LULUSAN SMP RAIH GELAR "PROFESOR"

Pembuat Mesin Gilingan Padi
112 Kali Slamet Gagal Buat Mesin 
Oleh: Budi Susilo

Siang itu, Jumat (15/12/12), Slamet Jafar (50) mengendarai mobil bak terbuka putih dari kediamannya menuju ke bengkelnya, bernama Gilingan California. 

Jaraknya tidak jauh, meluncur dari rumahnya ke bengkel mesin penggilingan padinya, hanya ditempuh sekitar 10 menit.  

Alamat bengkelnya berada dibilangan Jalan Rajawali, Desa Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.

Berhari-hari, bila dia suka, selalu berada dibengkel penggilingan padinya. Walau tidak mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, bapak dua anak ini memiliki keunggulan berpikir, inovatif dan kreatif. 

Buktinya, pria kelahiran 29 Desember 1962 ini telah mampu menciptakan alat penggilingan huller padi yang mampu menghasilkan lebih dari produk alat-alat penggilingan bermerk. Tak heran, warga setempat di desanya, menyebut Slamet dengan sebutan Pak Profesor. 

Tidak mudah seperti membalikan telapak tangan, Slamet menggarap alat tersebut butuh perjuangan panjang dan pengorbanan besar. Ceritanya dimulai pada tahun 2002, Slamet menekuni sebagai penyedia jasa penggilingan padi bagi petani-petani disekitar Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo.

Pak Slamet berada di posisi tengah berpose bersama-sama di dalam bengkelnya_istimewa
“Alat giling yang saya miliki rusak terus. Padahal buatan Philipina, juga ada yang dari Cina dan Jepang, tapi tetap saja tidak enak dipakai. Sampai-sampai saya pernah rugi dua sampai tiga juta karena mesin rusak,” ungkapnya. 

Ia yang merupakan keturunan dari orang tua transmigran Sidomulyo, merasa tak kehilangan akal, banyak jalan menuju Roma, ia mengutak-atik beberapa onderdil mesin penggilingan. Bongkar satu, pasang yang lain.  Rancang baru, ganti yang lain, hingga menguras tenaga, pikir dan hartanya.

“Saya tiap hari kerjanya hanya buat mesin giling, sampai istri saya ngomel-ngomel, gara-gara dianggap bekerjanya tidak jelas,”tutur Slamet, yang istrinya bernama Jumiati Amadikromo.

Hitung-hitungan, hampir empat tahun lebih Slamet menganggur, tidak mengoperasionalkan bisnis mesin gilingnya.  Tidak ada pelayanan jasa gilingan padi dan produksi dedak, sejenis makanan ternak. “Mau bagimana lagi, mesinnya saja sudah tidak layak pakai. Saya terus berusaha perbaiki, cari konsep baru supaya bisa dimanfaatkan,” ujarnya.

Pagi, siang bahkan sampai malam, Slamet terus mengakrabkan diri dengan besi-besi. Gaya penampilannya sudah tidak lagi diperhatikan, kadang lupa mandi. “Dibengkel terus, tidak sempat urus diri. Yang kepikiran saat itu bagaimana caranya mesin bisa difungsikan baik,” katanya.

Walau berpendidikan formal rendah, hanya sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), Slamet memiliki semangat perubahan yang tinggi. Ia terus berusaha, berkerja mati-matian agar dapat menemukan mesin gilingan yang ideal. Kala itu, ceritanya, kulitnya yang sawo matang berlumuran debu. 

Pakaian yang menempel ditubuhnya pun hampir serupa dengan kondisi warna tanah. Wajah dan rambutnya kumel, bau badannya khas wewangian terik matahari. 

“Sudah sampai 112 kali saya gagal mengidupkan mesin buatan saya. Hingga nyaris nyawa melayang, karena mesin yang saya buat sering meledak, keluar percikan api. Untungnya Tuhan masih berbaik hati, ledakannya kecil, tidak sampai membakar bengkel dan diri saya,” ungkapnya dengan diakhiri wajah berbinar senyum.

