SAPU BERSIH PUNGLI KALTIM

Spesial Pakai 
Operasi Tangkap Tangan


Genderang perang terhadap tindakan Pungutan Liar (Pungli) ditabuh kencang. Aksi perlawanan ini dimulai dari pemerintah pusat Republik Indonesia dengan menerbitkan Keputusan Presiden.

Gejala penyakit masyarakat ini sudah mewabah ke berbagai penjuru. Inilah yang kemudian, pemberantasan pungli ini dilakukan dari pusat hingga ke lingkungan daerah.

Konkritnya, dibentuk ke dalam sebuah lembaga khusus, Satuan tugas (Satgas) Sapu Bersih Pungli, termasuk di lingkungan instansi pelayanan publik wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara).

Langkah strategisnya, tubuh Sapu Bersih Pungli ini terdiri dari Polri sebagai sentralnya, kemudian Kejaksaan Agung, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Target operasionalnya yang jadi bidikan dimulai dari pembuatan, antara lain Surat Kelakukan Cakap dari Kepolisian, Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, Izin Bongkar Muat Pelabuhan, dan izin di berbagai pemerintahan daerah.

Seperti halnya diperlihatkan Kepolisian Daerah (Polda) Kaltim dan Kaltara, melalui Kapolda Kaltim Irjen Pol Safaruddin ketika menggelar “Focus Group Discussion Sapu Bersih Pungli,” pada Rabu 16 Novmber 2016 pagi, di ruang Mahakam Polda Kaltim.

Jongfajar Kelana

Lembaganya sangat antusias membersihkan perilaku pungli. Tindakannya akan menyasar instansi pelayanan masyarakat di Kaltim dan Kaltara. Kehadiran Satgas ini ditujukan upaya pencegahan pungli itu sendiri.

"Sebenarnya kami tidak mau menindak. Semua pihak harus sadar, kalau tidak ya, tentu ada korban. Kalau sudah tak bisa dicegah, ya harus ditindak," tegasnya. 

Namun jurus berantas pungli itu mendapat tanggapan dari akademisi hukum dari Universitas Balikpapan, Muhammad Nadzir.

Alasan dia, pembentukan Satgas itu sifatnya Ad Hoc, hanya sementara saja. Ketika telah dinyatakan bersih berhasil dilaksanakan, maka Satgas dihapuskan.

Situasi demikian yang menurutnya perlu dikhawatirkan. "Satgas sudah tidak ada lagi. Lalu kemudian kembali lagi pungli ya, merasa sudah aman tidak ada lagi yang mengawasi dan menindak," katanya.

Titik sukses pemberantasan pungli itu ada diperilaku subjek hukumnya. Saat aparatur pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat membenci pungli, menganggap pungli sebagai tindakan yang tidak etis, maka tidak akan mustahil pungli pergi dari muka bumi.

Karena itu, tambah dia, perlu ada keseriusan bersama memberantas pungli. Perlu ada satu kesatuan misi yang sama supaya membuahkan hasil, pungli hilang dari kehidupan sehari-hari.

"Sebaiknya sekarang Satgas Saber Pungli mesti gandeng semua elemen masyarakat," tegasnya.

Satgas Saber Pungli memiliki payung hukum berupa Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar serta Keputusan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Nomor 78 Tahun 2016.

Garis besarnya, Satgas Saber Pungli memiliki empat fungai yakni intelijen, pencegahan dan sosialisasi, penindakan, serta yustisi (peradilan). Spesialnya, Satgas ini memiliki perlakuan khusus diberi kewenangan melaksanakan operasi tangkap tangan (OTT).

Dalam kajian Islam, sebenarnya Pungli perbuatan yang dilarang. Setiap penganut agama Islam tidak diperbolehkan masuk dalam kerangka pungli.

Ini ditegaskan, Ketua Pengurus Cabang Nadlatul Ulama Kota Balikpapan, Muhammad Muhlasin, yang juga menjelaskan, pungli dalam Islam disebut Al Ma'su.

"Kami sempatkan dalam dakwah-dakwah, mengingatkan untuk tidak berbuat Al Ma'su," ujarnya.

Dalam buku Abu Fida' Abdur Rafi, "Penyakit Korupsi dengan Takziyatu  Nafs," disebutkan Al Ma'su atau Al Ghasbu merupakan pungutan liar yang bersifat memaksa.

Jadi, al-ma'su adalah perbuatan memungut cukai dengan cara mengambil apa yang bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya pula.

Perbuatan mencolok ketika seseorang akan mengurus sesuatu yang kemudian dibebankan sejumlah bayaran oleh pelaku pemungut pelayanan dengan tanpa adanya kerelaan dari orang yang dipungutnya tersebut.

Disebutkan oleh Asisten Ombudsman Republik Indonesia wilayah Kaltim, Dwi Farisa Putra Wibowo, menjelaskan, pangkal mula aksi pungli disebabkan pelayanan publik yang kurang prima.

Uang atau materi dijadikan tolak ukur kecepatan pelayanan. Siapa yang bisa memberi imbalan atau upeti yang menggiurkan, pelayanan akan diistimewakan. Sebaliknya, barang siapa yang tidak memberi imbalan lebih, pelayanan akan dipersulit. 

Menurut dia, pungli itu ibarat puncak gunung es. Dipermukaan terlihat sedikit tetapi sebenarnya banyak yang tidak terlihat. Inilah yang perlu sama-sama untuk diperangi. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

PONDOK PESANTREN MARDHATILLAH BALIKPAPAN