BATIK PAKIS TARAKAN
Desain Kainnya
Kental Rasa Kaltara
Saat perhelatan musyawarah
Dewan Kerajinan Daerah bergulir, di aula serba guna kantor Gubernur Kalimantan
Utara (Kaltara), Anto Gondrong mencoba peruntungannya, membuka lapak kain batik
miliknya pada Senin 23 November 2015.
TAK disangka,
satu jam kemudian sejak lapaknya dibuka, Penjabat Gubernur Kaltara, Triyono
Budi Sasongko yang mengenakan seragam dinas warna abu-abu, menyambanginya,
mendekat ke lapak Anto. “Ini kain batik dari mana ya? Bagus juga,” tanya Pj
Gubernur.
Kain batik
ini produk daerah Kaltara, hasil karya pengrajin kain batik khas Kota Tarakan
dengan ciri khas yang unik. “Batik saya buat pakai cara tulis, terbuat dari
pewarna sintetis dan alam,” ujar Anto, yang sudah menjadi pengrajin batik
selama empat tahun.
Tanpa
basa-basi, Pj Gubernur pun langsung kepincut atas tawaran produk Anto tersebut.
Harga yang dibandrol kain batik itu sebesar Rp 225 ribu. Pj Gubernur langsung
mengeluarkan lembaran uang di
dompetnya.
Produk kain
batik yang ditawarkan Anto adalah batik pakis. Kata pria asal Tuban ini, nama
pakis diambil karena di KotaTarakan terdapat banyak tumbuhan pakis.
Insipirasinya semua dari Tarakan, termasuk desain batiknya.
Dia
menjelaskan, pola desain batik mengambil dari unsur-unsur alam yang hidup
di Kota Tarakan. Seperti halnya, desain Baloy, sebuah desain yang terinspirasi
dari rumah adat suku Tidung Tarakan.
Selain itu,
ada juga desain Kelong, yakni bentuk
pola alat pancing yang dimiliki oleh nelayan-nelayan Tidung Tarakan, termasuk
juga terinspirasi dari desain tato-tato masyarakat adat Dayak Kaltara.
“Kami
mengangkat ciri khas budaya asli dari Tarakan. Supaya produk kami bisa mudah
dikenal karena hanya dimiliki oleh kami. Di tempat lain desain sudah berbeda,
menyesuaikan daerahnya,” kata Anto, pria kelahiran 7 September 1970 ini.
Terbukti,
berkat karyanya itu, produknya dilirik banyak orang, termasuk saat menggelar
pameran produk Nusantara di Keke Kota Kinabalu, Sabah Malaysia. Anto merasa
berhasil, bila ada kesempatan lagi, dia akan kembali membuka lapak di luar
negeri.
“Saya
menggelar pameran selama empat hari. Hasilnya lumayan bagus. Barang yang saya
bawa laku terjual sampai 25 potong kain batik. Padahal disana per kainnya saya
jual 90 ringgit atau Rp 300 ribu, tapi masyarakat disana mau membeli,”
ungkapnya. ( )
Komentar
Posting Komentar