KENYAMANAN BUKAN MELIHAT MANUSIANYA SAJA
Kenyamanan
Bukan Melihat Manusianya Saja
Bukan Melihat Manusianya Saja
Persoalan
Kota Balikpapan tidak ada habisnya, selalu saja dibahas dalam diskusi publik
satu di antaranya dalam kegiatan Konferensi Studi Lokal Gerakan Mahasiswa
Kristen Indonesia (GMKI) Balikpapan yang mengangkat tema Balikpapan Layak
Dihuni. Diskusi ini membahas sejauh mana warganya merasakan bertempat tinggal
di Balikpapan.
Aktivis
lingkungan menegaskan, Kota Balikpapan belum sepenuhnya nyaman dihuni
masyarakatnya. Beberapa kekurangan masih menggelayut Balikpapan seperti
persoalan lingkungan hidup yang mulai terancam. Di antaranya ancaman vegetasi
hijau dan persoalan lingkungan perkotaan.
Husain
Suwarno, Koordinator Forum Peduli Teluk Balikpapan, menjelaskan, pembangunan
pembukaan lahan hijau di kawasan Teluk Balikpapan dan hutan lindung Sungai Wain
mulai terancam. Pemerintah memberi izin pembukaan kawasan Teluk Balikpapan
sebagiannya untuk areal industrial.
![]() |
Jongfajar Kelana |
"Bicara nyaman dihuni harus melihat tidak hanya manusianya saja tapi mahkluk lainnya juga harus dilihat. Lahan industri dibangun tapi belum dibangun jembatan bagi lintasan satwa," katanya dalam acara diskusi GMKI Balikpapan di rumah jabatan Walikota pada Jumat 11 Agustus 2017.
Selain
itu, di sabuk hijau hutan lindung pun kini berdiri beberapa patok yang telah
diklaim sudah dimiliki secara pribadi. Semestinya di kawasan sabuk hijau itu
perlu ada perlindungan dilarang ada kegiatan pematokkan tanah untuk dijadikan
kepentingan pribadi seperti menggarap bangunan.
"Pernah
saya datang ke lokasi sudah ada beberapa tanah yang dipatok. Sudah ada yang
membuka lahan di sabuk hijau. Harusnya dilakukan pengawasan, selama ini tidak
ada pengawasan," ujarnya.
Berikutnya
keberadaan Sungai Ampal juga tidak terlihat ada sepadan sungai. Yang terjadi,
ada penyempitan. Saat hujan deras terjadilah banjir. Jufriansyah, Direktur LSM
Stabil, menegaskan, wilayah banjir di Kota Balikpapan bertambah. Data yang
terangkum, wilayah banjir masuk ke tempat-tempat yang selama ini tidak pernah
tergenang banjir.
"Pengembang
perumahaan yang tidak membangun bozem harus ditindak. Lahan hijau terbuka
dibangun untuk lokasi hunian tapi tanpa ada kelengkapan bozem air pun tidak
tertampung. Banjir terjadi dimana-mana," tutur Jufri.
Mengenai
hal itu, pengamat Hukum dari Universitas Balikpapan, Piatur Pangaribuan
menegaskan, Peraturan Daerah (Perda) atau izin pembangunan yang tidak lagi
sesuai kebutuhan masyarakat bisa dicabut seperti terkait penyebab persoalan
banjir.
"Perda
sekarang bisa digugat, tidak perlu ke Mahakamah Agung di Jakarta. Sekarang bisa
datang ke Pengadilan Negeri. Bisa lebih efisen," ungkapnya.
Sebenarnya,
kata Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan, Suryanto, konsep pembangunan yang
ada di Kota Balikpapan mesti mengacu pada aturan perundang-undangan lingkungan.
Penerapannya 52 persen untuk lingkungan dan sisanya 48 persen untuk pembangunan
fisik.
"Dari
dulu Balikpapan tidak mengizinkan ada pertambangan batu bara. Hutan lindung
masih terjaga, bahkan memiliki kebun raya terbesar di Indonesia," katanya.
Soal
pengembangan kawasan Teluk Balikpapan sebagai bagian dari area industri digarap
pembangunan infrastruktur, pihaknya tidak bisa membantah jika ada dampak yang
dihasilkan. Setiap membangun pastinya ada dampak yang ditimbulkan. "Kami
sering menerima masukkan. Siapa saja boleh berikan masukkan untuk
kebaikan," tegasnya.[1]
( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Diskusi GMKI
tentang Balikpapan Layak Huni; Kenyamanan Bukan Melihat Manusianya Saja,”
terbit pada Sabtu 12 Agustus 2017 di halaman tujuh rubrik Tribun Balikpapan.
Komentar
Posting Komentar