KOPI MEMBERI KEKUATAN ASEAN
Kopi Memberi Kekuatan ASEAN
Oleh: Budi Susilo
Setiap
hari ratusan juta lebih orang menikmati kopi. Siapa saja, tak kenal batas
negara, ras dan agama, menyukai kopi. Bahkan, lantunan Fahmi Shahab tentang
‘Kopi Dangdut’ pun ikut populer. Padahal ini baru lagu Kopi Dangdut, belum minumannya. Tapi orang
sudah suka hingga kini.
Pria
sejati sampai pria yang pecundang sekali pun, ada yang menganggap kopi sebagai
teman sehari-hari. Di minum kala bersantai atau sebelum bekerja, asal jangan
melebihi dosis, kopi bisa menyehatkan raga.
Begitu
pun para wanita, dari mereka yang lugu pemalu, hingga tipe wanita pandai bergaya
alay, pasti juga ada yang suka
terhadap minuman biji berordo Gentianales
ini. Pokoknya, minuman kopi itu sangat egaliter, tidak memandang jenis kelamin
dan status sosial.
Kadang,
kopi jadi simbol alat diplomasi. Berbincang bersama rekan kerja sambil sedia
kopi di atas meja, sungguh nikmat sekali. Suasana serasa santai dan lebih akrab
bersahabat. Berani mencoba ? Maka siap-siap tuk rasakan hidup nikmat.
Sebelum
ada negara bernama Indonesia, biji kopi juga sudah diracik menjadi hidangan
minuman. Mengutip buku Jason berjudul The
History of Coffee (2008), jaman purbakala dulu ternyata kopi sudah jadi
sajian minuman.
Mereka
yang pertama kali menemukan adalah dari bangsa Etiopia tepatnya benua Afrika
sekitar 3000 tahun atau 1000 sebelum masehi.
Itulah
gambaran kopi dalam denyut nadi manusia yang tidak pernah terlepas dalam
kehidupan sehari-hari. Inilah yang harus menjadi inspirasi bagi negeri-negeri
penghasil kopi untuk menjadikan kopi sebagai komoditi unggulan bagi pertumbuhan
negara.
Di
kawasan Asia Tenggara, ada dua negara penghasil kopi terbesar. Negara yang
dimaksud adalah Indonesia dan Vietnam. Kedua negara ini masuk dalam wadah Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN).
Tentu
saja melihat potensi yang ada, kedua negara itu dapat menyatu, bekerjasama dalam
mengembangkan industri perkebunan kopi. Melihat filosofi sapu lidi, semakin
rekat dan bersatu, maka kekuatan yang muncul akan menghasilkan daya besar.
Tidak
ada salahnya, jika negara berideologi Pancasila dan Komunis tersebut
bersama-sama mengembangkan potensi pasar kopi. Sebab prediksi ke depan, Asia
akan merajai pasar ekonomi.
Keyakinan
tersebut akan terwujud apabila kedua negara memiliki niatan kerangka kerjasama
yang berpinsip pada kekeluargaan bangsa serumpun. Secara bersama-sama punya
optimisme dan usaha keras dalam menghadapi tantangan masa mendatang dengan menghilangkan aksi-aksi
yang berujung pada ketimpangan sosial dan ekonomi.
Di
dalam buku The World Economy: A
Millennial Perspective (2007) karya Angus Maddison mengatakan, sepanjang
sejarah yang terekam, Asia tempat bagian terbesar penduduk dunia berdiam,
pernah dan telah memberi sumbangan terbesarnya pada ekonomi dunia.
Pada
cakupan Asia Tenggara, M.C Jr Abad dalam analisanya di jurnal Contemporaru
Southeast Asia (1996) berjudul Re-engineering
ASEAN, secara objektif telah
membanggakan capaian prestasi ekonomi yang dimiliki ASEAN.
Alasan
dasarnya, ia melihat ASEAN mulai memainkan peran yang penting di kawasan
Asia-Pasifik, baik di bidang politik maupun bidang ekonomi, mengubah Asia
Tenggara sebagai kawasan kerjasama dan perdamaian.
Mengenai
pasar kopi, jika di analisa dengan gambaran keadaan ekonomi di kawasan Asia dan
khususnya Asia Tenggara, tentu akan membawa prospek gemilang bagi kedua negara,
Indonesia dan Vietnam.
Mengingat
dalam catatan US National Coffee Association, Top Ten Coffee Producing Countries (1999), Indonesia berhasil
memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya.
Dan
data yang dihimpun dari Kementrian Pertanian Republik Indonesia, ekspor kopi
paling besar ke negara Amerika Serikat dan urutan yang kedua adalah negara
Jepang yang capaian volumenya sebesar 50 ribu hingga 60 ribu ton per tahun.
Sementara,
negara beribukota Hanoi dari catatan Reuters
pada 9 September 2009, bahwa ekspor kopi Vietnam telah mencapai sekitar 1,13
juta ton. Jumlah ini lebih besar ketimbang pada komoditi beras.
