SERENTAK
Serentak
MEMASUKI tahun 2014 ini, Indonesia terhentak oleh
berbagai hal fenomena yang tak diduga-duga seperti di antaranya fenomena alam
akibat pemanasan global. Termasuk di bidang politik, juga mengalami perubahan
arah angin.
Di penanggalan orang Tionghoa, 2014 masehi ini
merupakan tahun Kuda Kayu. Dapat dibaca, tahun Kuda Kayu ini adalah musimnya
‘serentak-isasi’. Ada banjir serentak dan pemilu (pemilihan umum) 2019
serentak.
Maklum saja, kuda itu notabene binatang yang punya lari sangat cepat dan kuat. Wajar
kemudian jika ada ‘serentak-isasi’, yang menuntut gerak cepat tanpa ada kata
basa-basi lagi.
Para petugas Patwal berjalan serentak di kawasan depan istana negara Jakarta (photo by budi susilo) |
Banjir di Januari memberi derita para manusia. Banjir
datang bukan dengan sendirinya. Banjir menghampiri manusia karena undangan
manusia itu sendiri bukan inisiatif air banjir sendiri.
Merusak alam, membabat hutan, membuang sampah
sembarangan, dan suka membuang gas emisi lewat knalpot kendaraan bermotor,
banjir pun tanpa sungkan-sungkan datang lenggang
kangkung.
Itu pun terjangan air banjir tak datang hanya di satu
provinsi DKI Jakarta saja yang notabene
dikenal sebagai kawasan hutan beton dan punya penduduk yang padat, serta masih
punya oknum-oknum yang suka membuang sampah sembarangan di kali.
Daerah-daerah yang masih terlihat ada rimbunan tumbuhan
hijau, penduduknya yang sedikit, masih ada bukit-bukit, dan pegunungan ternyata
juga kena sasaran bencana banjir. Seperti di antarannya Manado Sulawesi Utara.
Banjir datang secara serentak di berbagai provinsi di
Indonesia, di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Bencana banjir
jangan dianggap sebagai kebahagiaan seperti layaknya anak-anak yang menyambut
terjangan banjir dengan riang karena bisa bebas bermain air, berenang gratis.
Banjir datang membawa pesan. Alam menyampaikan nasehat
ke manusia agar bencana banjir bisa dijadikan pelajaran penting, hidup harus
seimbang dengan kelestarian lingkungan. Hilangkan sifat serakah, jangan
menguras sumber daya alam secara membabi-buta.
Berikutnya ‘serentak-isasi’ di bidang politik, pada
Kamis 23 Januari 2014 Undang-undang nomor 42 tahun 2008 mengenai Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) diubah.
Melalui Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia bahwa
diputuskan, penyelenggaraan pemilu Indonesia pada tahun 2019 digelar secara
serentak. Alasan mendasarnya satu di antaranya untuk menghindari pemborosan
anggaran negara.
Boleh saja punya pola pikir seperti itu jikalau memang
itu muaranya untuk kepentingan publik tak menghasilkan banyak mudharat[1].
Dan tentunya, mampu menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin Indonesia yang
amanah.
Jangan sampai pemilu digelar serentak tapi melupakan
esensi dari pemilihan mereka sebagai pimpinan. Mereka para wakil rakyat jika
sudah duduk di bangku legislatif
harus ingat kerja, yang muaranya untuk menebar kebaikan secara serentak, bagi
seluruh rakyat.
Hal yang sama juga bagi mereka Presiden dan Wakil
Presiden terpilih. Jika sudah duduk di kursi orang nomor satu republik
Indonesia harus tetap giat kerja dengan baik dan bijak.
Seperti di antaranya membuat kebijakan negara harus
berkiblat pada kepentingan publik. Menggelar pembangunan (nation building) segala bidang harus secara serentak, jangan hanya
satu dua provinsi, atau golongan tertentu saja.
Namun terlepas dari itu semua, sebenarnya untuk
mewujudkan cita-cita proklamasi semua lapisan (rakyat Indonesia) harus serentak
bergerak. Gitu ajah repot[2],
yang penting bersama kita bisa[3],
dan bisa bergerak lebih cepat lebih baik[4],
demi Indonesia yang hebat[5],
dan harapan yang pasti[6],
walau dalam perjalanannya ngeri-ngeri
sedap[7].
( )
[1] Mudharat artinya keburukan,
kemunduran, atau bencana.
[2] Tagline yang sering dilontarkan almarhum Abdurahman Wahid (Gus Dur)
[3] Tagline dari Partai Demokrat yang digawangi oleh Susilo Bambang
Yudhoyono
[4] Tagline dari Jusuf Kalla yang saat itu maju sebagai calon presiden
dari Partai Golkar
[5] Tagline tahun 2014 yang dimiliki oleh Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP)
[6] Tagline tahun 2014 yang dimiliki oleh Partai Amanat Nasional (PAN)
[7] Tagline dari politisi Partai Demokrat, Sutan Batoegana
Komentar
Posting Komentar