BECAK YOGYAKARTA
Kadang Disayang Juga Suka Dibenci
BAK lidah cicak yang cepat menangkap, kemudian melahap
serangga nyamuk di tembok gubuk, tukang becak pun sangat sigap, saat ada orang
yang sedang di jalanan membutuhkan jasa transportasi umum.
Tukang becak itu punya rasa tanggap yang luar biasa.
Rajin menawari ke para calon penumpang yang lalu-lalang di jalanan. Bagi anda
semua, tentu pernah rasakan pengalaman ini saat melintas di komplek becak yang
berdiri berderet.
Di perkotaan seperti Jakarta sudah langka becak sebab
golongan kendaraan ini memang dilarang keras beredar di Jakarta. Menemukan
becak dapat ditemui di daerah pedalaman pinggiran Kota Jakarta.
Becak roda tiga yang beredar di Kota Yogyakarta (photo by budi susilo) |
Tetapi khusus di Kota Yogyakarta, becak masih lenggang kangkung beredar di pusat kota.
Becak masih sangat mudah ditemui. Ibaratnya tak perlu dicari-cari, becak
Yogyakarta itu akan datang dengan sendirinya, menawari jasa angkutan.
Maklum saja, becak di Yogyakarta termasuk bagian dari
aset pendukung kesuksesan wisata Kota Yogyakarta. Makanya tak heran, jika
sampai sekarang ini kita masih melihat beberapa wisatawan domestik dan
mancanegara yang masih naksir naik becak roda tiga bertenaga manusia, keliling
kota Yogyakarta.
Kata orang, becak di Yogyakarta itu kalau sudah
melintas di jalanan umum nekad-nekad, bak
raja jalanan. Kadang kendaraan lainnya,
seperti motor, mobil, bus, truk, terpaksa harus mengalah ketika berpapasan
dengan becak, ketimbang harus pilih nasib celaka.
Pengalaman ini pernah saya alami, saat sedang berada
di daerah dekat Pasar Beringharjo Kota Yogyakarta mencoba naik becak ke arah
stasiun kereta api Lempuyangan Yogyakarta, Minggu (1/12/2013).
Saya dikenai tarif oleh tukang becak sebesar Rp 15
ribu. Walau jalannya lambat saat becak menuju lokasi tujuan, tapi saya bisa
puas memandangi denyut nadi Kota Yogyakarta yang bercuaca terik, bangunannya
padat, dan ramai.
Laju becak berada di tengah keramaian lalu-lalang
kendaraan yang lain. Rasa was-was,
harap-harap cemas pun timbul di hati saya. Dada serasa berdebar, bulu kuduk pun
berdiri, rasa tegang selalu datang saat naik becak di pusat kota.
Pasalnya, laju becak bersaing dengan jenis kendaraan
mesin lainnya. Bahayanya kecelakaan lalu-lintas selalu mengancam. Maka saya
kala itu berharap agar selamat dalam perjalanan, dan tukang becak selalu diberi
kesabaran kala mengemudikan becak.
Daya tampung penumpang dalam becak maksimal dua orang.
Lebih dari ini, maka sangat keterlaluan karena membuat siksa si pengemudi becak
yang secara kekuatan fisik terbatas.
Sejarah keberadaan becak di Indonesia telah lama
berkembang. Sejak negara kolonial bercokol di Indonesia, kendaraan becak sudah
eksis. Mengutip dari wikipedia.org,
nama becak pun diambil dari bahasa Cina Hokkien.
Orang-orang tionghoa yang merantau ke nusantara
memberi nama kendaraan roda tiga ini dengan sebutan be chia. Artinya kereta kuda yang punya roda berjumlah tiga. Dan
akhirnya, orang kini umumnya lebih sering sebut becak.
Di daerah luar pulau Jawa, seperti di pulau Sumatera
dan Sulawesi, kendaraan becak berinovasi menjadi becak bertenaga mesin. Di
Sulawesi Utara dan bagian Selatan menyebutnya bentor atau becak motor.
Tenaga yang digunakan bukan lagi manusia. Becak
menggunakan mesin kendaraan roda dua yang sumber energinya dari bensin.
Kemunculan kendaraan ini pun mendapat tanggapan negatif yakni menimbulkan
kemacetan lalu-lintas, meningkatkan polusi udara, dan rawan terhadap
kecelakaan.
Banyak ragam yang dirancang oleh bentor. Ciri di
provinsi Gorontalo, Sulawesi bagian Utara dan Selatan, motor bentor ada di
bagian belakang. Namun untuk di daerah Sumatera bagian Medan, posisi motor ada
di bagian samping.
Karena itu, sampai kapan jenis kendaraan ini akan
bertahan di negeri ini ? tentu saja hanya tukang becak dan bentor yang tahu
pasti kapan becak dan bentor masuk ke museum, menjadi cerita di pelajaran sejarah
bagi anak cucu bangsa ini. ( )
Becak roda tiga yang beredar di Kota Yogyakarta (photo by budi susilo) |
Becak roda tiga yang beredar di Kota Yogyakarta (photo by budi susilo) |
Becak roda tiga yang beredar di Kota Yogyakarta (photo by budi susilo) |
Komentar
Posting Komentar