MENTERI NEGARA
Menteri Negara
BERTEPATAN dengan hari lebaran orang-orang keturunan
Tionghoa, hampir 200 juta lebih mata dan telinga manusia menyaksi, ada seorang
menteri negara ‘mem-PHK’ dirinya sendiri[1],
demi ambisi ‘membangun negeri’ bernama republik Indonesia, Jumat (31/1/2014).
Sebelumnya timbul kontroversi, sebab wajah menteri ini
sering tampil di layar kaca televisi, menyampaikan iklan yang mengatasnamakan Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.
Tak luput juga, di angkutan-angkutan umum pun wajahnya
menghiasi dengan tujuan semuanya, untuk mendongkrak citranya, dalam
pencalonannya sebagai presiden pengganti Susilo Bambang Yudhoyono.
Istana negara tempat kerjanya Presiden Republik Indonesia (photo by budi susilo) |
Pernah suatu ketika juga, sekitar puluhan minggu yang
lalu, ada menteri negara yang mem-PHK dirinya sendiri, dengan alasan untuk
berkonsentrasi menyelesaikan lilitan persoalan hukum dugaan korupsi.
Namun ada juga, seorang menteri negara gelagapan, saat anak kandungnya yang
telah berumur dewasa dikait-kaitkan dengan dugaan korupsi di kementriannya dalam kasus proyek pengadaan videotron di tubuh kementrian koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Dan lantas,
desas-desus ini pun selanjutnya hilang, melayang entah kemana, padahal
sebelumnya beragam media massa, baik itu cetak maupun elektronik, menjadikannya
sebagai topik bahasan hangat.
Sangat berbeda, cerita fakta yang tergores dalam negara
sekuler seperti Turki, ada anak dari seorang menteri negara, telah ditetapkan
sebagai tersangka korupsi, maka tanpa basa-basi, sang bapak yang notabene seorang menteri, mengambil
langkah ‘mem-PHK’ dirinya sendiri.
Patut diteladani, atas pelajaran yang dicontoh oleh
seorang pejabat publik di negara Turki itu. Dan rasanya tak mungkin, Indonesia
yang ideologi bangsanya berazas Pancasila[2]
harus mengubah dahulu ke pola sekulerisasi, supaya pejabat-pejabat publik
Indonesia mau sadar diri atas jabatan yang disandangnya merupakan amanah
seluruh rakyat. ( )
[1] PHK adalah Pemutusan Hubungan Kerja.
[2] Di ayat pertama Pancasila,
“Ketuhanan Yang Maha Esa” menegaskan bahwa, dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara harus mengkombinasikan dengan nilai-nilai ketuhanan (agama), jangan
ada pemisahan seperti apa yang dikandung oleh konsep negara-negara sekuler
seperti Turki.
Komentar
Posting Komentar