KALIMANTAN TANAH RANTAUAN

Kalimantan Tanah Rantauan

TERHITUNG dari Senin 15 Desember hingga Selasa 16 Desember 2014, merupakan momen dimana, saya telah genap dua hari bertempat tinggal di pangkuan bumi Kalimantan Timur. Sebelumnya, pada 14 Desember 2014, posisi saya masih di daerah Kota Tangerang Banten.

Nah tentu saja, ini menjadi kebanggaan bagi saya sendiri, karena oleh Tuhan Yang Maha Esa, saya masih diberi kesempatan menginjak Pulau Kalimantan.

Ibaratnya, manusia akan rugi besar, jika semasa hidupnya tidak pernah memiliki pengalaman berdiri di atas bumi wong Dayak.

Nah, tentang Kalimantan ini, bagi saya pribadi, ini adalah daerah rantaun baru. Di Kalimantan Timur ini saya membuka lembaran baru dan bisa dikatan sebagai opah-opah, yakni kepanjangan dari Orang Pertantaulah, Ora Punya Omah.

Di negeri Borneo ini, saya masuk dalam golongan orang-orang pengelana sejati. Saya memulai hidup dari nol lagi, belum memiliki tempat tinggal tetap, belum ada penghasilan tetap, juga labuhan hati yang tetap. He He He 

Lintasan jalur Poros Bontang Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur pada Minggu 7 Desember 2014 siang lalu. Kondisi jalanan di daerah ini meliak-liuk dan berdataran tinggi dan rendah. (photo by budi susilo)

Entahlah, apakah Kalimantan Timur ini akan menjadi pilihan hidup yang panjang bagi saya, atau akan ada langkah baru lagi, berpindah ke pulau yang lain. Mari tanyakan pada rumput yang bergoyang, tentu saja tidak akan ada jawabannya. Ha Ha Ha   

Pastinya, saya sen diri punya harapan, kawasan Indonesia bagian timur dan bagian tengah harus lebih maju, sama halnya yang sudah terjadi di bagian barat. 

Intinya suasana desentraliasi, atau otonomi khusus diharapkan membawa perubahan yang mapan bagi kawasan Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua.

Jangan seperti di tempo dulu, jamannya masih ada Mbah Piye Kabare, Jakarta seakan jadi anak emas, semua harta bumi nusantara dibawa lari ke Jakarta. 

Karena itu, meminjam rangkaian kalimat dari selebriti Syahrini, “Hus, hus pergi sana” yah, sebaiknya sistem yang berbau sentralistik iti wajib dibumi hanguskan. 

Sistem sentralistik ala orde baru harus dikubur dalam-dalam, jangan lagi naik ke permukaan, seperti halnya negeri Tiongkok membangun negaranya dimulai dari daerah desa. 

Jelang tahun baru, saya berkesempatan bergabung di perusahaan media lokal Kalimantan Timur, bernama Tribun Kaltim. Sebelum ini, sebenarnya saya juga sudah pernah bekecimpung di dunia pers media lokal yang ada di provinsi Sulawesi Utara, yaitu Tribun Manado. Kedua media ini sama, masih dalam satu payung grup Kompas Gramedia. Sistemnya dan pola keduanya sama, tetapi yang berbeda hanya soal geografis, dan karakter para personelnya.

Sebagai kehormatan bergabung di Tribun Kaltim pada 15 Desember 2014, saya pun diberi peluang untuk mengikuti kelas pelatihan jurnalistik ala grup Persda, atau pers daerah Kompas Gramedia. 

Lewat pelatihan ini, saya banyak mendapatkan informasi-informasi yang terbaru dan fenomenal, seperti halnya mengenai multimedia yang mengkombinasikan jurnalisme dengan teknologi informasi, media sosial.

Dalam kesempatannya, sebagai pelatih profesional bidang ini, diisi secara langsung oleh Mas Feby Mahendra, yang merupakan sosok berpengalaman di dunia belantika pers daerah tribun. 

Buat saya pribadi, atas hal itu, tentu saja bangga. Mas Feby ini bukanlah orang yang asing dalam kancah Persa Kompas Gramedia. Sebab sejak di awal Tribun Manado, saya pun sudah pernah mendapat wejangan ilmu jurnalistik dari mas Feby.

Dilatih oleh mas Feby, suasana kelasnya jadi lebih berwarna, kelasnya dapat hidup, tak membosankan. Berbeda kalau pengajarannya terlalu serius dan text book, maka sebagian besar muridnya akan tertidur lelap.

Ketika menyampaikan materi jurnalistik, mas Feby dengan cerdasnya membungkus pengajarannya dengan humor selera anak muda. Namun, meski berselera humor tinggi, mas Feby tetap bisa tegas berapi-api.

Sebenarnya, mas Feby ini cocok juga menjadi pemimpin teras partai politik nasdem, alias nasi adem. Dibandingkan dengan pak Surya Paloh, mas Feby itu lebih cocok karena punya karakter yang konsisten, tegas cerdas dan pandai ngelawak yang bisa membuat orang tertawa terbahak-bahak. 

Pokoknya, pak Surya Paloh itu lewatlah, mas Feby gak bisa tertandingi. Hanya saja, titik kekalahan dari mas Feby dengan pak Surya Paloh, ialah dalam soal rambut gondrong dan jenggotnya saja. He He He, peace ma men. ( )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I