KETAHANAN ENERGI NASIONAL
Peneliti Energi
Hanya Jago di Paper
SIANG itu, cuaca Kota Jakarta panas terik. Dan lagi
ditambah arus kemacetan lalu-lintas yang sangat padat. Sebab jalanan dibanjiri
kendaraan roda dua dan empat. Memang namanya bukan Jakarta jikalau tak macet.
Tapi dengan kondisi ini, bukan berarti saya harus
membatalkan diri, apalagi harus berputus asa untuk bertemu dengan seorang anggota
Dewan Energi Nasional (DEN) yang punya masa jabatan 2014 hingga 2019.
Memakai sepeda motor, saya pun berusaha menerobos kemacetan
lalu-lintas Jakarta agar tiba cepat di kantor DEN yang berada di Jalan Gatot
Subroto Jakarta Selatan. Dan puji Tuhan, saya dapat tiba tepat dan selamat,
Kamis (13/2/2014).
Sosok Tumiran anggota Dewan Energi Nasional RI (photo by budi susilo) |
Di dalam kantor DEN, lumayan menunggu lama. Hampir
puluhan menit saya harus bersabar menanti seorang anggota DEN yang sudah lama
malang-melintang di lembaga DEN.
Orang yang dimaksud adalah Dr Ir Tumiran, M.Eng. Ini
pertama kali saya berjumpa langsung dengan pria yang dikenal berlatar belakang
dari kalangan akademisi ini.
“Tunggu sebentar ya. Bapak sedang ada pertemuan dulu.
Beliau memang ada disini,” ujar petugas keamanan di DEN yang mencoba
memperjelas keberadaan pak Tumiran.
Selang beberapa menit, akhirnya yang dinanti pun tiba.
Tiba-tiba Pak Tumiran pun muncul dari sebuah ruang rapat, ia pun langsung
menggiring ke sebuah ruangan rapat yang lain. Dimulai dari sinilah, kemudian
berbincang-bincang soal ketahanan energi Indonesia.
Mengenakan kemeja lengan panjang biru bergaris, pak
Tumiran ceplas-ceplos bicara soal energi. Penguasaan mengenai energi sudah
sangat ngelotok. Maklum saja, Pak
Tumiran termasuk orang yang paling lama bertahan di lembaga DEN, selain Prof.
Ir. Rinaldy Dalimi, M.Sc., Ph.D
Satu diantara topik pembicaraan yang dilepaskan oleh
beliau yakni mengenai eksistensi peran perguruan tinggi di Indonesia. Yang
menurutnya, masih lemah, belum mampu menunjukan inovasi dan geberakan yang
bagus bagi perkembangan dunia energi Indonesia.
Padahal secara peraturan perundang-undangan, Indonesia
sudah memiliki aturan yang tertuang dalam Undang-undang
nomor 30 tahun 2007 mengenai Energi.
“Peran para peneliti kita masih lemah. Kalangan
perguruan tinggi kita masih belum menunjukan kabar baik bagi kemajuan energi
bangsa kita,” ungkapnya.
Sebab katanya, selama ini perguruan tinggi di
Indonesia belum terintegrasi secara baik. Masih ada kesan egosentris, masing-masing berjalan sendiri-sendiri, akibatnya tidak
ada koordinasi dan konsentrasi yang baik.
“Tidak terfokus pada upaya kemajuan bidang energi.
Yang membuat mobil listrik, demi kepentingan sendirinya. Yang lainnya juga
masih sama,” katanya.
Selain itu juga, soal riset di kalangan perguruan
tinggi Indonesia masih sebatas tong
kosong nyaring bunyinya. Para peneliti Indonesia hanya mampu bergerak sampai
di tingkatan paper, tapi pada tataran
praktis tidak ada, alias nihil, atau tak berbuah manis.
“Yang dirasakan masyarakat secara langsung belum ada.
Peneliti kita hanya bisa buat paper,
paper, dan paper. Idenya hanya
bisa sebatas di paper saja,” ujar
Tumiran.
Selama ini ungkapnya, dana negara yang dilempar untuk
penelitian tidak dilakukan secara ketat. Uang yang dipakai untuk meneliti tidak
menghasilkan bukti yang jelas. “Negara kita sudah banyak turunkan anggaran
untuk penelitian tapi itu tadi hasilnya masih belum bisa diharapkan,” tuturnya.
Karena itu, imbau dia, kedepan seluruh perguruan
tinggi Indonesia harus punya tujuan jelas (roadmad)
dalam satu bingkai demi mewujudkan ketahanan energi.
“Sekarang ini kalau peneliti sedang berkumpul, yang
ada saling menyalahkan satu sama lain. Cari-cari kesalahan ketimbang hasil yang
bisa dirasakan langsung ke masyarakat,” kata Tumiran.
Perjalanan bangsa ini ke depan semakin menantang.
Mengingat berdasarkan analisa yang berhasil dikumpulkan oleh Dewan Energi
Nasional, bahwa cadangan sumber energi fosil di Indonesia diprediksi akan hanya
mencukupi kebutuhan sepuluh tahun ke depan.
Coba bisa dibayangkan jika bangsa ini mengalami krisis
energi, apa yang akan terjadi ? Atau kah bangsa ini akan mengambil cara dengan jalan
impor bahan bakar minyak, sehingga negara kita akan selalu bergantung pada
negara-negara lain.
Melihat dinamika ini, kalau kata Tumiran, bangsa
Indonesia perlu punya niat besar, upaya daya yang keras, dan komitmen dalam
mencari sumber energi alternatif lain, yang terbarukan dan lebih ramah
lingkungan.
“Kita akan punya RUEN (Rencana Umum Energi Nasional)
tahun 2050. Lewat RUEN ini, kita akan bersama-sama menjalankan kebijakan ini.
Dan semua bergantung pada presidennya, sejauh mana mau menjalankan secara baik,”
tegasnya. ( )
Komentar
Posting Komentar