MERIAM JEPANG HASANUDDIN BALIKPAPAN
Fasisme Injak Kota
Minyak
Ini meriam bukan
sembarang meriam. Benda meriam yang kini dicat hijau loreng merupakan
peninggalan zaman kolonial negeri matahari terbit Jepang saat menginjak bumi
kota minyak Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur.
Sebagai
bukti, saya sambangi ke kawasan Gunung Meriam, Kelurahan Baru Tengah, Kecamatan
Balikpapan Barat, Kota Balikpapan pada Minggu 5 Maret 2017 siang. Meski
lokasinya berada di Jalan Hasanuddin, Kelurahan Baru Tengah, berdekatan dengan Jalan Sidodadi.
Dinamakan gunung karena memang wilayah meriam ini berada di dataran tinggi, saat menempuh
ke lokasi ini melewati jalur menanjak, saya bisa melihat luas hamparan lautan
Teluk Balikpapan.
Namun pemandangan lautan tidak bisa langsung dilihat dari dekat areal meriam sebab tertutup beberapa bangunan rumah penduduk. Sebenarnya Gunung Meriam disebut gunung tidak cocok.
Sebab, syarat bisa dikatakan gunung itu memiliki kriteria ketinggian tertentu. Dalam Encyclopædia Britannica butuh ketinggian 2000 kaki atau 610 meter baru bisa dikatakan sebagai gunung.
Sementara ketinggian dataran yang ada di Gunung Meriam tidak sampai 610 meter, ketinggian pada Gunung Meriam ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan kategori yang disebut gunung.
Terungkap di buku A Descriptive Dictionary of The Indan Islands and Adjacent Countries (1856), John Crawfurd menulis, bukit dalam bahasa Melayu sama dengan istilah gunung dalam bahasa Jawa yakni sebuah dataran yang tinggi.
Namun pemandangan lautan tidak bisa langsung dilihat dari dekat areal meriam sebab tertutup beberapa bangunan rumah penduduk. Sebenarnya Gunung Meriam disebut gunung tidak cocok.
Sebab, syarat bisa dikatakan gunung itu memiliki kriteria ketinggian tertentu. Dalam Encyclopædia Britannica butuh ketinggian 2000 kaki atau 610 meter baru bisa dikatakan sebagai gunung.
Sementara ketinggian dataran yang ada di Gunung Meriam tidak sampai 610 meter, ketinggian pada Gunung Meriam ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan kategori yang disebut gunung.
Namun dalam bangsa Melayu, bahasa ''gunung'' juga sama dengan sebutan ''bukit''. Orang melayu telah sepakat pada arti gunung dan bukit adalah defenisi yang sama.
Orang melayu biasa menyebut gunung dan bukit adalah sama-sama sebuah kata yang memiliki makna permukaan tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah di sekelilingnya.
Orang melayu biasa menyebut gunung dan bukit adalah sama-sama sebuah kata yang memiliki makna permukaan tanah yang lebih tinggi dari permukaan tanah di sekelilingnya.
Terungkap di buku A Descriptive Dictionary of The Indan Islands and Adjacent Countries (1856), John Crawfurd menulis, bukit dalam bahasa Melayu sama dengan istilah gunung dalam bahasa Jawa yakni sebuah dataran yang tinggi.
Generasi
zaman sekarang sepertinya mesti tahu akan benda bersejarah ini. Teknologi
perang yang digunakan militer fasis Jepang memberi gambaran bahwa Indonesia
dilirik bangsa luar, punya potensi yang bisa memberikan keuntungan.
Meriam
yang kini ada, sudah berkarat, tidak lagi dipakai untuk alat perang. Meriam
yang berdiri tegak di Sidodadi ini mirip rekaman sejarah tempo silam,
mengembalikan lagi ke masa yang penuh dengan jiwa heroisme.
Secara
fungsi meriam ini memiliki pertahanan udara yang diproduksi negeri Jepang,
dengan bukti ada tanda tulisan berhuruf Jepang pada bagian pangkal meriam.[1]
Lalu
meriam memiliki dua laras dan di bagian bekalang terdapat sliding breech dan tersisa satu buah tabung penahan hentakan.
Penyangga
meriam masih ada dan berdiri di penganga
berputar yang tertanam dalam tanah. Tempat operator meriam masih terdapat
sebagian di sisi kiri meriam. ( )
[1] Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan
Pariwisata, Profil Cagar Budaya Balikpapan 2012, di halaman 57.