melihat
kondisi teman-teman lainnya dan ternyata ada satu rekannya, Lambas, terlihat
terlentang bersimbah darah.
Menurutnya,
dia bisa selamat dari penyanderaan kemungkinan besar perahu motor yang dibawa
Abu Sayyaf tidak bisa menampung semua ABK.
Apabila
dipaksa semua orang dibawa ke perahu motor Abu Sayyaf, maka perahu Abu Sayyaf
bisa tenggelam tak bisa jalan. “Kapten saya dibawa pergi. Saya tidak dibawa,”
kata Royke yang lahir di Banjarmasin 10 Mei 1975 ini.
Kini,
Royke yang selamat dari penyanderaan Abu Sayyaf pulang ke kampung halaman,
difasilitasi perusahaannya pergi ke keluarganya yang ada di Desa Matani Dua, Tomohon
Tengah, Sulawesi Utara.
“Saya
dikasih libur kerja. Saya mau ketemu istri dan dua anak saya. Saya sudah
kangen. Sudah lamat tidak bertemu,” ujarnya.[2]
Usai Bertemu
Istri dan Anak Yohanis Pilih Ke Gereja
Satu
di antara lima orang Buah Kapal
(ABK) Tugboat Henry yang selamat dari penyanderaan Abu Sayyaf di perairan
Tawi-tawi Filipina, mengisi waktu beribadah di gereja, pada Minggu (24/4/2016).
Orang
ini adalah Yohanis Serang (34). Kesempatan ini dia peroleh setelah dirinya
bertolak dari Lahat Datu Malaysia tiba di Dermaga Mamburungan Kota Tarakan,
Provinsi Kalimantan Utara pada Sabtu (23/4/2016).
Pria
kelahiran Ujung Pandang itu setelah tiba di Kota Tarakan langsung bertemu
dengan istri dan dua anak tercintanya di kediamanya yang ada di bilangan Jalan
Aki Balak, Karang Anyar, Tarakan Barat.
Pengamatan
Tribun, pada Minggu siang, Yohanis
beribadah ke Gereja Toraja Jemaat Juata Tarakan di Jalan Aki Balak, Karang Anyar.
Dia pergi tidak sendiri, tetapi bersama istri dan dua anaknya.
Saat
berada di dalam gereja, Yohanis sedang menjadi pembicara di depan jemaat
gereja, memberikan kisah hidupnya selama berlayar dalam peristiwa pembajakan
kapal Tugboat Henry di periaran Tawi-tawi Filipina.
Kala
itu, yang disaksikan sekitar puluhan jamaat Gereja Toraja, Yohanis menguatkan
diri dan merasa tetap percaya bahwa Tuhannya selalu melindungi dirinya dari
ancaman bahaya. “Saya sempat takut. Tetapi saya yakin Tuhan melindungi saya,”
ungkapnya kepada seluruh jemaat.
Selain
itu, Yohanis pun menyempatkan diri berdoa. Pria kelahiran Ujung Pandang 14 Juni 1982 ini ingin
rekan kerjanya yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf untuk segera
dibebaskan, termasuk temannya yang kini masih di rawat di rumah sakit Malaysia,
atas nama Lambas Simanungkalit.
“Ya Tuhan
Yesus, selamatkan teman-teman kami yang masih di sandera. Diberikan kesembuhan
bagi Lambas. Supaya mereka bisa kembali ke rumahnya, bertemu keluarga dan
orang-orang yang dicintainya,” ujarnya.
Sebelum
pergi ke gereja, Yohanis kepada Tribun
di kediamannya mengatakan, tujuan pergi ke gereja untuk beribadah dan berjumpa
dengan orang-orang jemaat.
Dia
menganggap, pergi ke gereja untuk menguatkan dirinya yang sempat terkena
musibah beberapa hari di negeri orang. Kala itu, Yohanis merasa telah ditolong
Tuhan, baginya adalah mukzizat Tuhan yang patut disyukuri.
“Saya
sudah ditolong Tuhan. Saya bisa selamat, terhindar dari maut. Saya sangat
bersyukur. Tuhan ikut campur tangan menolong saya,” ungkapya yang saat itu
mengenakan kemeja lengan panjang abu-bau.
Setelah
mengalami kejadian kriminal pembajakan, Yohanis diberi kesempatan perusahaanya
untuk berlibur selama tiga bulan. Kesempatan ini akan dimanfaatkannya untuk
bermain dengan anak-anaknya.
“Anak
yang nomor dua kangen sekali sama saya. Sampai peluk-pelik paha saya. Saya
dipaksa untuk mengajak jalan-jalan. Tidur saja mau minta dipeluk terus. Maunya
tidur bareng sama saya,” ungkapnya. ( )
KRONOLOGIS
Pemulangan Kapal Tugboat Henry
-
Pukul 11.30 Wita, pada Kamis (21/4/2016)
Kapal Tugboat Henry dan tongkangnya, Cristy berangkat meninggalkan Jeti Lahat
Datu Malaysia.
-
Dari Jeti Lahat Datu Malaysia tujuannya ke
perbatasan RI-Malaysia.
-
Jumat (22/4/2016) pukul 09.20 Wita dari
perbatasan lanjut ke Tarakan Indonesia
-
Sabtu (23/4/2016) dini hari tiba di perairan
Mamburungan Kota Tarakan
-
Sabtu (23/4/2016) pukul 08.00 Wita penyerahan
ABK dari TNI ke Perusahaan
-
Sabtu (23/4/2016) pukul 09.30 Wita, ABK pergi
tinggalkan Dermaga Mamburungan
Sabtu (23/4/2016) ABK masih berada di Kota
Tarakan.
[1]
Koran Tribunkaltim, “Bastian dan
Rohadi Enggan Berbicara; Empat ABK Tugboat Henry Pulang ke Rumah,” terbit pada
Senin 25 April 2016, di halaman 17, rubrik
Tribunkaltara.
[2]
Koran Tribunkaltim, “Perahu Abu
Sayyaf Penuh Royke Selamat,” terbit pada Senin 25 April 2016, di halaman 23
pada rubrik Tribunline.
Komentar
Posting Komentar