DESA KELUBIR | TANJUNG PALAS UTARA | KALIMANTAN UTARA
Kisah
Desa Kelubir yang Bermakna Keluarga Besar
SUDAH lama menunggu berjam-jam, akhirnya Liet Ingai Wakil
Bupati Bulungan, tiba di pelabuhan VIP Tanjung Selor Kabupaten Bulungan, pada pukul
09.20 Wita, pada Kamis 9 April 2015 lalu.
Maklum, Wakil Bupati Bulungan sebelumnya menemui tamunya,
sehingga sedikit terlambat, akhirnya rencana keberangkatan menuju Desa Kelubir
pada jam 08.00 Wita harus molor satu jam.
Untuk menuju ke daratan Desa Kelubir, Kecamatan Tanjung
Palas Utara, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, menggunakan
transportasi air, melintasi perairan Sungai Kayan. Perahu speedboat kami berangkat pada jam 09.27 Wita.
Selama perjalanan, air Sungai Kayan begitu tenang, tidak
bergelombang. Cuaca kala itu cerah, matahari bersinar terang. Laju perahu kami
cepat, terbukti tidak lama menginjak di jam 09.43 Wita, melintasi Jembatan
Tanjung Palas-Salimbatu yang proses pembangunannya masih mangkrak.
Memandangi luas hutan-hutan bakau. Indah hijau asrinya.
Bisa dibayangkan, pasti banyak sekali ‘harta benda’ perikanan di kawasan bakau
itu. Kalimantan Utara, seharusnya bisa juara dalam minabahari.
Singkat cerita, di jam 10.02 Wita tibalah di Desa Kelubir
dengan selamat. Saat tiba, kondisinya masih belum memadai, sebab pinggiran desa
ini, dermaganya masih minim, jika air sungai pasang, dermaganya akan tergenang
air.
Untuk menuju ke kawasan pemukiman penduduk, kami harus
menempuh perjalanan yang masih bertanah merah, berkelok-kelok, berlubang, dan
lintasan yang naik turun. Menggunakan kendaraan roda empat, jarak tempuhnya
hanya butuh sekitar delapan menit.
Saat tiba di pemukiman penduduk Desa Kelubir, saya
berbincang-bincang dengan Fajar Sutoto yang kini telah berumur 58 tahun. Pria
ini merupakan generasi pertama yang menempati desa ini, sebab sebelum menjadi
desa, kawasan ini adalah lahan transmigrasi.
Kantor Kepala Desa Kelubir Kecamatan Tanjung Palas Utara Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara |
Dia bercerita, kalau Desa Kelubir itu awalnya bernama
Satuan Pemukiman Tiga, sebuah daerah transmigrasi dari daerah Data Dian dan
Pulau Jawa, yang terdiri dari orang-orang Dayak Kayan, Surabaya, Solo, Pemalang
dan Jember.
Persisnya, di 9 April 1984, orang-orang Dayak Kayan
datang sebanyak 80 kepala keluarga yang kala itu rombongannya dipimpin Luhat
Pai dan Ingai, ayah dari Liet Ingai.
Sedangkan, Fajar Sutoto masuk dalam gelombang orang-orang
Surabaya. Masuk pada 30 April 1984 dengan total 50 kepala keluarga. Selain
Fajar, rombongan juga diketuai Sunardi.
Untuk gelombang orang-orang Solo masuk pada 25 Mei 1984
berjumlah 50 kepala keluarga yang diketuai Hardi Suratno dan Hadi Karman.
Berikutnya, pada 15 Juli 1984 masuk dari orang-orang Pemalang sebanyak 50
kepala keluarga yang dikoordinator Atmoyo dan Dasmo.
Di 16 Juni 1984, datang lagi orang-orang dari Jember
sebanyak 50 kepala keluarga dipimpin Suroto dan Asrari Hadi Susanto. Dan di 5
Januari 1985 ada ketambahan lagi dari orang-orang Surabaya sebanyak 35 kepala
keluarga yang diketuai Shokeh.
Zaman semakin berkembang, berbanding lurus dengan jumlah
penduduk yang bertambah. Banyak warga penduduk kala itu kawin beranak-pinak,
membuat daerah transmigran ini ramai orang-orang.
