MENYAPA RUMAH MBAH MARIJAN
Menyapa Rumah
Mbah Marijan
BERBEKAL air minum mineral kemasan botol berukuran sedang bermerk produk
tertentu, saya memberanikan diri pergi naik ke anak gunung Merapi, tempat
tinggalnya mbah Marijan, pada Sabtu 30 November 2013 lalu.
Berbusana kemeja batik merah, dan dengan celana jeans
hitam panjang, saya dengan rasa penasaran ingin melihat langsung rumah mukim
mbah Marijan yang tinggal menyisakan puing-puing.
Yups, inilah pengalaman pertama
saya, menginjakan tanah kediaman juru kunci Gunung Merapi, yang lokasi rumahnya
berada di bilangan Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman,
Yogyakarta.
Sejarah hancurnya rumah mbah Marijan akibat terjangan
bencana alam abu panas Gunung Merapi beberapa waktu lalu, tepatnya pada 26
Oktober 2010. Erupsi ini pun menimbulkan banyak korban jiwa, termasuk merenggut
nyawa mbah Marijan.
Tiada yang mengira, ternyata takdir telah menjemput
nyawa mbah Marijan. Selama ini, mbah Marijan dikenal oleh masyarakat luas
sebagai pawang Gunung Merapi, bahkan pernah juga membintangi iklan produk
minuman berenergi di televisi.
Penunjuk arah rumah mbah Marijan (photo by budi susilo) |
Yah, itulah mbah Marijan yang juga manusia biasa seperti kita semua. Kata pepatah populer, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya dapat jatuh jua. Kekuatan manusia tidak ada yang abadi, kecuali kekuatan yang dimiliki Tuhan.
Nah, membahas juru kunci Gunung
Merapi tentu tidak akan terlepas dari dunia kesultanan Yogyakarta. Sebab, juru
kunci ternyata juga bagian dari struktur organisasi abdi dalem keraton.
Penobatan sebagai juru kunci Gunung Merapi tidak asal
sembarangan. Ketokohannya harus atas restu sultan, secara resmi harus diangkat
oleh keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Mbah Marijan sendiri diberi tanggungjawab menjadi juru
kunci. Yang memiliki tugas mulia yakni memberi semua hal informasi Gunung
Merapi, seperti jalur pendakian, hal-hal yang dilarang dan diperbolehkan, juga
jalur-jalur penyelamatan bencana.
Saat setibanya di lokasi. Rumah mbah Marijan sudah
disulap layaknya museum mini. Tujuannya sebagai catatan sejarah bahwa pernah
ada letusan Gunung Merapi yang dahsyat, hingga memakan banyak korban jiwa dan
harta.
Hal itu dibuktikan dari dokumentasi para korban jiwa,
dan sisa-sisa bangkai mobil, motor, alat-alat rumah tangga lainnya yang terkena
abu panas, atau whedus gembel Gunung
Merapi. Terpajang nyata di lokasi.
Walau terik matahari bersinar mutlak, namun saya tetap
merasakan hawa sejuk. Tidak terasa panas dan pengap. Alam rindang, dan angin
gunung mampu memberi kenyamanan.
Rumah Mas Penewu Suraksohargo, atau nama lengkap dari
mbah Marijan ini tampak hancur lebur. Sebagai sarana pengingat sejarah,
rumahnya sekarang hanya atap genteng saja.
Di bagian terdekat rumah mbah Marijan, pengelola
wisata Gunung Merapi memberikan fasilitas menara kayu yang menjulang tinggi,
hampir sekitar 15 meter.
Menara ini disediakan agar para pengunjung dapat
menikmatinya dengan cara berbeda. Pengunjung naik ke menara, dan dapat melihat
langsung pemandangan indah Gunung Merapi dari atas.
Jika kalian beruntung, sedang dapat cuaca cerah, maka
kalian akan menemui sajian panorama puncak Garuda Gunung Merapi, yang punya
pesona luar biasa, yang dapat memberikan kesan macan bagi hati kalian.
Namun, kala cuaca sedang mendung, coba dilain waktu
cari kesempatan cuaca yang sedang bersahabat, agar kalian dapat melihat puas
puncak Gunung Merapi yang hampir mirip menyerupai bangunan istana awan yang
megah. Silahkan mencoba, semoga beruntung. (
)
Di bawah kaki Gunung Merapi (photo by habib) |
Gapura perkampungan rumah mbah Marijan (photo by budi susilo) |
Sisa-sisa peninggalan rumah mbah Marijan (photo by budi susilo) |
Bangkai mobil korban letusan Gunung Merapi (photo by budi susilo) |
Bangkai sepeda motor korban letusan Gunung Merapi (photo by budi susilo) |
Panorama desa Kinahrejo, Cangkringan, Yogyakarta (photo by budi susilo) |
Panorama desa Kinahrejo, Cangkringan, Yogyakarta (photo by budi susilo) |
Alat pengeras suara yang terkena abu api Gunung Merapi (photo by budi susilo) |
Puncak Garuda yang dimiliki Gunung Merapi (photo by budi susilo) |
Komentar
Posting Komentar