BIOGAS SELIMAU SATU TANJUNG SELOR
Sekali Putar Kran Gas Gratis Keluar
Saat tabung gas elpiji
subsidi sedang langka di pasaran, banyak orang-orang linglung mencari
keberadaan gas, atau kalau pun ada beberapa gas mesti merogoh uang banyak di
saku celana. Tetapi bagi Muhammad Amin, 42 tahun, kelangkaan elpiji itu
bukanlah sesuatu hal bencana.
PRIA yang
sehari-hari sebagai petani ini tidak merasa khawatir, apalagi sampai bingung
ketika gas elpiji sepi di pasaran. Di kediaman Amin, sudah tersedia bahan bakar
gas masak yang bisa diperoleh secara gratis, dan dipakai kapan pun.
Bukan sulap,
bukan sihir, Amin tinggal sekali memutar keran, kompor masaknya sudah bisa
menyala apinya, memasak apa saja bisa matang, tak perlu keluar biaya tinggi
atau repot-repot sibuk terlebih dahulu berkeliling mencari gas di warung.
“Saya memakai
biogas, yang sumbernya dari kotoran sapi. Saya mengolah sendiri sumber gasnya.
Saya punya delapan sapi. Kotorannya saya gunakan untuk sumber energi gas,”
ujarnya kepada Tribunkaltim di
pekarangan rumahnya, Selimau Satu, Kelurahan Tanjung Selor Timur, Kabupaten
Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara pada Minggu 3 Januari 2016.
Penggunaan
energi biogas sejak tahun 2012. Semua alat-alatnya berasal dari bantuan Dinas
Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bulungan. “Saya tinggal pakai saja. Tidak
keluar modal untuk beli alat-alatnya,” kata Amin, yang memiliki dua anak ini.
Infrastruktur
biogas di antaranya ada bak terbuka untuk menampung kotoran sapi, lalu ada
tabung berbentuk bundar tertutup, yang tertancap di tanah sedalam dua meter.
Fungsi tabung ini untuk menyimpan campuran air dan kotoran sapi, sebagai sumber
utama energi gas dan alat pengukur volume gas berisi air yang bentuknya
menyerupai termometer.
“Air sebagai
tanda apakah gas masih banyak atau tidak. Airnya lagi naik berbarti gas masih
banyak. Sedangkan selang-selangnya untuk suplai gas ke kompor. Yang sudah
pernah rusak adalah selang-selang. Saya sudah hampir beberapa kali ganti,”
tutur Amin, yang wajahnya memiliki jengot pendek dan kumis tebal ini.
Durasi
pemakaian biogas milik Amin bergantung pada volume kotoran sapi. Semakin banyak
kotoran sapinya tentu saja akan semakin bagus energi gasnya. Umur biogas yang
empat tahun lalu tidak pernah ada gangguan, kondisinya selalu baik saja. “Tidak
pernah ada bahaya ledakan. Aman-aman saja,” ungkap Ketua RT 07 ini.
Namun, ada
satu kelemahan dari alat biogas ini, yakni bau gas yang mengepul ke udara
adalah bau kotoran sapi tetapi baunya tak terlalu menyengat dan tak menimbulkan
efek negatif seperti menimbulkan penyakit. “Apinya berkulitas baik. Warna apinya
menyala biru,” ujar Amin yang lahir di Banyuwangi, 28 Agustus 1973 ini.
Menurutnya,
penggunaan biogas kotoran sapi sangat berarti bagi dirinya. Kehidupan ekonomi
keluarganya bisa hemat, tak perlu mengeluarkan biaya konsumsi belanja gas.
“Sebenarnya
(biogas) buat lampu penerangan juga bisa. Tapi alat lampunya sudah rusak.
Modelnya seperti lampu patromak. Saya masih mencari dimana yang jual lampunya,”
ungkap Amin.[1]
( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Produksi Biogas
di Selimau Satu Tanjung Selor: Sekali Putar Kran Gas Gratis Keluar,” terbit
pada Senin 4 Januari 2016, pada tulisan kaki halaman 13, di rubrik Tribunetam.
Komentar
Posting Komentar