GAJAH MUNGIL SEDUNIA
Gajah
Pygmy Penghuni Kaltara
Binatang
gajah yang selama ini dikenal, tubuhnya berukuran besar. Telinganya lebar
memiliki belalai yang panjang. Gajah disandingkan dengan macan atau kuda nil,
tentu masih menang gajah, bentuk tubuhnya lebar tinggi dan besar.
Sejak
zaman dahulu, terkenal nyanyian mengenai gajah. Banyak orangtua mengajarkan
nyanyian ini ke para anak-anakanya. "Gajah binatang besar. Belalainya
panjang telinganya lebar." Beginilah satu petikan bait lagunya.
Jika
ditanya mahluk berkaki empat yang bertubuh besar, jawabannya adalah gajah.
Warna tubuhnya yang hitam besar, mudah diingat kalau binatang ini disebut
gajah. Namun siapa sangka, ternyata ada gajah yang berbeda, spesial. Bukan
gajah pada umumnya.
Ini
bisa ditemukan di utara Pulau Kalimantan, persisnya berada di Kabupaten
Nunukan. Ada gajah yang berukuran mini, meski usianya sudah dewasa dan tua.
Warna kulit sama dengan gajah lainnya, abu-abu. Juga memiliki belalai dan
telinga lebar, hanya saja bentuknya kuntet.
Nama
populer binatang ini ialah Gajah Pygmy Borneo. Di dunia ilmiah, sering disebut
Elephas maximus atau Elephas maximus bomeensis. Bayangkan saja, ukurannya gajah
pygmy ini hanya 2,5 meter saja. Yang lainnya Gajah Asia serta Afrika bisa
mencapai tiga meter lebih.
Mengutip
dari panda.org "New elephant subspecies discovered" (2003),
pernah ada peneliti dari World Wide Fund for Nature dan Columbia University
lewat penelitian DNA mitokondria, disimpulkan bahwa secara genetik gajah pygmy
borneo merupakan subspsesies tersendiri yang telah terpisah dengan gajah asia
termasuk subspesies gajah sumatera dan berevolusi sejak 300.000 tahun yang
lalu.
Keberadaan
gajah pygmy kini sulit ditemukan. Populasinya mulai terancam, menyusut berujung
pada jurang kepunahan. Semakin kecilnya jumlah gajah pygmy bukan berarti
terjadi secara sendirinya, semua ada penyebabnya, yakni rusaknya hutan habitat
gajah mungil ini.
Tempat
favorit gajah pygmy berada di hutan dataran rendah, yang belakangan sudah
banyak yang disulap menjadi hutan tanaman industri, seperti perkebunan sawit
dan karet. Akibat ini, rumah gajah pgymy rusak, tak lagi nyaman dihuni, gajah
berhijrah ke tempat lain sampai ada yang harus konflik, berkelahi dengan
manusia karena masuk ke kawasan pemukiman penduduk. Nasib gajah pygmy
tersingkir atau mati.
Organisasi
konservasi World Wide Fund for Nature Indonesia dalam penelitiannya sejak tahun
2007 hingga 2011 terungkap, keberadaan populasi gajah pygmy diperkiraan
mencapai kisaran 20 sampai 80 individu. Keberadaannya di Kalimantan Utara yang
berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia.
Ikon
Hajatan Demokrasi[1]
Belum
lama ini, di Kalimantan Utara (Kaltara), gajah pygmy borneo ini telah menjadi
buah bibir, dijadikan ikon dari sebuah momen hajatan demokrasi lembaga Komisi
Pemilihan Umum Provinsi Kaltara di tahun 2015.
"Biasanya
Kaltara selalu identik dengan burung enggang. Tetapi kali ini, kami mengenalkan
gajah mini, binatang khas dari Nunukan yang jumlah populasinya sudah mulai
berkurang."
Itulah
kutipan ungkapan pesan "go green" yang disampaikan Ketua Komisi
Pemilihan Umum Kaltara, Suryanata Al Islami, kala itu, saat membuka rapat pleno
penetapan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltara di Gedung Wanita, pada
Senin 24 Agustus 2015 malam.
Alasan
dia, kenapa KPU Kaltara mengusulkan gajah mini Borneo sebagai maskot Pemilihan
Kepala Daerah tahun 2015 ini, karena binatang mungil ini mulai terancam. Jumlah
populasinya bisa dihitung dengan jari.
Jika
tidak diselamatkan populasinya, maka generasi mendatang tidak akan bisa melihat
lagi gajah asli khas Nunukan, Kaltara.
Karena
itu, tegas Suryanata, jika para calon nanti ada yang terpilih sebagai pemimpin,
dirinya sangat berharap, agar pemimpin‑pemimpin Kaltara yang baru nanti, dalam
menjalankan pemerintahannya, semua kebijakan‑kebijakan yang dikeluarkannya,
harus mengacu pada aspek‑aspek keramahan lingkungan.
"Kita
harus bisa menjaga kelestarian lingkungan kita. Termasuk di dalamnya kita harus
bisa menjaga kelestarian flora dan fauna yang ada di tempat kita, gajah mini
yang dimiliki oleh Kaltara," katanya, yang saat itu mengenakan kopiah
hitam.
Mengacu
pada data World Wildlife Fund for Nature Asian Rhino and Elephant Action Plas
Strategy, diputuskan bahwa gajah mini Borneo tersebut juga disebut Elephas
Maximus Borneensis yang merupakan satwa asli Kalimantan.
Hal
tersebut sudah diuji penelitian melalui tes pembentuk tubuh, asam
deoksiribonukleat, yang hasilnya gajah memiliki ciri pemalu, berukuran kecil,
dan berbulu panjang. Sifat genetiknya berbeda dari gajah Asia dan Afrika,
diduga mengembara ke belantara Kalimantan pada 30 ribu tahun yang lalu.
Langkah
upaya menjauhkan gajah dari konflik dengan manusia, perlu ada peran serta
pemerintah daerah. Khususnya yang ada di daerah Kecamatan Tulin Onsoi Kabupaten
Nunukan. Mengutip dari World Wildlife Fund for Nature, sudah ada upaya
kerjasama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Pemerintah
Kabupaten Nunukan.
Teknisnya
membentuk anggota satuan tugas mitigasi konfik gajah yang anggotanya terdiri
dari masyarakat setempat. Tugas utama Satgas adalah melakukan pencegahan dan
penanggulangan konflik gajah.
Berkaca
pada hasil penelitian World Wildlife Fund for Nature di tahun 2005 hingga 2007,
terungkap, sekitar 16 ribu tanaman sawit milik masyarakat dan perusahaan
perkebunan rusak dimakan gajah. Dari hasil pemantauan, tahun 2005 hingga 2009
terdapat 11 desa yang rawan konflik gajah, semua desa‑desa tersebut berada di
Kabupaten Nunukan, Kaltara. ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Gajah Termungil
di Dunia; Jadi Ikon Pilkada,” terbit pada Minggu 20 Agustus 2017 di halaman
depan bersambung ke halaman tujuh rubrik Tribun Line.
Komentar
Posting Komentar