KELANA DESA TERAS BARU KALIMANTAN UTARA
Orang Apaukayan yang Mendekap Bulungan
BERMODAL sebuah sepeda motor bebek yang
kusam berdebu karena tidak pernah dicuci, saya berkelana menjelajah desa yang
ada di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara.
Kala itu, Senin 8 Juni 2015, saya
berniat menyambangi sebuah perkampungan Dayak yang ada di daerah Kecamatan
Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan, yakni Desa Teras Baru.
Mulanya pagi itu, saya berada di daratan
Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan. Untuk mencapai ke lokasi tujuan
Tanjung Palas, maka syarat yang tepat dan cepat ialah menyebrangi perairan
Sungai Kayan, sebab wilayah Tanjung Palas berada di seberang Tanjung Selor.
Untuk melewati sungai itu, tentu saja
bukan ide yang cemerlang menggunakan cara berenang menaklukan alam air sampai menceburkan
diri ke sungai. Dan melewati aliran air sungai dengan menggunakan jurus terbang
pun hal yang mustahil, sebab saya bukanlah orang ‘pintar’ apalagi pendekar.
Pilihan tepatnya ialah menggunakan
transportasi umum berupa perahu ‘tambangan’ sebuah moda angkutan air
penyebrangan dari Tanjung Selor-Tanjung Palas. Ongkos naik perahu itu dikenai
Rp 5 ribu untuk per orangnya, dan bila membawa sepeda motor kena tambahan biaya
Rp 5 ribu.
Sebentar saja menyeberang ke Tanjung Palas. Tidak sampai 10 menit sampai ditujuan. Untung saat itu arus sungai sedang bersahabat, air sungainya tidak sedang meluap banjir sehingga sangat mudah untuk menyeberangi.
Setibanya di daratan saya pun
melanjutkan perjalanan lagi ke arah Desa Teras Baru. Menyusuri jalan besar yang
berada di pinggiran Sungai Kayan menjadi arah penunjuk ke desa tersebut.
Semua warga yang ada di Tanjung Palas
sangat mengenal letak geografis Desa Teras Baru. Saya pun mendapat banyak petunjuk
dari banyak warga setempat, sehingga begitu mudah untuk menemukannya.
Semakin mendekat ke desa itu, kondisi
jalan cukup rusak, laju motor yang saya gunakan pun terpaksa harus berjalan
pelan-pelan karena jalannya masih berlubang-lubang dan bertanah. Kapan ya jalan
di desa ini mulus bagus ? Entahlah.
Tidak lama kemudian, hampir 20 menit
perjalanan saya menemukan Balai Adat Pemung Tawai Desa Teras Baru yang bangunannya
sangat besar bila kita bandingkan dengan rumah-rumah warga desa.
Bila sudah melihat balai adat itu maka pertanda
sudah tiba di Desa Teras Baru Kecamatan Tanjung Palas. Kebetulan saat itu,
desanya sedang ada kunjungan dari puluhan turis mancanegara.
Kedatangan mereka sekedar melihat-lihat
ragam budaya yang dimiliki warga desa tersebut. Seperti halnya ragam tarian,
benda-benda kerajinan serta gaya hidup masyarakatnya yang unik.
Kala itu, saya pun merasa penasaran dengan sejarah desa tersebut. Untuk mengetahui seperti apa, saya pun berjumpa dengan Mathius Lalo (56), Kepala Adat Desa Teras Baru yang saat itu mengenakan baju kemeja putih.
Di menuturkan, masyarakat Desa Teras
Baru sebagian besar bermata pencarian sebagai petani dan masih mempertahankan
budaya leluhurnya. “Kami merasa senang ada kedatangan tamu (turis). Desa kami
sangat terbuka, bagi siapa saja (turis) bisa datang kesini,” kata pria
kelahiran Apaukayan Malinau ini.
Secara sosial budaya, warga yang
menghuni di Desa Teras Baru asal-usulnya datang dari daerah Apaukayan Malinau
yang masuk dalam Dayak Kenyah Lepuk Tepu. Disebut Teras, karena saat itu
Kesultanan Bulungan dahulunya menyebut daerah Teras.
“Kami warga Dayak Kenyah Lepuk Tepu
pindah kesini (Desa Teras Baru) sekitar 30 tahun yang lalu (atau tahun 1985).
Kami disini sudah berkembang, berketurunan dan hidup bergantung pada bertani,”
ungkapnya.
Berkunjung ke Desa Teras Baru, saya
begitu kagum. Baru kali ini saya menyentuh daratan desa itu dan melihat secara
langsung warganya.
Masyarakatnya begitu ramah, mau menerima orang dari luar dan
sangat bersahabat. Senyum sapanya tidak mahal dan nuansa alam desanya masih
mengental. ( )
Komentar
Posting Komentar