ORANG AJI SERUPA HABIBIE

Orang AJI Serupa Habibie
Oleh: Budi Susilo

AKTIVITAS apa yang sering dilakukan oleh bekas Presiden Republik Indonesia BJ Habibie usai tak lagi menjabat sebagai kepala pemerintahan ? Yup, pria yang menciptakan pesawat Gatotkaca ini masih sering berolah-raga meski dirinya sudah masuk umur separuh baya, yang lahir di tahun 1936 masehi.

Olahraga yang ia pilih adalah olahraga air. Setiap hari Habibie menyempatkan diri untuk berenang. Demikian fakta yang terungkap kala ia menghadiri malam resepsi ulang tahun Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ke 19 di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2013).

Sebagai bintang tamu dalam acara talkshow malam resepsi AJI, BJ Habibie tidak terbiasa untuk melepaskan rutinitas di kolam renang. Baginya, berenang itu satu di antara terapi bagi kesehatan fisiknya. 

Cinderamata lukisn Habibie dari AJI Indonesia untuk BJ Habibie_budisusilo

“Berada di dalam air, biasanya saya sambil berdoa. Karena kalau berdoa itu bisa di dalam hati, menggetarkan jiwa, tidak perlu harus diucap mulut,” kata pria yang diidentikan sebagai tokoh kebebasan pers reformasi ini.

Manfaat renang, tambah BJ Habibie, untuk memperlancar peredaran darah, memberi pengaturan asupan oksigen tubuhnya, badan akan selalu sehat bugar. “Berenangnya tiga jam non stop,” urai pria kelahiran Parepare Sulawesi Selatan.

Cerita masih tinggal di Jerman, ia bersama Ainun sekitar tahun 1971 membangun rumah dengan dilengkapi fasilitas kolam renang. “Berenang sudah lama saya lakukan. Waktu di Jerman saya sering berenang,” ujar Habibie.

Selain renang, ternyata Habibie yang merupakan mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi (1978-1998) juga punya hobi menulis. Baginya, menulis itu juga dapat menghilangkan kepenatan hidup. Jika ada waktu luang, selalu menyempatkan menulis. 

Nah, mengingat sebagian besar orang-orang di AJI bergelut akrab dengan dunia tulis-menulis, dan sama halnya dengan Habibie yang punya kebiasaan menulis, maka analisa saya, tepat rasanya, bila orang AJI serupa Habibie yang mencintai literasi. 

Dan kemudian, dari di antara kawan-kawan AJI di Jakarta dan juga daerah-daerah, pasti ada yang suka olah-raga renang, maka analisa saya, lengkaplah sudah, mirip sekali dengan pria cerdas BJ Habibie. Salam untuk membaca, tulis dan kritis. 

Malam Resepsi AJI Indonesia
Malam cerah bertabur bintang-bintang di langit hitam, Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail Jakarta Selatan menggelar acara syukuran tahunan persembahan organisasi profesi wartawan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. 

Kegiatan malam itu, merupakan rangkaian perayaan ulang tahun AJI yang ke 19 tahun. Hadir di acara tersebut dari para insan pers Indonesia dan tokoh pejuang kebebasan pers yang juga mantan presiden Republik Indonesia BJ Habibie, yang saat itu mengenakan busana kemeja batik coklat. 

Atmosfir acara tersebut terasa serius, namun santai. Tajuk garis besar yang diangkat hari jadi AJI adalah malam resepsi, “Mencari Kebenaran di Era Banjir Informasi.” Memperjuangkan pers daerah yang handal dan pekerja pers daerah yang sejahterah.

Di kesempatannya, Eko Mariyadi, Ketua AJI Indonesia, menegaskan, pers jaman orde baru berada dalam penjara penguasa negara. Pers tidak memiliki ruang ekspresi yang baik. Keberadaan media saat itu syarat dengan pengketatan aturan penguasa politik. 

“Sekarang media berada dalam cengkraman konglomerasi media,” ujarnya di acara tersebut, di Gedung Pusat Perfiliman, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Kamis (29/8/2013) malam.

Apalagi tambahnya, jelang tahun politik 2014, keberadaan media massa sangat rentan terhadap kepentingan politik, mengingat ada pemilik media juga punya orentasi pada politik praktis.

“Media dan jurnalis tidak boleh terlibat dalam politik praktis,” tegas Eko yang saat itu juga mengenakan kemeja coklat lengan panjang. 

Menurutnya, jurnalis itu boleh saja berpolitik praktis tetapi dengan prasyarat tidak menggunakan media tempat bekerjanya sebagai ambisi politiknya. “Jangan menggunakan frekuensi untuk kepentingan politik,” tutur Eko.

Ia pun menambahkan, jurnalis dilarang keras memainkan perannya sebagai tim sukses politisi tertentu. Bila ingin memainkan perannya sebagai tim sukses harusnya jangan lagi berprofesi sebagai pekerja media. “Harus keluar dari dapur redaksi. Supaya independensinya terjamin,” tegasnya.

Sebab, katanya, semangat pers itu untuk melayani masyarakat. Perjuangan sucinya melakukan pencerahan publik, bukan sebaliknya sengaja berbuat bodoh, menipu publik. “Tidak  bisa media jadi alat propaganda kepentingan tertentu. Pers harus berimbang, jujur,” urai Eko. 

Malam resepsi AJI Indonesia yang ke 19 tahun_budisusilo

Karena itu, pelaku pers pun harus profesional, termasuk satu di antaranya dengan cara meningkatkan kesejahteraan. Sebagai langkah konkrit, maka AJI bersama PT Jamsostek melakukan perjanjian kerasama dalam upaya perlindungan kesejahteraan bagi kontributor, freelance. “Perusahaan media tempat mempekerjakan para jurnalis, yang harus mendaftarkannya ke Jamsostek,” tegas Eko.

Baginya juga, media massa itu tak sebatas di lingkup wilayah Ibukota saja. Lebih dari ini, media massa harus juga mempunyai semangat otonomi daerah. “Media jangan terpusat di ibukota saja tapi merambah juga ke daerah-daerah,” imbuhnya. 

Sebagai langkah konkrit, satu di antaranya  menggelar fetival media di daerah-daerah. Rencananya pada 28 sampai 29 September 2013, akan dilaksanakan di Jogja. “Mari kita hadiri acaranya, untuk memeriahkan,” promonya.

Bangun Sekolah Jurnalistik
Wujud kepedulian para aktivis AJI terhadap dunia jurnalistik di Indonesia, maka dibuatlah Sekolah Jurnalistik Independen yang para pengajarnya dari tokoh-tokoh pekerja pers yang profesional dan berpengalaman.

Melalui Didik Supriyanto, Biro Khusus Pendidikan dan Pelatihan AJI Indonesia, mengatakan, kehadiran sekolah jurnalistik independen memberikan warna tersendiri bagi perkembangan jurnalistik di kalangan kaula muda.

“Kita akan memadukan dengan tekonologi. Jamannya multi media harus kompherensif dengan teknologi,” ungkap Didik yang di daulat menjadi Kepala Sekolahnya.

Mimpi membangun sekolah jurnalistik sudah lama, terjadi saat pembentukan organisasi AJI di tahun 1994. Namun barus sebatas perencanaan, belum sampai masuk ke tahapan perwujudan. “Di tahun 1994 masih gagasan. Sekarang (tahun 2013) kami sudah resmikan,” tuturnya. ( )


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

CANDI GARUDA YOGYAKARTA