DIPONEGORO PAJANGAN MONAS
Diponegoro Dari Mana Ya
Oleh: Budi Susilo
Sore itu, Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat sungguh cerah. Angin sepoi-sepoi serta terik matahari yang akan senja, menyelimuti ikon Kota Jakarta ini, Jumat (9/8/2013).
Tugu yang memiliki tinggi 132 meter itu sejak siang sudah dipadati banyak orang, menikmati liburan lebaran Idul Fitri 1434 Hijriah. Dari mulai anak-anak hingga orang dewasa dan orang tua menyemut menikmati komplek tugu Monas.
Eksotisme Patung Diponegoro di Monas_suksesagusprasetyo |
Bangunan Monas yang diarsiteki Frederich Silaban dan Soedarsono ini merupakan wisata rakyat yang strategis berada di pusat kota, murah meriah dan sangat nyaman untuk dikunjungi.
Rerumputan yang menghampar hijau dan sajian beberapa jajanan khas kaki lima seolah Monas yang dibangun sejak 17 Agustus 1961 telah menjadi lokasi wisata favorit warga Jakarta dan luar Jakarta.
Kini, di Monas pun juga dihiasi beberapa kolam air dan patung-patung bercita rasa karya seni tinggi. Tak ketinggalan patung sosok pahlawan kemerdekaan Indonesia Pangeran Diponegoro, menjadi pajangan indah taman Monas.
Miris juga saat ada satu di antara pengunjung perempuan muda melempar pertanyaan. “Ini patung Diponegoro ya ? Pahlawan dari mana ya ? Saya lupa pelajaran sejarah disekolah dulu,” ujarnya dengan rasa penasaran sambil melihat patung Diponegoro yang persis berada didepannya.
Baik, untuk menjawab hal itu, berikut ini penjelasan singkat sosok pahlawan berciri khas menunggang kuda nungging. Secara jelas keterangan biografi singkat ini tertulis pada batu marmer putih yang persis berada di depan patung Diponegoro.
Patung Pangerang Diponegoro sedang berkuda di Monas_budisusilo |
Bunyinya, “Pangeran Diponegoro memimpin peperangan menghadapi Belanda 1825 hingga 1830 di Kasultanan Ngayogjakarta. Dijuluki pahlawan Goa Selarong. Belanda kewalahan menghadapi perlawanan Diponegoro melaui akal licik dengan mengajak berunding. Pangeran Dipoengoro yang tulus ikhlas mendatangi tempat perundingan di Megelang, ternyata ditawan dan diasingkan si Stadhuis Batavia, kemudian dipindahkan ke Manado, lalu Makassar sampai wafat.”
Namun dalam bukunya Tan Malaka berjudul Aksi Massa 1926, pernah menyinggung sosok Diponegoro. Ia menuliskan dalam karyanya tersebut, “jika Diponegoro dilharikan di Barat dan menempatkan dirinya di muka satu revolusi dengan sanubarinya yang suci itu, boleh jadi akan dapat menyamai perbuatan-perbuatan Crommwell atau Garibaldi. Tetapi ia menolong perahu yang bocor, kelas yang akan lenyap.”
Namun dalam bukunya Tan Malaka berjudul Aksi Massa 1926, pernah menyinggung sosok Diponegoro. Ia menuliskan dalam karyanya tersebut, “jika Diponegoro dilharikan di Barat dan menempatkan dirinya di muka satu revolusi dengan sanubarinya yang suci itu, boleh jadi akan dapat menyamai perbuatan-perbuatan Crommwell atau Garibaldi. Tetapi ia menolong perahu yang bocor, kelas yang akan lenyap.”
Sejak menetap di Manado, jejak sejarah pengasingan Pangeran Diponegoro masih membekas. Satu di antaranya rekan seperjuangannya bernama Kiai Mojo yang pernah menetap dan beranak pinak di bumi Minahasa. Sekarang dikenal sebagai komunitas masyarakat Jawa Tondano.
Sementara bekas penjara pahlawan bersorban putih ini tak lagi dapat ditemukan di Kota Manado. Mengingat kawasan ini sudah disulap menjadi pusat keramaian dan perbelanjaan. Tanda-tanda sebagai tempat tahanan Diponegoro hilang tak membekas.
Karena itu harapannya, semangat juang yang dimiliki pahlawan kemerdekaan Diponegoro selalu terukir di generasi sesudahnya. Mengabdi untuk bangsa, demi kehormatan dan kedaulatan. ( )
Komentar
Posting Komentar