AIR DAN KEHIDUPAN UNTUK INDONESIA YANG LEBIH SEHAT
Air Adalah Kita
SEBELUM eksis di muka
bumi, makhluk bernama manusia datang dalam wujud cair. Tuhan yang menciptakan
manusia, menghadirkan manusia masih berbentuk air (mani), bukan berbentuk
daging atau tulang, apalagi tanah dan api.
Selanjutnya, air itu melewati
proses sembilan bulan, barulah kemudian atas ridho Tuhan, makhluk manusia keluar
dari rahim ibu berpola tulang belulang yang diselimuti gumpalan daging.
Saat manusia lahir ke
dunia, yang dimulai dari masa bayi, bahkan hingga masa tua, tubuh manusia pun
sebagian besar masih didominasi oleh unsur air.
Hal ini sudah pernah ada
penelitian, bahwa sekitar 80 persen tubuh manusia terdiri dari air. Bahkan ada
yang mengatakan tubuh terdiri dari 55 persen sampai 78 persen cairan,
tergantung dari bobot dan ukuran badan.[1]
Itulah kenapa
kemudian, manusia tidak bisa dijauhkan dari unsur air. Manusia sangat
bergantung pada air. Sehari-hari manusia harus mengkonsumsi air bersih.
Tanpa air, denyut
nadi manusia akan mati. Bahkan ada pepatah ekstrim, lebih baik lapar nasi,
daripada harus haus (dehidrasi) karena tak memperoleh air sehat.
Coba perhatikan,
setiap ada sumber mata air, maka akan ada perkampungan penduduk. Sebaliknya,
bila daerahnya kering gersang tanpa air, maka daerahnya pun akan sepi dari
penduduk, bahkan sama sekali tak ada makhluk hidup.
Beragam contoh
lainnya, air dan kehidupan menyatu dalam satu kesatuan yang ada di daerah Desa Mengkang, Kecamatan Lolayan,
Kabupaten Bolaangmongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Masyarakat setempat begitu
menghargai air, dengan berupaya menjaga kelestarian air dari hal-hal negatif,
yang berujung pada kerusakan alam dan tatanan sosial masyarakatnya.
Caranya tidak
menggunduli tanah, pohon-pohon tetap dibiarkan hidup tumbuh rindang, tidak
merusak alam hutan, dan aliran sungainya tidak dicemari oleh limbah-limbah
sampah rumah tangga.
Hasilnya, kini Desa
Mengkang mendapat berkah manfaat yang besar. Lewat pemanfaatan potensi sumber
daya airnya yang baik, membuat desa ini jadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan
energi listriknya.
Masyarakatnya dapat
hidup tenang, tanpa harus dipusingkan dengan persoalan biaya tarif listrik yang
melangit dan penyakit pemadaman aliran listrik, seperti apa yang rutin
dirasakan di masyarakat perkotaan.
Hal lainnya juga ada
di masyarakat Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Sumber
airnya yang melimpah ruah, membuat warganya hidup damai sejahterah.
Di tempat ini, banyak
ditemukan sumber mata air tanah yang bersih, jernih, dan layak untuk dikonsumsi.
Air diibaratkan harta karun warga, karena dengan tersedianya air, maka
kehidupan warga jadi lebih mudah.
Melalui air, warga
Rawa Pening bisa menjalankan roda ekonomi dengan bertani menggarap sawah padi.
Warga bisa mencari sumber makanan dari ikan dengan membuat tambak, atau juga
berbisnis di bidang wisata air.
Itulah beberapa
cerita di belahan Indonesia, sebuah negara yang sebagaian besar wilayahnya
berupa air ini diberkahi Tuhan dengan alam air yang punya potensi untuk
dimanfaatkan untuk kebaikan. Air punya manfaat yang multiguna, karena biasanya
dikaitkan dengan irigasi, pengendalian banjir, perikanan, rekreasi dan
navigasi.[2]
Yang terpenting, saat
memanfaatkan atau pengambilan air dari sumber air, tidak boleh mengganggu
keseimbangan air lingkungan. Faktor keseimbangan air lingkungan tidak hanya
berkaitan dengan jumlah volume air yang digunakan saja, tapi yang lebih penting
adalah bagaimana menjaga agar air lingkungan tidak menyimpang dari keadaan
normalnya.[3]
Tapi bisa saja, harta
karun air yang dimiliki Indonesia akan membawa bencana jika manusianya tidak
peduli pada kelestarian lingkungan. Contoh di antaranya, air akan ‘marah’
menjadi air banjir yang siap menerjang pemukiman penduduk dan bencana longsor.
