DESA BUNAU | SEKATAK | KALTARA
Sungai Sudah Keruh
Suasana Lebih Bising
Masyarakat desa yang berada dalam
wilayah Kecamatan Sekatak mulai merasakan dampak praktik pertambangan emas
ilegal. Desa-desa yang berada dekat dengan kawasan pertambangan liar ini tidak
lagi bisa merasakan suasana desa yang seperti dahulu kala.
SATU di antaranya di Desa Bunau
Kecamatan Sekatak, warga yang bertempat tinggal di desa ini mulai mengalami
kesulitan mencari sumber air bersih.
Kepala Desa Bunau, Kuspin,
mengungkapkan, sebelum adanya praktik tambang emas ilegal, warga desa mudah
mendapat aliran sungai yang bersih.
“Sekarang sudah keruh. Air Sungai
Sekatak sudah agak kecoklat-coklatan,” ungkapnya saat berbincang dengan Tribun belum lama ini di balai Diklat Kabupaten Bulungan.
Dahulu kala, Sungai Sekatak
dimanfaatkan warga untuk mencuci pakaian atau mandi bersihkan badan. Warna air
sungai yang sudah berubah menjadi sedikit keruh, membuat warga jarang
memanfaatkan air sungainya. “Sungai itu ibarat urat nadi kehidupan kami,” ujar Kuspin
yang lahir pada 1 November 1981 ini.
Belum lagi, aktivitas
pertambangan membuat suasana malam hari desa menjadi gaduh, berisik dengan
geliat pertambangan. Sebelum adanya pertamangan, desa saat malam hari
berkondisi hening dan tentram. “Tiap malam kami selalu dengar mondar-mandir
kendaraan bermotor pengangkut bongkahan galian tambang,” kata Kuspin.
Sebenarnya, tambah Kuspin,
beberapa waktu yang lalu, pihak aparat penegak hukum, yakni kepolisian Polres
Bulungan, sudah melakukan penutupan tambang, namun belakangan muncul kembali.
“Sampai sekarang masih berlangsung,” ungkap bapak beranak enam ini.
Dia menilai, mereka yang
melakukan praktik tambang emas ilegal berasal dari orang-orang luar dari
Sekatak. Kuspin membantah, warga setempat tidak ada yang terlibat, sebab warga
desa di Sekatak tidak memiliki keahlian membuat galian pertambangan emas. “Saya
lihat ada yang dari Manado, Gorontalo dan Boloaang Mongondow,” urainya.
Rombongan liar itu datang ke
Sekatak melalui jalur air, dari daerah Kota Tarakan. “Kami ingin aprarat
penegak hukum untuk bisa menghadang mereka untuk datang ke daerah kami. Mereka
ke Sekatak naik perahu motor tanpa ada pemeriksaan,” ungkap Kuspin.
Ditambahkan,
Ketua Adat Bulusu Sekatak, Usnan Jambir, menegaskan, mewakili masyarakat adat,
setelah mengetahui dampak-dampak buruk tambang ilegal, masyarkat desa di
Sekatak menolak keras adanya praktik tambang emas liar. “Kami seluruh kepala
desa sudah sepakat menolak kegiatan tambang liar,” ujar pria berujur 48 tahun
ini.
Tambak Sekatak Tak Berizin
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Utara
(Kaltara) menginginkan, aparat penegak hukum bisa bertindak tegas atas praktik
pertambangan yang terjadi di Sekatak Kabupaten Bulungan karena tak berizin.
Kepala Bidang Pertambangan ESDM
Kaltara, Yusuf Minggu, mengatakan kepada Tribun di kantornya, bahwa persoalan pertambangan liar sudah sejak lama belum
terselesaikan. Praktik ini dilakukan masyarakat yang tanpa adanya pengurusan
izin, termasuk satu di antaranya praktik tambang emas ilegal di Sekatak.
“Jelas sekali tambang yang disana
tidak ada izin. Kami sudah tahu itu ada praktek tambang emas yang dilakukan
oleh masyarakat, tanpa ada proses izin hukum dan kajian AMDAL (Analisis Dampak
Lingkungan),” ungkapnya.
