INDONESIA BERANDA SURGA
Indonesia Beranda Surga
Oleh: Budi Susilo
“Bukan lautan
hanya kolam susu. Kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai tiada topan kau
temui. Ikan dan udang menghampirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga.
Tongkah kayu dan batu jadi tanaman.”
Penggalan
lirik lagu pop Kolam Susu dari Koes Ploes tersebut merupakan gambaran wajah
natural Indonesia yang sesungguhnya. Betapa tidak, negeri nusantara ini
terbentang panjang dari Sabang hingga Merauke, menyiman pesona alam yang kaya
raya.
Saking
‘cantik’ dan ‘seksinya’, Indonesia pada jaman perang dunia pertama dan kedua,
selalu dilirik negara-negara eropa dan Jepang untuk menjadi sumber pendulang
kekayaan negara dan kepentingan perang militer.
Memandangi
tanah air nusantara dari gambaran peta, bentuknya seakan berseni tinggi.
Lekukan pulau-pulaunya, unik nan indah. Dari bentuk yang hampir menyerupai
kepala burung hingga model huruk ‘K’ seolah Tuhan begitu spesialnya merancang
bumi Indonesia.
Itulah
dia, negara bernama Indonesia memiliki cita rasa megah. Indonesia bagai sebuah
negara separuh planet bumi. Menteri Menkominfo RI Tifatul Sembiring, bilang,
Indonesia punya modal besar, negara luas, untuk menjelajah pulau-pulaunya dalam
satu hari butuh waktu sembilan jam, bagai penerbangan Jakarta ke Jedah.
Geografis
Indonesia bagai mata uang emas yang tak boleh disia-siakan begitu saja.
Keunggulan ini merupakan modal dalam membangun industri berbasis pariwisata.
Melalui tanah air nusantara, maka wajah pariwisata Asia Tenggara ada di pelukan
negara Indonesia.
Itulah
kenapa untuk memuluskan kemajuan industri pariwisata Indonesia, kiranya untuk merangkul
dalam komunitas Association of SoutheastAsian Nations (ASEAN), agar mengalami perubahan dan mampu menghadapi
tantangan dalam tataran regional dan dunia internasional.
Pembentukan Komunitas
Mimpi
ini sudah selangkah lebih maju, yang dimulai sejak digelarnya Konferensi
Tingkat Tinggi ke-12 ASEAN di Cebu Philipina pada 13 Januari 2007. Momen ini
menelurkan kesepakatan pembentukan komunitas masyarakat ASEAN pada tahun 2015.
Sebelumnya,
rencana tersebut akan berlangsung pada tahun 2020, namun sebagian besar
menyepakati untuk dipercepat. Komunitas masyarakat ASEAN 2015 ini nantinya akan
bekerja pada kemajuan pilar bidang ekonomi, politik pertahanan dan sosial
budaya.
Jika
menurut bahasa Hadi Seosastro dalam ASEAN
Economic Community: Concepts, Costs and Benefits (2005), bahwa adanya
integrasi masyarakat ASEAN lebih karena dorongan pasar (market driven) dan bukan timbul dari dorongan pemerintah, yang
umumnya sering mengalami kegagalan.
Melihat
dinamika tersebut, apakah Indonesia yang memiliki wilayah terluas mampu
memanfaatkannya ? Apakah bangunan industri pariwisata Indonesia akan membawa
keuntungan bagi masyarakat ASEAN dan khususnya rakyat Indonesia ? Lalu, langkah
apa yang harus dilakukan agar Indonesia merajai industri pariwisata ?
Berkaca
pada data World Economic Report Tourism
Competitiveness Ranking, pada tahun 2007, negara Indonesia menempati urutan
ke 60 dunia. Prestasi ini jika dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara,
Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Ada
masyarakat Indonesia yang masih belum tersadar, bahwa sebenarnya pariwisata itu
memberi ruang roda ekonomi kerakyatan agar bergerak bebas dan memacu laju pertumbuhan
daerah.
Hakikat Berwisata
Selama
ini, masih ada yang memahami, pariwisata itu hanya sebatas aktivitas
perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Menghabiskan uang untuk perjalanan
bersenang-senang, atau jadwal pengisi waktu senggang.