Menginjak tahun 1985, penduduk di tempat ini telah
mencapai 315 kepala keluarga. Berangkat dari inilah kemudian tercetus untuk
membentuk desa defenitif, dari sebuah satuan pemukiman menjadi wilayah desa
persiapan.
Persisnya, sekitar tahun 1986, Pemerintah Kabupaten
Bulungan kala itu mulai melirik usulan menjadi sebuah desa. Dan ternyata benar,
sejarah pun akhirnya memutuskan daerah ini menjadi desa bernama Desa Kelubir. Ini
dideklarasikan di Sekolah Dasar Negeri 007.
Kata Fajar, pengambilan Desa Kelubir itu ada maksud dan
makna yang terkandung. Berdasarkan hasil kesepakatan bersama warga, nama Desa
Kelubir dipakai, terinspirasi dari nama sungai di wilayahnya, yang juga memiliki
arti “Keluarga Besar”.
Bersama kepala adat dayak kayan di Desa Kelubir Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara |
Sebagai Pejabat Kepala Desa Kelubir pertama kala itu
adalah Sunardi, yang menjabat tahun 1987 hingga 1999. Pria ini merupakan
pimpinan rombongan orang-orang transmigran gelombang Surabaya bersama Fajar
Sutoto.
Nah,
tahun sudah bergulir di 2015 masehi, Desa Kelubir sudah memasuki usia yang ke
31 tahun. Di umurnya yang terbilang masih muda, seluruh warga masyarakatnya
sangat berkeinginan, desa tempat tinggalnya mengalami kemajuan yang pesat,
menjadi desa terdepan, maju di Kabupaten Bulungan.
Inilah ungkapan warga yang diwakilkan oleh Kepala Desa
Kelubir Iswadi saat memberikan sambutan perayaan Ulang Tahun Desa Kelubir di
ruang pertemuan Desa Kelubir, Kecamatan Tanjung Palas Utara.
“Kami ingin pembangunan yang dilakukan pemerintah kabupaten
dan provinsi bisa dirasakan oleh kami. Pembangunan harus sampai tingkat bawah
agar desa kami bisa hidup lebih baik dari sebelumnya,” ungkapnya.
Saat yang sama, berkesempatan Wakil Bupati Bulungan Liet
Ingai yang notabene kampung halaman
orangtuanya. Dia memberi imbauan kepada seluruh masyarakat Desa Kelubir agar
tetap menjaga perdamaian, mengingat Kabupaten Bulungan akan melewati Pemilihan
Kepala Daerah Bupati dan Gubernur Kaltara.
“Ada Pemilukada kita pasti akan berbeda-beda. Akan rawan
konflik. Akan ada pro dan kontra karena mendukung calon-calon yang maju,”
tuturnya yang kala itu berkunjung ke Desa Kelubir. Tetapi jelasnya, pilihan
boleh berbeda, kedamaian tetap terjaga, jangan merusak kehidupan desa karena
Pemilukada.
Menurutnya, seluruh warga masyarakat Desa Kelubir harus
mempunyai sikap saling memiliki desa. Tiap-tiap warga harus menggendong rasa
memiliki desa. Sebab apabila warga merasa memiliki desa, tentu akan menjaga
kehidupan desa tetap damai dan penuh berkat, akan menjauhi tindakan merusak
desa.
Ia mencontohkan, seseorang yang ada rasa memiliki rumah,
maka bangunannya akan dijaga. Ada kotoran di rumahnya pasti akan dibersihkan.
Ada kerusakan di rumahnya akan dibenahi, begitu pun sama halnya dengan rasa
memiliki desa, tentu saja desa akan dirawat, dibangun menjadi lebih baik. “Saya berharap Desa Kelubir jadi desa
percontohan di Kabupaten Bulungan,” ujar Liet.
Apalagi tambahnya, Desa Kelubir yang sudah memasuki umur
31 ibaratnya usia muda. Seharusnya, usia muda adalah periode penuh semangat dan
produktif. Usia muda momen untuk melakukan perubahan yang lebih besar. ( )
Sumber: http://kaltim.tribunnews.com/2015/04/17/kisah-desa-kelubir-yang-bermakna-keluarga-besar
Terima Kasih Mas Budi, karena telah memperkenalkan desa kami (Desa Kelubir) kepada seluruh masyarakat Indonesia.
BalasHapus