KALUNG PERMATA BARZANJI
Membawa Pesan Perdamaian
RUANG
teater Graha Bhakti Budaya Cikini hening. Panggung bermandikan cahaya
remang yang berwarna-warni, merah, biru, kuning, dan hijau. Maklum
saja, adegan teaternya akan segera dimulai.
Walau
ruangan teater tidak membludak manusia, tetapi sebagian bangku di
dalam ruangan teater sudah terisi puluhan orang. Mereka datang,
termasuk saya sendiri, menikmati pentas seni teater garapan Ken
Zuraida berjudul Kalung Permata Barzanji.
Pementasan Kalung Permata Barzanji di Taman Ismail Marzuki (Photo by budi susilo) |
Kedua bola mata ku memandang ke depan panggung, menyaksikan para seniman berunjuk gigi, menyuguhkan keindahan gerak-gerik, tampilan fisik dan suaranya. Kedua telinga ku yang peka mendengar dengan jelas begitu indahnya mereka berseni.
Atmosfir
yang saya rasakan ketika belum lama duduk di bangku penonton gedung
teater Graha Bhakti Budaya, bulu kuduk ku bergidik, hati
berdebar-debar karena menyimpan rasa penasaran atas pentas seninya.
“Yaa Nabi salaam
alaika. Yaa Rasul salaam alaika. Yaa Habiib salam alaika.
Sholawattullah alaika.” Inilah adegan seni vokal yang menjadi
pembuka drama teater di Taman Ismail Marzuki Jakarta, pada menit ke
sebelas di pukul delapan malam, Jumat (7/2/2014).
Usai
itu, dilanjutkan kumandang azan yang dilakukan oleh pria berjumlah
lebih dari satu orang. Suara mereka merdu, melantunkan azan, “Allah
akbar, Allah Akbar...” Bagi saya, mendengar azan panggilan
sholat ini, diri saya seperti tidak berada dalam satu tempat saja.
Mendengar
azan ini, diri saya serasa dibawa ke berbagai tempat. Walau tanpa
kepak sayap, saya bisa berkeliling-keliling ke penjuru dunia. Sebab
tokoh-tokoh yang berperan sebagai sang muazzin, menggemakan
suara azan di atas panggung dengan bersahut-sahutan di beda tempat.
Agar
tidak menyimpang dari karya aslinya Barzanji, pementasan seni
tersebut lebih banyak menyanjung budi pekerti luhur Muhammad SAW,
yang semua tingkah laku dan ucapan Muhammad layak dijadikan suri
teladan manusia.
Ya,
seperti di naskah aslinya yang berjudul Iqd al Jawahir (kalung
permata) buah karya Syekh Ja'far al Barzanji bin Hasan bin Abdul
Karim pada tahun 1690 hingga 1766 masehi.
Pementasan Kalung Permata Barzanji di Taman Ismail Marzuki (photo by budi susilo) |
Satu
di antara kalimat yang disebut para pemain teater yang menggambarkan
siapa itu Muhammad, penonton dijelaskan oleh para pemain bahwa “Ia
(Muhammad) diutus oleh Tuhan sebagai rahmat, pemimpin jagad raya.
Islam untuk dunia raya.”
Pementasan
ini, menurut saya, adalah penting untuk diketahui khalayak luas.
Selama ini banyak orang yang salah memahami akan sosok pribadi nabi
Muhammad SAW. Masih ada orang-orang tertentu yang menganggap Muhammad
SAW sosok yang tak patut digugu.
Lebih
mendalam lagi, jalan cerita teater tersebut semakin menggambarkan
siapa nabi Muhammad SAW yang sesungguhnya. “Sederhana sifatnya.
Berjiwa agung. Ia (Muhammad) sering menerima orang-orang tua dan
papa. Mau berjalan dengan janda dan orang-orang yang sering dihina.
Ia mau berjalan bersama hamba sahaya. Sangat sopan dan lembut
terhadap mereka.”
Rasa
takjub lainnya adalah para pemainnya yang menyuguhkan beragam simbol
yang warna-warni. Kata Zuraida, sebagai sang sutradara, pesan yang
disampaikan para pemain tersebut, bahwa Islam datang ke muka bumi
untuk rahmat bagi semua makhluk.
Ada
benarnya aksi panggung tersebut. Selama ini masyarakat dunia,
terkhusus di Indonesia hidup dengan keragaman sosial. Di komunitas
agama Islam saja, ada banyak ragam jenis.
Berangkat
dari inilah, teater itu seakan memberi edukasi ke para penonton,
walau bermacam-macam bentuk, mereka dapat hidup berdampingan
menyembah pada Allah SWT. Toleransi kehidupan bermasyarakat dibangun
baik demi perdamaian abadi. ( )
Komentar
Posting Komentar