Padahal
lebih dari itu, sektor parwisata sangatlah penting bagi kemapanan ekonomi
negara. Perkembangan terkini, gaya hidup seseorang tak lagi sebatas sandang,
pangan dan papan saja.
Namun
selera berwisata sudah masuk dalam pemenuhan kebutuhan hidup seseorang. Inilah
yang kemudian memunculkan aksi pencarian jasa-jasa di bidang pariwisata. Tentu
saja cocok, bila pariwisata sebagai ‘lumbung sawah’ sebuah negara.
Fungsi
elemen lain, berwisata itu sebagai terapi untuk menghilangkan kepenatan tekanan
hidup. Tingkat stres seseorang dari pekerjaan kesehariannya menuntut
pengobatan, satu diantara pelariannya adalah berwisata ria.
Mengutip
dari sumber Badan Pusat Statistik
Republik Indonesia tahun 2012, bahwa garapan industri pariwisata sepanjang
tahun 2011 memberikan kontribusi devisa negara sebesar 8,554 miliar dolar AS.
Penilaian ini menunjukan grafik positif jika dibandingkan di tahun sebelumnya
yang hanya mampu menyentuh di angka 7,6 miliar dolar AS.
Memiliki Jargon Wisata
Untuk
itulah, sebagai pemantapan, langkah ke depan pariwisata harus memiliki jargon
atau merk ikon wisata. Selama ini, Indonesia tidak seperti negara tetangganya
Malaysia yang memberi nama begitu menjual, Truly
Asia.
Ikon
negara kelahiran Mahatir Muhammad tersebut tidak sekedar slogan semata. Jualan
wisata Truly Asia benar-benar
diaplikasikan, memberikan kepuasan. Rasa keamanan dan kenyamanan begitu
terjamin bagi wisatawan. Segala rupa infrastruktur pun lengkap , antara lain
ketersediaan tranportasi udara, air dan darat, dibangun oleh Malaysia secara
memadai.
Berbeda
dengan di Indonesia, transportasi darat berupa monorel saja, baru sebatas
perencanaan di atas kertas. Malaysia
sudah lebih dulu, Kota Kuala Lumpur adalah satu di antara saksi, jika negeri
jiran ini telah memiliki alat transportasi modern berupa monorel.
Promo
wisata Malaysia juga genjar dilakukan, dengan menawarkan harga yang menarik.
Wisatawan di Malayasia dianggap sebagai raja, yang harus diberikan pelayanan
maksimal agar pengunjung ketagihan lagi untuk berwisata ke Malaysia.
Bandingkan
dengan Indonesia, yang disebut Visit
Indonesia, yang secara ilmu pemasaran, namanya tidak peka pada selera
pasar. Bila dipahami secara maknawi, lebih kepada sebuah ungkapan memerintah
kepada sesuatu.
Semboyan yang Menjual
Apakah
kala turis berwisata itu karena dorongan dan paksaan dari orang lain, atau
timbul dari kemauan si turis sendiri ? Tentu saja, berwisata itu harusnya
timbul dari rasa keinginan diri pribadi si turis, agar nantinya mencapai puncak
kebahagiaan.
Karena
itu, alangkah baiknya, Indonesia harus mengubah semboyan. Ini dilakukan agar menjual,
diterima oleh pasar secara baik dan lebih luas. Misalnya, sesuai potensi yang
dimiliki bumi pertiwi ini, maka satu di antara nama yang cocok digunakan adalah
kalimat “Indonesia Beranda Surga” (Indonesia
is a Paradise Homepage).
Disebut
“Indonesia Beranda Surga” karena inilah surga yang tercipta di dunia. Indonesia
yang mewakili negara Asia Tenggara dianggap sebagai halaman pertama surga
persembahan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan halaman surga berikutnya, adalah
surga di alam akhirat sana.
Sedangkan
surga itu memiliki penjelasan, jika masyarakat Indonesia yang beragam suku
adatnya, berpegang teguh pada panduan Tuhan, sebagai manusia yang beragama.
Ciri ini pun juga dimiliki negara-negara tetangga Indonesia, bangsa Asia
Tenggara. Bagi orang-orang yang memiliki religiusitas, tentu percaya, atau
mengimani akan keberadaan surga setelah kehidupan di bumi.
