PEKIK MERDEKA GORONTALO UNTUK INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL NANI WARTABONE
Pekik Merdeka Gorontalo Untuk Indonesia
Oleh: Budi Susilo
Siapa yang
tidak kenal Nani Wartabone, semua orang tahu. Sosok yang satu ini merupakan
satu di antara pahlawan yang dimiliki Indonesia, sebagai pejuang nasional yang
dikenal sebagai tokoh heroik 23 Januari
1942 di Gorontalo.
Meski
dirinya lebih dulu pergi meninggalkan kita dan bumi Indonesia, namun semangat
dan ruh juangnya memberikan inspirasi dan pelajaran penting bagi generasi Indonesia
kini dan mendatang nanti.
Pahlawan Nasional asal Gorontalo bernama Nani Wartabone_budisusilo |
Sebagai bentuk penghargaan jasa-jasanya, di tiap 23
Januari, tidak pernah lupa diadakan upacara bendera bertema hari patriotik,
mengenang jasa dan menumbuhkan kebangkitan semangat nasionalisme yang
dicontohkan oleh Nani Wartabone.
Kisah Nani
Wartabone, yang cinta kepada Republik Indonesia sungguh layak diancungi dua ibu
jari. Ini kenapa ? karena meski ia
berlatar belakang dari seorang petani, heroisme melawan negara kolonial saat
itu luar biasa. Titik darah penghabisan, jiwa, raga dan harta ia curahkan untuk
satu tujuan kemerdekaan Republik Indonesia.
Ini
terungkap oleh anak ke 9 Nani Wartabone, bernama Yos Wartabone (71), dikediaman
Nani Wartabone yang kini telah menjadi makam dan musem Nani Wartabone di Desa
Bube Baru, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, provinsi Gorontalo, Rabu
(23/1/2013).
Jalan Desa Bube Baru menuju lokasi makam Nani Wartabone_budisusilo |
Kata Yos,
dahulu bapaknya itu sebelum turun panggung berjuang angkat senjata melawan
penjajah, aktivitas sehari-hari diisi dengan berkebun, bertani dan pelihara
ikan air tawar. Kebetulan di sekitaran rumah ada petak sawah dan kolam ikan.
“Tidak jauh-jauh, dulu sumber kehidupan kami di seputaran rumah sini. Ada
sawah, kebun, juga kolam,” urainya.
Namun ungkap
Yos, kala itu bapaknya memang berbeda. Jiwa nasionalismenya tidak diragukan,
bahkan garis politik yang dimiliki Nani Wartabone bersebrangan dengan yang
lainnya. Punya prinsip bahwa, Republik Indonesia harus bisa merdeka dari campur
tangan negara penjajah Belanda.
“Pemikirannya
beda dengan kakaknya Ayuba Wartabone yang dulu itu jadi pejabat atau Bupatinya
Gorontalo di jaman pemerintahan Hindia Belanda. Istilahnya, Nani Wartabone
tidak mau kooperatif dengan Belanda,” ujarnya.
Makam Pahlawan Nasional Nani Wartabone di Kabupaten Bone Bolango_budisusilo |
Kenangan
sejarah yang paling keras saat itu adalah mengungsi di hutan belantara demi
menghindari kejaran intelejen Belanda. Memori ini terkenang betul di ingatan
anak Nani Wartabone lainnya, Hanum Wartabone (82), bahwa pernah tinggal di
hutan belantara mencari aman selama tiga bulan.
“Dulu bapak
dan sekeluarga di cari-cari Belanda. Karena bapak itu melawan Belanda makanya
di incar terus,” katanya.
Bila tidak
salah, hutan yang jadi tempat persembunyian saat itu, kalau sekarang disebut
hutan Tilong Kabila Bonebolango. Mengungsi ke hutan sekeluarga, satu orang
istri dan 11 anak.
“Ke hutan
tidak bawa harta benda. Bawa badan dan pakaian seadanya, yang penting bagi kami
saat itu selamat saja sudah syukur,” ungkap Hanum.
Pengungsian
dilakukan pasca 23 Januari tahun 1942, usai Nani Wartabone bersama teman-teman
seperjuangannnya mendeklarasikan republik Indonesia, sebagai negara yang berdiri
berdaulat.
Rumah tinggal Nani Wartabone bersama istri dan anaknya_budisusilo |
Pelaksanaan aksi heroik ini di lakukan di depan kantor pos Kota
Gorontalo, yang kini berada di bilangan
Jalan Nani Wartabone. Di kantor bercat orange ini, menggelar upacara dan
mengibarkan bendera merah putih bersama rakyat.
Menurut
Hanum, saat lari ke hutan, benda yang tidak pernah dilupakan adalah membawa
bendera merah putih. Kain simbol Indonesia ini dianggap jadi saksi sejarah
pengibaran bendera di lapangan Taruna. Alternatif untuk selamatkan bukti
sejarah ini, bendera merah putih dengan kapuk secukupnya di masukan ke dalam
karung kain, dibuat menjadi sebuah bantal.
“Belanda cari-cari bendera merah putihnya.
Sama ibu saya (Aisyah Tangahu istri Nani Wartabone) di cari akal supaya tidak
bisa dirampas Belanda,” tutur Hanum, yang saat itu mengenakan kerudung merah.