Momen
ASEAN Connectivity atau komunitas ekonomi ASEAN tahun 2015 adalah titik peluang
bagi kedua negara ini untuk mengembangkan dan melakukan penetrasi pasar secara
bersama-sama, akan menjadi kekuatan baru Asia Tenggara.
Jika
menggunakan strategi pasar dengan metode Albert Humphrey, kedua negara secara kekuatan
(strengths) terbilang unggul karena
di dukung sumber daya alamnya. Tanahnya yang subur, mampu hasilkan biji kopi
yang berkualitas serta melimpah ruah.
Temuan
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, bahwa tanaman kopi hanya mampu
bertahan 5 sampai 20 tahun. Namun spesialnya, di tanah pertiwi Indonesia, pohon
kopi mampu bertahan mencapai 30 tahun.
Sedangkan
seperti dibeberkan oleh Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, lahan kopi
yang dipakai oleh Vietnam kurang lebih sekitar 50 persen dari apa yang dimiliki
oleh Indonesia yang berjumlah 1,1 juta hektare.
Meski
pun begitu, hasil kebun yang dilakukan Vietnam sangat luar biasa dibanding apa
yang telah dilakukan oleh Indonesia. Sebab buktinya, di lahan yang terbatas,
Vietnam mampu produksi 1,2 juta ton biji kopi.
Selanjutnya
dalam kaca mata kelemahan (weaknesses),
tentu saja adalah sikap egosime. Hal ini biasanya muncul saat sebelum membangun
kemitraan perdagangan kedua negara. Karena pendiriannya, ingin menjadi penguasa
pasar dan sukses meraih keuntungan pasar yang terbesar.
Sebaiknya,
untuk mengatasi hal itu, kedua negara harus berunding, melunturkan sikap ego
masing-masing. Komitmen dan konsentrasi dalam mencari sistem yang tepat, agar
dalam kerjasamanya nanti menghasilkan buah yang saling menguntungkan.
Upaya
menuju pasar internasional, yang tidak hanya cakupan wilayah ASEAN, kedua
negara tersebut diwajibkan melakukan pembangunan
infrastruktur perdagangan yang memadai agar memperlancar arus distribusi dan mudah
mencari objek konsumsi.
Selama
ini, seperti contohnya Indonesia, masih masuk dalam proses pembangunan infastruktur.
Perkembangannya belum terlalu signifikan,
masih di luar harapan. Satu di antaranya penggarapan pelabuhan laut bertaraf
internasional masih dalam tahap perkembangan.
Juga
infrastruktur jalan darat seperti menuju ke arah perkebunan agak sulit dijangkau.
Kondisi jalan seakan selalu tambal sulam, hanya dijadikan proyek ‘sapi perah’
para penguasa anggaran rakyat.
Sementara
pada sisi peluang (opportunities),
Indonesia dan Vietnam mampu masuk ke beberapa wilayah seluruh Asia, Eropa,
Amerika, Afrika dan Australia. Apalagi berbicara kopi, banyak orang yang
menggemari jenis minuman berkaffein ini.
Tak
heran, jaman sekarang kita bisa temukan tempat-tempat cafe bermerk ciri khas
minuman kopi. Tersedia banyak ragam, ada yang berkelas pinggiran hingga ‘kelas
atas’ tinggal pilih secara bebas sesuai selera.
Kemudian
pada sisi ancamaan (threats), lebih
kepada soal perubahan iklim akibat bencana pemanasan global. Iklim, abad belakangan
ini mengalami patologi, tidak dapat diprediksi.
Jika
sudah terjadi demikian, maka tebakan bercocok tanam kopi akan mengalami
kebimbangan, antara berhasil atau gagal panen, permintaan pasar pun sulit
terjamin.
Secara
teori dari Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementrian Pertanian Republik
Indonesia, bahwa jumlah dan sebaran hujan punya pengaruh kuat dalam sebaran
pertanaman dan produktivitasnya.
Tentu
saja, untuk mengatasi hal itu, banyak metode-metode modern yang ditawarkan para
sarjana bidang agrobisnis dari Indonesia dan Vietnam. Satu di antaranya adalah
penggunaan teknologi budidaya kopi sambung.
Mulai
sekarang, tidak perlu lagi menunggu waktu lama, kedua negara yang memilliki
potensi besar pada kopi untuk menyatu, menjadi nomor satu di dunia, mewakili
kawasan Asia Tenggara.
Melalui
kopi dapat menjembatani kedua negara menuju surganya kemakmuran ekonomi
masyarakat ASEAN secara menyeluruh. Dan lewat kerjasama kopi, terbuka
kesempatan untuk membagi pasar (market
share) dan penyatuan sumber daya.
Untuk
itu, mari kita mencoba, jangan mundur sebelum ‘tempur’ dan ‘babak belur’. Masa
mendatang adalah milik kita, kawasan ASEAN tercinta. Pasti kita bisa
bersama-sama menjadi juara dan erat bersaudara, demi ASEAN yang maju, makmur
dan beradab. ( )
Komentar
Posting Komentar