KETAHANAN ENERGI INDONESIA MUMUR
Ketahanan
Energi Indonesia Mumur
GEMAH
ripah loh jinawi, Indonesia menyimpan kekayaan alam yang
berlimpah. Tunggu dulu dong, jangan ge'er. Itu mungkin
jargon jadul, tetapi kondisi terkini sudah tak lagi
seperti itu. Indonesia terancam kemiskinan sumber daya alam.
KITA
akan perang saudara !. Kalimat inilah yang muncul dalam diskusi
terbatas mengenai Energi yang saya ikuti di Wisma Kodel Jalan
Rasuna Said, Selasa (25/3/2014) siang.
Sebenarnya
menurut saya, kalimat itu bukanlah sebuah nada ancaman, apalagi upaya
untuk menakut-nakuti warga masyarakat yang bertempat tinggal di
Indonesia.
Ya,
bangsa ini ke depan mesti tetap waspada, harus berhati-hati dan
cerdas dalam mengelola sumber energi yang dikandung bumi pertiwi ini.
Mengingat kata Agus Pambagio, status Indonesia sudah menjadi negara
miskin energi.
Lihat
saja, beber Agus, cadangan energi fosil berupa minyak bumi dan gas di
Indonesia sudah menipis, karena minimnya eksplorasi. Ditambah lagi
kebijakan ketahanan energi yang masih tumpang tindih.
Kebijakan
energi tidak pernah bisa komprehensif dan menguntungkan bagi bangsa
ini. Kebijakan yang dikeluarkan tak cukup ampuh bagi solusi
menguatkan energi, malah sebaliknya melemah dan energi alternatif tak
berkembang baik.
Begitu
pun kebutuhan minyak bumi di Indonesia sekitar 1,5 juta barrel per
hari tetapi hanya mampu dipenuhi lifting rata-rata
800 ribu barrel per hari, selebihnya pasokan dari impor.
Lebih
jelasnya, kata pria yang dikenal sebagai Pemerhati Kebijakan Publik
ini menegaskan, bila bangsa Indonesia tidak memiliki ketahanan
energi, maka akan terjadi peperangan antar saudara sebangsa.
“Ambil
langkah revolusiner segera, karena kita berpacu dengan kelangkaan
energi dan kemiskinan absolut,” ujar Agus dengan intonasi nada
suara yang tegas.
Selama
ini, anggaran negara difokuskan untuk pemberian subsidi minyak.
Hampir Rp 300 triliun lebih, uang negara dikonsumsi untuk bahan bakar
minyak.
Seharusnya
diubah, pemerintah harus mencabut subsidi. “Kita harus bangun
infrastruktur gas dan sumber energi terbarukan,” kata Agus.
Mengambil
pelajaran dari Singapura, sebuah negara kecil dan tak memiliki sumber
daya alam gas tetapi ketahanan energi negara bekas jajahan Inggris
ini mampu berdaulat.
“Singapura
punya pasokan gas yang melimpah, yang dibeli dari free trade
negara Amerika Serikat,” tuturnya.
Seorang
ekonom dan politisi, Didik Rachbini pun mengatakan yang serupa.
Indonesia lebih banyak mengimpor energi ketimbang mengekspor.
Kondisi
ini mengakibatkan ekonomi Indonesia jadi keropos. “Lifting
turun. APBN rusak gara-gara impor,” keluhnya.
Dari
pengamatan Didik, bicara soal Ketahanan Energi negara Indonesia
kabarnya masih menyedihkan jika dibandingkan dengan negara tetangga
seperti Singapura.
Selama
ini, Ketahanan Energi kebijakannya hanya dipermainkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. “Harga BBM dibuat turun naik,
turun naik. Subsidi bertambah terus,” ujarnya.
Karena
itu, ia mengharapkan, calon presiden ke depan, tidak boleh mengulangi
presiden yang sebelumnya. Visi misi mengenai Ketahanan Energi yang
dimiliki calon presiden berikutnya harus jelas.
“Subsidi
kita harus untuk petani, beli pupuk. Parpol harus wajib laksanakan
(agenda ketahanan energi) ini,” tegas Didik yang saat itu
mengenakan batik biru berlengan panjang. ( )
Komentar
Posting Komentar