Menurut dia, praktik tersebut
tidak bisa dibiarkan mesti harus segera ditangani. Pemerintah sangat berharap
kepada aparat penegak hukum untuk tuntaskan persoalan tambang liar yang tidak
berizin. “Jangan terus dibiarkan supaya tidak ada dampak negatif yang akan
lebih meluas,” kata Yusuf.
Mengacu pada Undang-undang
Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2019, disebutkan bagi yang melakukan
pertambangan secara ilegal akan dikenakan
hukuman 10 tahub penjara dan
denda paling banyak Rp 10 miliar.
Aturan itu disebutkan secara
jelas di dalam pasal 158, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa Izin
Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus akan dikenakan hukuman.
Apalagi, tegasnya, praktik
tambang liar, atau ilegal itu tidak ada pertanggungjawaban. Jika terjadi
kerusakan lingkungan, atau bencana manusia akibat dari pertambangan, maka pihak
yang bertanggungjawab sulit dibuktikan.
“Mereka yang melakukan tambang
akan lari begitu saja bila ada kerusakan. Merak tidak mau menanggung dampak
negatif kegiatan pertambangan,” kata Yusuf.
Dia menyadari, selama ini,
pihaknya belum memiliki pemetaan daerah kawasan pertambangan emas ilegal.
Sejauh ini, masih fokus pada adaptasi baru, dari urusan kabupaten ke provinsi.
“Kami masih menunggu laporan dari dinas-dinas tingkat kabupaten. Belum
terkumpul secara menyeluruh dalam satu kesatuan,” ujarnya.
Membentuk Daya Tangkal
Kepolisian Resort Kabupaten
Bulungan menegaskan, praktik tambang liar yang terjadi di Sekatak sudah
ditangani, namun belakangan praktiknya kumat kembali. Karena itu, kepolisian
bersama warga membentuk tim daya tangkal.
Demikian diungkapkan, Kapolres
Bulungan, Ahmad Sulaiman belum lama ini kepada Tribun, persoalan penghentian
praktik tambang liar di Sekatak butuh penanganan yang serius, dilakukan secara
bersama-sama. “Tim yang dibentuk bersama warga sudah mulai berjalan,”
katanya.
Sulaiman mengatakan, mereka yang
menambang itu adalah benar sebagian besar adalah orang-orang luar Sekatak.
“Kita mesti tangkal supaya mereka tidak masuk ke wilayah Sekatak. Saya sudah
terjunkan personel di perbatasan Sekatak dan Tarakan,” ujarnya.
Operasi para pendatang baru yang
ke Sekatak tetap dilakukan untuk upaya menangkal orang-orang yang melakukan
pertambangan tidak bisa masuk ke wilayah Sekatak. Saat ingin masuk ke Sekatak,
maka perlu ada penjelasan konkrit aktivitas yang akan dilakukan. “Ada yang ke
Sekatak mau menambang, pasti kami akan larang,” katanya.
Termasuk, warga-warga setempat
bila ada beberapa orang gerombolan dari luar Sekatak dan bertempat tinggal
untuk waktu yang lama di Sekatak sebaiknya tidak diperkenankan.
“Kadang mereka para penambang sewa kamar kos
atau mengontrak rumah pada warga setempat. Saya ingin warga jangan mau memberi
mereka sewa tempat tinggal,” tuturnya.
Termasuk soal ketersidaan
alat-alat kelengkapan dalam menambang. Modusnya warga pendatang menyewa
alat-alat pada warga setempat. Akibatnya, kesan yang muncul adalah, warga
setempat ikut berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan ini.
“Jangan mau bila mendapat bayaran
yang tidak seberapa besar jika akan menimbulkan kerusakan lingkungan tempat
tinggal kita,” tegas Sulaiman. Soal kasus hukumnya, belum lama ini, pihaknya
juga sudah menetapkan beberapa orang menjadi tersangka kasus pertambangan liar.[1] ( )
[1]
Koran Tribunkaltim, “Dampak
Pertambangan Emas Ilegal di Kecamatan Sekatak: Warga Mulai Kesulitan Dapat Air
Bersih,” terbit pada Rabu 27 Januari 2016, di halaman 17, rubrik headline
Tribunkaltara.
Komentar
Posting Komentar