SUKARLIN PEMBUAT TAHU DARI PULAU BUNYU

Berhenti dari Pertamina Membuka Usaha Sendiri

Gerakan merantau yang dilakukan Sukarlin (64), di tahun 1977 ke Kalimantan Timur, merupakan awal sejarah pengalamannya dalam menggapai impian sukses. Kisah hidupnya yang meniti karir sebagai pengrajin makanan tahu, menorehkan prestasi, mampu sekolahkan anaknya sampai kuliah dan bisa membuka lapangan pekerjaan.

PAGI itu, Sukarlin yang mengenakan topi hitam berkaus oblong hijau sedang duduk santai di gubuk mini pabrik pembuatan tahu miliknya, Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, pada Sabtu 17 Oktober 2015.

Di gubuk itu, Sukarlin beristirahat sejenak usai merapikan kayu bakar tungkunya. Saat bersantai, sesekali kedua matanya mengawasi gerakan kerja para karyawannya yang berjumlah tiga orang.

Saat itulah, dia juga berkesempatan mau bercerita kepada Tribun, bahwa pabrik tahunya yang sekarang dia dirikan, tidak diperoleh melalui proses yang singkat dan gampang. Sebelum merantau ke Kalimantan, Sukarlin hanya seorang tenaga kerja di pabrik tahu daerah Jawa Timur, di bagian pengapian tungku dan pengadukan adonan.

Mulanya, di perantauan Kalimantan, Sukarlin selain membuat tahu, dirinya juga memasarkan produk hasil olahannya. Namun sekarang ini, dia sudah memiliki pabrik sendiri, tak direpotkan lagi menjual tahu, banyak orang yang berdatangan membeli, atau menawarkan sebagai tenaga pemasaran (marketing).

“Awalnya saya merantau ke Balikpapan (Kaltim) berjualan tahu. Di jawa sudah banyak orang membuat tahu, banyak pesaing. Makanya saya pergi merantau ke Kalimantan, mencari peruntungan baru,” ujar pria kelahiran Kediri ini.

Sukarlin sedang menambahkan kayu-kayu di tungkunya sebagai bahan bakar untuk proses pematangan rebusan masakkan kedelainya yang akan dijadikan makanan tahu, pada Sabtu 17 Oktober 2015 pagi di pabrik tahu miliknya, Pulau Bunyu. (Photo by Budi Susilo)
Seorang pria yang merupakan pekerja pabrik tahu milik Sukarlin bernama Budi, sedang memindahkan sari pati kedelai ke wadah saringan yang berwarna hijau, pada Sabtu 17 Oktober 2015 pagi. Sebelum membuahkan hasil sari pati, biji kedelai terlebih dahulu digiling dan kemudian direbus ke dalam drum besar dengan suhu panas api yang pas. (Photo by Budi Susilo)

Namun tidak sampai empat tahun di Balikpapan, dia berpindah lagi ke Kota Tarakan, yang waktu itu dirinya mengetahui dari perbincangan khalayak luas, kalau daerah Tarakan adalah kota pertambangan minyak yang ramai dan dinamis. “Saya memberanikan diri pergi ke Tarakan. Saya jualan tahu di Simpang Tiga. Jualannya masih pakai gerobak,” katanya.

Memasuki awal tahun 1980, nasib berkata lain. Sukarlin yang sudah dikenal sebagai tukang tahu di Tarakan, membuat perusahaan Pertamina Bunyu kepincut, untuk menjadikannya sebagai tukang masak di Pertamina.

Sukarlin menyabut gembira tawaran itu, dan akhirnya dia pun berpindah lagi meninggalkan Kota Tarakan, pergi ke Bunyu menjadi karyawan kontrak Pertamina sebagai tenaga kuliner pembuat tahu, yang sekali produksinya sampai 500 tahu.

Alasan Sukarlin dipinang oleh Pertamina karena di Pulau Bunyu tidak ada yang bisa membuat tahu. Banyak karyawan Pertamina yang ingin makan tahu, namun terkendala pasokan, sama sekali tidak ada tahu. Kalau pun ada, harganya sangat melangit.

“Membuat tahu untuk Pertamina menurut saya waktu itu jauh lebih menguntungkan. Saya membuat tahu sesuai pesanan. Tidak perlu lagi bersusah payah berkeliling jualan tahu. Makanya saya terima tawarannya,” ungkap suami dari Komsiah ini.

Seiring waktu berjalan, Sukarlin merasa jenuh jadi karyawan kontrak di Pertamina Bunyu. Kegelisahan inilah yang kemudian membuat denyut kewirausahawannya berdetak kencang. Setelah dipikir masak-masak, Sukarlin memutuskan hengkang dari posisinya sebagai tenaga kontrak.

Tak sampai berpuluh tahun di Pertamina, dia mendirikan bisnis sendiri dengan tetap berdomisili di Pulau Bunyu, meniti usaha tahu. Sebab ungkapnya, prospek berbisnis tahu di Bunyu dianggap lebih cemerlang.

“Bisnis sendiri, tidak terikat kontrak. Saya bisa bebas menjual tahu kemana saja. Orang-orang Pertamina dan yang orang di luar bisa beli ke saya. Pangsa pasar saya jadi lebih luas,” ujarnya. 


Berkat dukungan istri dan empat anaknya, Sukarlin fokus membangun usaha tahunya. Untuk memulai pabrik tahu di Bunyu, dia melakukan pemasaran sendiri dengan menggunakan sepada motor. Dan ternyata berhasil, masyarakat menerima karyanya, Sukarlin pun kewalahan menerima pesanan sampai dalam jumlah besar.

“Rata-rata per harinya saya bisa menghabiskan 100 kilogram kedelai demi memenuhi pesanan orang-orang dari Bunyu, Kota Tarakan, Bulungan, bahkan sampai ke Berau juga,” ungkapnya.

Kunci kematangan usaha yang dia torehkan sekarang, intinya adalah berusaha tanpa menyerah dan memberi pelayanan yang prima pada konsumen. Itulah kenapa, banyak orang yang memesan kuliner tahu di Sukarlin.

Sebab produknya diolah secara tepat dengan segudang pengalaman supaya racikan tahunya menghasilkan rasa yang enak, tanpa harus menggunakan obat-obatan tambahan seperti formalin.

“Boleh siapa saja yang ingin memeriksa tahu saya, apakah memakai formalin atau tidak? Saya persilakan, datang sendiri melihat di pabrik saya. Pastinya, produk tahu hasil buatan saya sama sekali tidak memakai formalin atau zat pengawet lainnya,” promonya.[1] ( ) 


[1] Koran Tribunkaltim, “Berhenti dari Pertamina Pilih Buka Usaha Sendiri: Sukarlin Meniti Sukses dari Sepotong Tahu,” terbit pada Sabtu 14 Oktober 2015, di halaman 13, rubrik Tribunetam.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I