Tidak ada yang sia-sia, usaha keras Slamet membuahkan hasil. Setelah menghabiskan hampir Rp 400 juta, tenaga dan akalnya, memasuki tahun 2006, jadi momen peruntungannya, ia akhirnya berhasil ciptakan mesin gilingan padi dengan terobosan baru. 

 “Saya senang sekali mesin bisa saya hidupkan dengan versi buatan sendiri. Mesin saya pakai sendiri, hitung-hitung di uji coba juga,” kata Slamet, yang kedua orang tuanya adalah transmigran angkatan 1953 dari Sidomulyo. 

Bukan sulap bukan sihir, mesin penggiling buatan Slamet memang tiada duanya. Bila melihat keunggulan mesin karyanya, yang pasti produk mesin penggiling asal luar negeri harus angkat topi memberi hormat buah karya Slamet. 

Pasalnya, mesin penggiling merek biasa, hanya mampu hasilkan minim. Misalkan, urai Slamet, mesin merek dari negara Philipina dan Jepang, hanya mampu hasilkan dedak 100 kilogram bila menggiling padi sebanyak 1 ton. 

Berbeda dengan mesin giling miliknya, 1 ton beras mampu keluarkan dedak 800 kilogram. “Lebih menguntungkan. Mesin mampu gilas lebih bagus dan hasilkan banyak manfaat,” tuturnya.

Selain itu, tambahnya, mesin giling Slamet yang diberi nama Bintang Mulya Slamet terbilang ramah lingkungan, efisen, dan tahan lama karena tidak memakai sistem roll yang dipasaran harganya per roll bisa menelan uang Rp 800 ribu.

“Mesin saya tidak pakai roll lagi, jadi hemat tidak perlu ganti-ganti lagi. Merek lain masih pakai, kalau tiap giling gabah sampai 4 ton harus dianjurkan ganti roll supaya bagus gilingannya,” promonya. 

Sebab jelasnya, mesin giling versi Slamet memakai teknologi inovasi dengan desain berbeda namun handal. Mesin gilingnya menggendong alat yang ia sebut dengan nama Ulir, Pliner dan Walls yang ketiganya memiliki fungsi kinerja gilingan yang lebih baik. 

“Hasil gilingan beras lebih bersih, tidak ada yang tersisa gabahnya. Keluaran dedak-nya juga lebih banyak dan bagus. Suara mesin yang ditumbulkan juga tidak bising sekali, sangat nyaman buat telinga,” kata Slamet.  

Ia menambahkan, mesin merek lain, kala menggiling padi mengeluarkan skam kasar, sejenis limbah gabah. “Kalau mesin saya tidak keluarkan skam. Ramah lingkungan tidak hasilkan sampah buangan. Karena mesin saya hanya keluarkan dua saja, yaitu padi dan dedak,” urainya. 

Rezeki tidak kemana. Inilah yang dialami oleh Slamet. Pria bertubuh tinggi besar ini secara tiba-tiba peroleh orderan mesin gilingan buatannya. Pengusaha gilingan padi dari daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo kepincut karyanya.  Sejak tahun 20011 hingga 2012 sudah ada 18 unit mesin yang dipesan darinya, dijual dengan harga bandrol per unit Rp 250 juta.  

“Orang-orang ada yang bercerita kalau saya buat mesin gilingan padi bagus. Lalu mereka pesan sama saya. Ada pengusaha dari Kotamobagu, Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalmeo yang pakai produk mesin saya,” urainya. ( )

Komentar

  1. Min mau tanya kalau dalam 1 ton gabah dapat menghasilkan dedak halus 800Kg (8 kwintal), berapak kwintalkah hasil beras dari 1 ton gabahnya? apakah 2 kwintal?. soalnya tidak mungkin berat asal(gabah) lebih ringan daripada hasil (beras + dedak).Apakah berasnya jadi dedak semua?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MACACA NIGRA PRIMATA SEMENANJUNG MINAHASA I

PRASASTI KALASAN YOGYAKARTA

CANDI GARUDA YOGYAKARTA