Air akan berwatak
‘kejam’ jika air sudah tercemar oleh bahan-bahan kimia berbahaya seperti dari
kegiatan industri, atau juga sudah tercampur limbah sampah rumah tangga.
Apabila air telah
tercemar limbah atau sampah, maka air akan membawa kehidupan manusia pada sebuah
bencana kematian, atau penderitaan yang panjang, dan lingkungan hidup sudah
sangat tidak sehat.
Solusinya, jadikan
bumi Indonesia untuk selalu hijau rindang. Jangan terlalu berlebihan mengubah
hutan pohon menjadi hutan beton. Cintai makhluk tumbuh-tumbuhan, jaga dan
lestarikan bumi, hentikan penggundulan hutan secara liar.
Karena dengan
menghancurkan hutan, membuka lahan untuk memenuhi keserakahan, maka tanpa sadar,
telah membuat daerah resapan air berkurang, air hujan langsung turun ke laut,
akibatnya pasokan air tanah berkurang dan terjadi kekeringan.[4]
Memulai gerakan kecil
menghijaukan alam di lingkungan rumah adalah bentuk kepedulian pada bumi, menjaga
bumi agar tetap lestari, menyadari akan pentingya tumbuh-tumbuhan ada
disekeliling kehidupan, yang berharap nantinya, negara ini tidak mengalami
kekurangan pasokan air bersih dan sehat.
Bentuk konkrit gerakan
penghargaan pada pohon sudah tampak di Kota Surabaya. Daerah ini telah menerbitkan
peraturan daerah mengenai perlindungan pohon. Aturan ini tegas mengatur bagi
siapa saja yang merusak dan mengancam kehidupan pohon kota maka akan dikenakan
sanksi pidana dan denda puluhan juta.[5]
Kualitas air sangat
bergantung dari kondisi keasrian sebuah lingkungan. Semakin asri alamnya, maka
akan ada segudang sumber air yang berkualitas dan sehat. Tetapi bila buminya
rusak, hutannya digundul, maka akan menjadi siksa hidup bak di neraka.
Buat yang sudah
terlanjur hutan gundul, maka segerakan, untuk berupaya menjaga kondisi tanah
agar tetap dalam kondisi baik, seperti tidak dengan melakukan perluasan padang
rumput dan penggunaan tanah yang berlebihan di beberapa wilayah, supaya bencana
kekeringan dapat diminimalisir.[6]
Selain itu, melakukan
reboisasi atau penanaman pohon di
lahan yang gundul. Tingkatkan pertumbuhan vegetasi di wilayah tempat penebangan
hutan dan menempatkan bahan organik seperti daun, jerami, serbuk gergaji di
lapisan tanah agar tanah memiliki nutrisi, tanah terjaga pada tempatnya, dan dapat
mengurangi hilangnya air karena penguapan.[7]
Ibarat organ jantung
pada tubuh manusia, air juga bagian dari sel-sel organ planet bumi yang sangat sentral.
Nah, ketika keberadaan unsur air rusak,
otomatis bumi pun akan ‘sakit’. Manusia yang mendiami bumi pun, hidup dengan penuh
rasa gelisah, tidak nyaman dan aman.
Karena itu, dimulai dari
sekarang, mari kita sadari bahwa air itu juga perlu kita analogikan sebagai
makhluk hidup yang keberadaanya mesti kita hargai, dan selalu kita sayangi. Air
adalah kita, dan air cerminan sebuah kemakmuran sebuah bangsa dan negara kita,
Indonesia raya. ( )
[1] As’adi Muhammad, Kedahsyatan Air
Putih Untuk Ragam Terapi Kesehatan, Diva Press, Yogyakarta 2011, hal 15.
[2] Abdul Kadir, Energi: Sumber
Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi, UI Press, Jakarta 1990, hal
151.
[3] Wisnu Arya Wardhana, Dampak
Pencemaran Lingkungan, Andi Press, Yogyakarta 2004, hal 73.
[4] Irma Rahmawati, Air Tak Bisa
Hidup Tanpanya, Mitra Sarana, Cileunyi 2009, hal 43.
[5] Kompas, Kota Surabaya Lindungi
Pohon, Sabtu pada 23 Agustus 2014, hal 22.
[6] Clive Gifford, Banjir dan
Kekeringan, Tiga Serangkai, Solo 2009, hal 32.
[7] Ibid Hal 32
Komentar
Posting Komentar