Di pelosok
hutan, Nani Wartabone bersama keluarga hanya konsentrasi mawas diri,
berpindah-pindah lokasi supaya tidak terlacak oleh Belanda. Soal pasokan
makanan dan minuman, ada beberapa rakyat yang setia dan rela menjadi penyalur
logistik.
Tiga perempuan yang merupakan anak dari Nani Wartabone_budisusilo |
“Kami
dibantu dari rakyat yang bawa makanan dan minuman dari pedesaan. Di hutan kami
tidak sempat buat makanan. Ada beberapa warga yang kami percaya bisa bantu
penuhi segala logistik kami,” katanya.
Peristiwa
heroik yang Hanum ingat, tepat pada 23 Januari 1942 hari Jumat, dengan gagah
berani Nani Wartabone dengan balutan pakaian bercelana pendek keluar rumah
sejak pagi usai kumandang azan subuh.
Bersama barisan rakyat, dirinya datang ke kamp-kamp Belanda untuk
melucuti senjata dan menahannya.
Syukurnya
tidak ada kontak senjata, tentara Belanda tanpa melakukan perlawanan balik, lebih memilih menyerah oleh
todongan senjata Nani Wartabone dan berisan rakyat. Mereka para tentara Belanda
diborgol, untuk di kirim ke Manado karena tempat ini adalah markas besar pemerintahan Belanda saat itu.
“Pak Nani
peringatkan ke teman-temannya, tahanan Belanda jangan disiksa, apalagi di bunuh.
Di pulangkan saja mereka ke Manado,” kata Hanum mencoba mengulangi pernyataan
Nani Wartabone kala itu.
Usai kuasai
markas tentara Belanda, aksi perjuangan berikutnya, ia lakukan di depan kantor pos
Belanda dan dilanjutkan empat hari kemudian di lapangan Taruna yang sekarang
ini berada di Kota Gorontalo, persis depan Rumah Dinas Gubernur Gorontalo.
Makam Pahlawan Nasional Nani Wartabone di Desa Bube Baru_budisusilo |
Menurut Joni
Apriyanto, dalam bukunya Sejarah
Gorontalo Modern (2012), penguasaan Nani Wartabone terhadap fasilitas
kantor pos telegraph dan telepon Gorontalo dibantu secara langsung oleh Ardani
Ali, JJF Paat, dan JA Lasut. Pendudukan
fasilitas publik ini dianggap langkah strategis dalam memudahkan akses hubungan
dengan daerah lain, memantau informasi situasi yang berkembang dan sebagai
institusi komunikasi di internal maupun eksternal.
Hikmah dari
peristiwa 23 Januari 1942 bagi Indonesia, bagian satu goresan emas sejarah
bangsa. Oleh Basri Amin, dalam karyanya Memori
Gorontalo: Teritori, Transisi, dan Tradisi, menjelaskan, gambaran peistiwa
itu lebih relevan bagi sejarah mentalitas atau kekuatan mentalitas dalam
memberi jawaban yang sangat berani atas keadaan jaman itu. Idealitas yang
terserap ketika itu adalah kebangsaan ke Indonesiaan. Kebebasan dari penindasan
pemerintah kolonial Belanda.
Secara
praktis, di tambahan penjelasan Basri, perjuangan Nani mengganggu lingkungan
otoritas kolonial di Gorontalo. Sejumlah aparat kolonial dan pengikut Belanda
ditangkap tanpa perlawanan berarti. Sosok Nani Wartabone menunjukan
kepemimpinan yang matang dan mendapat dukungan semua golongan rakyat untuk satu
cita-cita Indonesia merdeka.
Dalam
pandangan ahli sejarah dari Universitas Indonesia, Anhar Gonggong,
mengungkapkan, Nani Wartabone berjuang bukan untuk Gorontalo tetapi lebih bagi
Republik Indonesia.
Katanya, Nani Wartabone itu secara kebetulan saja berada di wilayah Gorontalo tetapi tujuan utamanya itu untuk eksistensi perjuangan kemerdekaan Republik.
"Sama dengan Soekarno juga Hatta yang ada di Jakarta, berjuang bukan untuk Jakarta, tapi untuk Indonesia," urainya.
Karena paradigma itulah, maka tidak heran Nani Wartabone dinobatkan sebagai pahlawan nasional. "Tokoh bangsa yang diakui secara nasional. Perjuangannya sangat berjasa besar," tegas Anhar.
Katanya, Nani Wartabone itu secara kebetulan saja berada di wilayah Gorontalo tetapi tujuan utamanya itu untuk eksistensi perjuangan kemerdekaan Republik.
"Sama dengan Soekarno juga Hatta yang ada di Jakarta, berjuang bukan untuk Jakarta, tapi untuk Indonesia," urainya.
Karena paradigma itulah, maka tidak heran Nani Wartabone dinobatkan sebagai pahlawan nasional. "Tokoh bangsa yang diakui secara nasional. Perjuangannya sangat berjasa besar," tegas Anhar.
Sebagai
penutup dalam tulisan ini, maka sekedar mengingatkan kembali sejarah yang di
miliki Indonesia, pidato heroik yang dikumandangkan Pahlawan Nasional Nani
Wartabone, pada 23 Januari 1942, yang menegaskan akan kemandirian bangsa yang
kokoh. Semoga memberikan gairah dan mampu membangkitkan rasa cinta kita
terhadap negeri ini.
“Pada
hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini
sudah merdeka bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita
yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintahan
Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional. Agar tetap menjaga keamanan dan
ketertiban.” ( )
Komentar
Posting Komentar