Pesona
alam belantara nusantara begitu menggoda warga di penjuru dunia. Dan mereka
yang terlahir di bumi pertiwi nusantara untuk berkewajiban menjaga alam lestari
Indonesia. Jangan merusaknya, apalagi acuh, tak peduli.
Kementrian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membeberkan, sampai pertengahan tahun 2013,
wisatawan Indonesia barus sekitar 8,04 juta per tahun dan 71 persen masuk ke
Indonesia melalui transportasi udara.
Aset
wisata apa saja yang dimiliki Indonesia ? Apakah negara yang berjulukan jamrud
khatulistiwa ini kalah jumlah oleh negara-negara Asia Tenggara dalam hal objek
wisata ? Mari melihat serpihan keindahan wisata Indonesia, di daerah Sumatera
antara lain ada Pulau Berhala, Benteng Kuto Besak, Danau Toba.
Di
Amerika terkenal Grand Canyon, namun di Indonesia pun tersedia ‘Green Canyon’
serupa, yang tak kalah indahnya, berlokasi di daerah Cijulang. Kemudian Pulau Bali
ada wisata air surga Turquoise, Pulau Lengkuas di Bangka Belitung, taman laut
terindah Lihaga di Minahasa Utara dan pantai Olele di Gorontalo.
Ada
lagi wisata pegunungan Bromo Jawa Timur, kepulauan Raja Ampat Papua, Taman
Nasional Ujung Kulon Banten, Candi Borobudur Magelang, taman laut Derawan
Kalimantan TImur dan masih banyak lagi yang tak bisa disebutkan satu-persatu.
Adaptasi Terhadap Pasar
Kemudian
agar lokasi wisata tersebut dapat diterima oleh pasar, maka mengacu pada
pendapat Medik, yang dikutip oleh Ariyanto dalam Ekonomi Pariwisata (2005), hal yang perlu dilakukan sebelum
menawarkan objek wisata harus melihat unsur-unsur yang menjadi daya tarik sebuah
tempat wisata, kemudahan mencapai lokasi dan fasilitas objek wisata. Jika ini
semua sudah terpenuhi, maka tentu saja industri pariwisata akan berjalan baik.
Ditambahkan,
Yoeti dalam Pengantar Ilmu Pariwisata
(1985), agar objek wisata diminati pengunjung, pertama objek wisata harus memiliki
keunikan dan keindahan. Objeknya mampu memberikan decak kagum dan tak dapat
ditemukan ditempat lain.
Kedua,
adalah something to do, atau
wisatawan ketika berkunjung memperoleh hal yang baru dan memiliki kemanfaatan
yang berdaya guna bagi kepuasan turis seperti ungkapan bahagia, rasa puas,
ketenangan jiwa, raga yang rilex dan wawasan bertambah.
Ketiga,
faktor something to buy, yakni ketersediaan
fasilitas berbelanja yang ada kaitannya dengan objek wisata, yang membuktikan
bahwa wisatawan sudah ditempat. Biasanya ini diekspresikan berupa karya
kerajinan tangan daerah asal obek wisata.
Butuh Komitmen Pemimpin
Sebab
itulah, tambah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Mari Elka Pangestu
yang menukil dari Kompas, Rabu
(28/8/2013), bahwa Indonesia masih memerlukan komitmen pemimpin agar semua
sektor terkoordinasi mendukung pariwisata. Tanpa sinergi antarsektor,
pariwisata sulit dikembangkan apalagi membawa manfaat signifikan bagi ekonomi
bangsa.
Sebagai penutup, inti sarinya jika bangsa Indonesia kuat dan maju, terutama pada sektor industri pariwisata, maka kawasan Asia Tenggara akan terpengaruh. Syaratnya, Indonesia dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya harus bisa bekerja-sama dalam ikatan kebersamaan dan tujuan visi misi yang sama.
Bangsa
ASEAN yang bersatu, tentu mudah mendirikan pondasi kekuatan secara utuh.
Andaikata terjadi hembusan gelombang gesekan politik atau resesi ekonomi, maka
tak mudah runtuh. Pasalnya telah terbentengi dengan baik melalui persatuan
berwajah komunitas ASEAN 2015. ( )
Komentar
Posting Komentar